Fashion dan Pusaran Dunianya

Column
04.08.16

Fashion dan Pusaran Dunianya

Opini dan Observasi Mengenai Fesyen dan Tren di Jakarta.

by Whiteboard Journal

 

Saat memulai tulisan ini, saya sedang memikirkan kembali betapa polos dan lucunya kita saat masih kecil, ketika kita belum tahu tentang apa serta merk apa yang harus kita kenakan. Saya ingat betul, pada tahun 1997 saat saya berusia 3 tahun, saya memakai baju favorit anak-anak pada jamannya, yakni Cubitus, sepatu Carvil dan Homyped hanya karena mengharap robot yang menjadi hadiahnya. Sekian tahun kemudian, segalanya berubah.

Sekarang, pergerakan dan perkembangan fashion menjadi acuan bagi sebagian orang, termasuk saya dalam berpakaian sehari-hari. Tak jarang, pakaian yang berbeda dengan apa yang ada pada umumnya justru dipilih menjadi andalan. Dari situ lahirlah banyak cara berpakaian yang digemari, mulai dari mengkombinasikan sendal dengan kaos kaki yang dipopulerkan Supreme, paduan sweatpants yang di masukan ke dalam kaos kaki ala Gosha Rubchinskiy, hingga jaket bomber yang di padukan dengan kaos dengan grafis metal ala Vetements, dan lainnya.

Sayangnya, seringkali saya melihat bahwa cara berpakaian sebagian orang tidak sesuai dengan kondisi dan lingkungan sekitar. Seakan alam pun tak menginginkannya. Ironisnya, sebagian dari kita sekarang memakai sebuah produk hanya dengan tujuan status masyarakat mereka dinilai baik tanpa mengetahui maksud atau tujuan produk tersebut diciptakan. Sekadar supaya diterima di lingkungan pergaulannya.

Fashion bagi mereka sekarang dapat juga diartikan sebagai cara bertahan hidup. Dimana para remaja takut akan kehilangan popularitas bagi mereka yang tidak dapat terus mengikuti tren, karena fashion berjalan dengan cepat. Tetapi yang menjadi pertanyaannya, apakah remaja bisa terus menghadapi hal baru seperti ini?

Saya pun mengalaminya sendiri fenomena seperti ini. Beberapa tahun lalu contohnya, ketika celana baggy sedang menjalar ke semua pelosok, dan saya mengenakan celana skinny, gaya berpakaian saya jelas diejek oleh teman-teman saya. Tapi dalam kurun waktu yang tidak lama, secara tiba-tiba semua orang yang mengejek saya akhirnya justru mengenakan celana skinny dengan sendirinya. Begitu juga bagi orang-orang yang pada awalnya membenci Justin Bieber, sekarang mereka dengan haus mencari, membeli, dan mengenakan merchandise tur Justin Bieber karena ternyata Justin Bieber, setidaknya kini memakai desain baju yang sedang ramai diminati. Tidak menutup kemungkinan bagi mereka yang tidak dapat memiliki kesempatan karena selalu habis atau kurangnya akses untuk mendapatkannya, pada akhirnya rela mengambil jalur pintas dengan membeli produk palsu agar tetap terlihat tak ketinggalan dengan fashion.

Fashion tentunya dapat merugikan untuk sebagian orang tanpa mereka sadari. Kita akan gila dengan tren yang sedang terjadi. Bahkan mungkin meskipun kita sadar bahwa kita tidak pantas untuk mengenakannya, tetapi karena status sosial yang ada, memaksakan kita untuk terjun ke dalam pusaran tren fashion. Dan anehnya, bagi mereka yang memaksakan itu semua, mereka tidak menyadari bahwa apa yang mereka beli atau pakai mungkin tidak sesuai dengan postur tubuhnya atau layak untuk mereka pakai.

Seperti ketika kita melihat orang yang rela untuk memakai baju atau celana yang terlalu kecil hingga sulit bergerak, tak nyaman, sampai bahkan rela untuk menginap di depan toko yang akan merilis artikel terbaru. Banyak sebenarnya yang sadar bahwa mereka termakan trik marketing namun tetap melakukan itu semua hanya karena orang lain mengenakannya. Mereka seakan tidak peduli akan semua resiko yang ada, bahwa pada titik tertentu sebenarnya, fashion secara perlahan-lahan telah memperbudak mereka.

Mereka rela menyisihkan dan mengeluarkan uang yang cukup banyak hanya untuk beberapa potong pakaian yang mungkin mereka tidak tahu akan digunakan ke mana dan untuk apa, bahkan sampai membebani orang tua agar mendapatkan pakaian baru. Seringkali keluarga menjadi sasaran tagihan karena kegemaran mereka untuk fashion yang menyedot banyak uang.

Pada umumnya fashion sekarang dijadikan kunci untuk menaikkan peringkat popularitas dan ajang berkompetisi. Mereka berlomba-lomba untuk menjadi yang pertama mengenakan model terbaru, ingin menjadi yang terbaik dalam mengikuti gaya tertentu. Karena kompetisi ini pada akhirnya akan bertujuan untuk membuat mereka terlihat lebih menonjol dari yang lainnya. Membuat masyarakat akan memandang, berbicara, serta mengenal orang tersebut dari tipe atau cara berpakaiannya hingga dijadikan referensi. Bahkan dengan sendirinya, muncul kelompok sosial yang mencerminkan terhadap masing-masing gaya seperti Heritage, Gothic Ninja, Streetwear, dan lainnya.

Fashion akan menjadi sia-sia pada akhirnya bagi mereka yang terlalu serius mengejar tren tanpa kendali. Karena model serta tipe terbaru akan selalu ada, dan koleksi sebelumnya akan terus menumpuk tak terpakai karena tidak ada yang mengenakannya lagi, dan hanya akan membuang-buang energi yang ada. Apakah mungkin ini justru akan menjadi kebiasaan baru di masa yang akan datang?

“Fashion dan Pusaran Dunianya” ditulis oleh:

Renel Harlan
A member of Footurama’s team who is easily astounded by everyday stories and always pleased with the smallest of accomplishments.whiteboardjournal, logo