Metode Berkarya bersama Arin Sunaryo

16.09.15

Metode Berkarya bersama Arin Sunaryo

Haryadita Bergas (B) berbincang dengan seniman Arin Sunaryo (A).

by Ken Jenie

 

B

Apa yang mendasari ketertarikan Anda terhadap dunia seni?

A

Itu sepertinya karena lingkungan keluarga. Bokap melukis, nyokap perias pengantin, kakak saya desainer grafis, adik saya sekolah seni, sampai om saya yang berkecimpung dalam dunia arsitek dan desainer interior.

B

Tumbuh di lingkungan kesenian yang cukup kental, apakah ini cukup berpengaruh dalam proses berkesenian dan karakter karya Anda?

A

Pastinya. Sedari kecil, saya sudah cukup sering dibawa ke berbagai pameran. Bahkan teman-teman main saya juga anak-anak dosen seni rupa. Dan dari kecil saya juga suka ikut lomba gambar.

B

Pernah menang?

A

Gak usah dijawablah (tertawa).

B

Bagaimana Anda melihat posisi museum internasional sebagai wadah bagi eksibisi karya dibandingkan dengan museum dan galeri lokal?

A

Tentunya dari segi reputasi, audience galeri internasional sudah jauh lebih luas dan punya sejarah yang lebih lama. Tetapi kita harus lebih spesifik dalam membicarakan konteks internasional ini? Jika konteksnya di Eropa dan Amerika mereka pasti telah memiliki sejarah yang lebih lama, jadi mayoritas museum disana lebih bergengsi daripada yang museum atau galeri lokal.

Sekarang, mulai bermunculan pula beberapa private museum di Indonesia. Sebenarnya hal ini disebabkan karena infrastruktur di Indonesia, terutama seni rupa yang masih sangat menyedihkan. Kita bisa lihat sendiri fenomena seperti di Galeri Nasional, mau kencing saja melihat tulisan “Maaf tidak ada air” – bagaimana rasanya?

Di Indonesia, kondisi memaksa seniman bergerak sendiri.

B

Anda juga pernah dilibatkan dalam seri pameran dengan tajuk “No Country.” Menurut anda bagaimana esensi nasionalisme pada seni global?

A

Sebetulnya kesadaran akan identitas kebangsaan sempat muncul saat saya studi di London. Sebelum saya ke Inggris memang referensi saya banyak dari Barat. Ternyata hal yang paling menarik untuk seseorang adalah “kamu siapa” dan “background kamu apa” – ternyata identitas kelokalan itu cukup penting, karena mereka ingin tahu. Apalagi ketika saya memakai debu vulkanik dan tahu saya berasal dari Indonesia, yg dikelilingi Ring of Fire, background saya menjadi sesuatu yang sangat kuat dengan identitas kebangsaan tadi.

B

Mengenai volcanic ash series, Anda menyatakan penggunaan abu tersebut tidak ada relasi secara langsung dengan peristiwa meletusnya Gunung Merapi. Disitu Anda justru ingin melepaskan konteks letusan Gunung Merapi dengan karya anda. Apakah bisa menjelaskan konsep ini?

A

Sebetulnya bukan sekedar melepaskan koteks peristiwa meletusnya Gunung Merapi saja. Kalau sebuah karya sudah ditaruh di ruang publik, maka sudah hak publik untuk membaca arah karya tersebut. Yang lebih penting bagi saya adalah material yang di pakai untuk menghasilkan warna. Ada yang ingin memakai warna merah untuk menyimbolkan darah, kalau saya ingin menggunakan material tertentu karena material ini akan menimbulkan warna tertentu. Yang urgent bagi saya bukan mengenai apa yang saya ingin lukis di sebuah kanvas, tetapi definisi sebuah benda yang dinamakan lukisan. Apakah karena benda ini di pajang di dinding, atau karena karya yang dihasilkan memakai cat, jadi proses karya saya sangat cair dan terbuka.

B

Salah satu garis merah yang bisa ditarik dari karya Anda adalah eksplorasi material. Bagaimana proses riset dalam metode berkarya Anda dan bagaimana pula proses riset Anda dalam menentukan tema yang akan diangkat dalam karya?

A

Semua prosesnya sangat fluid. Memang background saya sejak kuliah adalah melukis, dan saat saya melanjutkan kuliah di London, saya juga mengambil painting lagi. Di London, saya mendapat kesadaran baru yang sangat merubah cara pandang tentang melukis. Dari pengalaman saya di sana, ketika disini, saya bisa merasa lebih bebas untuk meng-explore lukisan dengan bahan-bahan yang tidak konvensional.

Pilihan material juga muncul karena konsekuensi material yang saya pakai. Misalnya dalam penggunaan resin, saya meriset mengenai sejarah resin, hingga pilihan warnanya – mengapa harus warna-warni? Resin diciptakan untuk bisa memiliki berbagai macam warna karena memang tujuannya untuk membuat aksesoris, mainan anak-anak, dan lain-lain. Jadi sebetulnya saya memiliki kebebasan untuk memakai warna apapun. Saya sempat membuat resin dengan debu volcanic, dan pendekatannya memakai referensi yang relevan dengan materinya. Contohnya dalam hal gesture nge-splashnya, apakah itu semacam ledakan atau cipratan, dari situ kita bisa me-relate apakah itu ledakan gunung atau hanya bentuk komposisi abstrak saja. Saya selalu berusaha untuk mengerjakan karya dengan sifat yang terbuka secara pemaknaan, saya tidak ingin untuk membatasi audiens dengan tema-tema yang terlalu spesifik.

B

Kalau mengenai tema pameran kali ini?

A

Pameran ini adalah perubahan dari seri merapi, kali ini saya memakai bubuk-bubuk tembaga, kuningan, baja. Awalnya saya sempat bingung karena saya masih ingin memakai debu vulkanik, tetapi di sisi yang lain saya juga ingin memakai materi yang berbeda untuk mendapatkan feel yang baru dari seri ini. Akhirnya saya mengundang Andri Subandrio, seorang dosen geologi dan ahli mineral dari ITB. Saya bertanya kepada beliau mengenai perbedaan antara debu vulkanik dengan logam. Beliau lalu menjawab bahwa mereka asalnya dari perut bumi, dimana berbagai macam material keluar. Jadi satu butir debu vulkanik mengandung emas, tembaga, besi meskipun komposisinya kecil sekali. Dari situ saya temukan bahwa materi yang saya pakai masih linear dengan proses yang saya kerjain di karya-karya sebelumnya.

B

Mengapa kali ini Arin memilih logam?

A

Semua sebenarnya kebetulan, sejujurnya. Waktu seri Merapi ada teman yang bawa debu volcanic ke studio dan saat dicampur keren juga. Sejujurnya untuk persiapan pameran ini tadinya saya ingin melanjutkan seri vulkanik tersebut, tetapi di saat terakhir, di awal bulan Agustus ada sisa-sisa serbuk tembaga dari bengkel yang saya coba campurkan dan kemudian saya lalu menemukan bahwa hasilnya ternyata bagus banget. Dari situ idenya kemudian berkembang, saya lalu menemukan banyak hal baru – saya jadi bisa bikin video, mungkin nantinya saya akan memakai teknik eletroplating.

B

Bagaimana Anda melihat makna atau aspek fungsi sebuah karya seni pada keadaan sosial?

A

Sebenarnya saya tidak terlalu ingin untuk memiliki karya yang berdampak kepada masyarakat sebagai tujuan utama. Karena lukisan bagi saya adalah sebuah benda diam dan tidak berbicara, berinteraksi. Yang saya harapkan adalah karya yang bisa menjadi sebuah inspirasi dan topik pembahasan yang lebih luas.

B

Pembahasan positif ya?

A

Ya apapun, negatif juga tidak apa-apa. Negatif kan positif yang tertunda (tertawa).

B

Menurut anda bagaimana perkembangan seni Indonesia, terutama di kota Bandung?

A

Saat saya pertama kali berangkat ke London di tahun 2004 bisa dibilang art scene di Indonesia masih sangat sepi. Tetapi di tahun 2006-2007 ada booming yang luar biasa – seniman muda bermunculan, galeri-galeri, dan sekarang sudah mulai terbangun sebuah scene yang cukup positif buat senimannya.

Kalau dulu saya ditanya kerjaan saya apa, saya tidak percaya diri untuk berkata “saya seniman.” Di jaman itu, seniman kayaknya bukan sebuah profesi, tetapi sebuah lifestyle. Tetapi sekarang dengan infrastruktur yang bisa dibilang lumayan, pemikiran-pemikiran seperti itu sudah tidak terlalu mengganggu.

B

Dalam berberapa kesempatan, Anda menyampaikan bahwa Anda memiliki ketertarikan khusus dengan industrialisasi dan pabrikasi. Apakah teknik dripping yang anda gunakan adalah usaha untuk menyeimbangkan aspek mesin dengan manusia?

A

Ketertarikan saya terhadap industrialisasi adalah karena materi yang saya pakai adalah resin sintetik yang dibuat di pabrik. Kalau masalah teknik dripping atau splash, sebenarnya lebih kepada konsekuensi karakter fluidity resinnya. Saya ingin menampilkan karakter resin dengan apa adanya. Dalam berkarya pun saya tidak bisa memastikan bentuknya akan seperti apa karena hasilnya setiap kali berkarya akan berbeda dan tidak bisa ditebak. Materi yang saya pakai membutuhkan waktu 15 menit untuk mengering, jadi setelah di splash materinya akan terus bergerak, sesuatu yang saya tidak bisa kontrol. Sebenarnya kunci dari proses berkarya saya adalah sebuah proses negosiasi antara saya, alam, gravitasi, suhu, kelembaban, campuran materi, dan berbagai elemen lainnya.

B

Belakangan Anda mulai berkarya dalam medium non-lukisan. Apakah ada alasan khusus, dan apakah ini menggambarkan karya Arin di masa depan?

A

Ini sebuah topik yang saya terus pertanyakan kepada diri saya sendiri. Apa sebenarnya yang saya buat? Apakah itu lukisan atau bukan lukisan? Saya memiliki latar belakang melukis yang sudah cukup lama, dan saya sangat terobsesi dengan melukis. Tapi malah dengan obsesi melukis ini, saya lalu memiliki pertanyaan sendiri: lukisan itu apa? Akhirnya saya memakai metode-metode yang tidak bisa dibilang konvensional. Contohnya kalau melukis biasa, kanvas menghadap pelukisnya dan kanvas ini akan di cat. Saya menuangkan resin di meja kaca, dan permukaan depan lukisannya adalah resin yang dibalik kaca itu. Setelah 5, 6, atau 7 layer, dengan ketebalan yang kurang lebih 3 milimeter, karyanya saya tempel di sebuah panel. Ada orang yang bilang metode seperti ini menghasilkan sebuah skulptur, dimana panelnya adalah sebuah base dan resinnya adalah skulpturnya.

Ini sebagian dari riset yang akan saya kembangkan ke depan, yaitu mencari definisi untuk sebuah lukisan. Apakah karya yang saya buat masih bisa dikategorikan lukisan? Karena saya memakai vocabulary abstract painting seperti karya Jackson Pollock, meskipun teknik saya berbeda sekali.

B

Dan sampai sekarang anda masih mencari jawabannya?

A

Sebenarnya tidak harus dicari juga jawabannya. Yang penting membuat sesuatu yang baru. Kalau sudah terjawab… nanti kelar (tertawa).

B

Jadi tema ini akan dilanjutkan di masa depan?

A

Iya, apalagi mengenai berkarya menggunakan serbuk mineral logam, dalam metode ini, lebih banyak lagi kemungkinan untuk berkarya. Ada kemungkinan untuk memakai teknik elktroplating, skulptur logam, hingga video – painting. Ini adalah sebuah trigger dan latar belakang. Ke depan, saya ingin pendekatan yang lebih luas dan lebih bermacam-macam.

B

Proyek Arin yang akan datang apa saja?

A

Saya akan melakukan eksibisi tunggal di Berlin tanggal 16 September, dan September tahun depan saya akan menjalani eksibisi tunggal di Tokyo.

B

Tema-temanya akan seperti pameran-pameran tunggal tersebut?

A

Belum pasti, karena saya baru berkarya seperti ini selama satu bulan, jadi temanya belum saya eksplore dengan penuh.

B

Sukses ya. Terima kasih banyak sudah mau diwawancara.

A

Sama-sama, Bergas, terima kasih juga.whiteboardjournal, logo