Quick Review: Big Mouth

Media
13.11.17

Quick Review: Big Mouth

Semua orang mengalami puber, tapi tidak semua merasakan efek yang sama – selain perubahan fisik tentunya. Atas keberagaman respon yang dialami individu inilah, Nick Croll membuat sebuah seri animasi berjudul Big Mouth, yang didapuk menjadi animasi terbaik setelah BoJack Horseman.

by Febrina Anindita

 

Foto: IGN

Semua orang mengalami puber, tapi tidak semua merasakan efek yang sama – selain perubahan fisik tentunya. Atas keberagaman respon yang dialami individu inilah, Nick Croll membuat sebuah seri animasi berjudul Big Mouth, yang didapuk menjadi animasi terbaik setelah BoJack Horseman.

Bukan tanpa alasan jika ada yang menganggap Big Mouth sebagai seri animasi satir dengan topik dan dialog pedas seperti BoJack, pasalnya penonton bisa menemui grafik vulgar akan bagian intim perempuan dan lelaki dengan visualisasi tidak biasa. Hormon yang menjadi isu personal tiap orang saat mengalami puber pun, di sini digambarkan sebagai ‘monster’ yang selalu datang tanpa diundang, membuat beberapa tokoh utama mengalami ejakulasi dan bahkan luapan emosi tak menentu.

Sebagai seri coming-of-age, season pertama Big Mouth rasanya mampu menampung banyak pertanyaan yang dialami oleh mayoritas anak muda yang mendapati isu seksualitas, mulai dari ukuran penis, menstruasi, pembuktian diri hingga orientasi seksual. Dikemas dnegan apik dan penuh dengan humor gelap, seperti beberapa sisipan narasi atau manifesto tentang puber yang diadaptasi menjadi lagu, seri ini bisa membuat semua orang menyikapi atau mungkin nostalgia akan masa puber. Namun, yang jelas, lagu Black Sabbath – Changes yang dipilih sebagai intro kini memiliki konteks berbeda.

Quick Review Big Mouth (Season 1): 4/5

Big Mouth (2017)
Sinopsis: Sekumpulan anak yang bersekolah bersama mengalami dan membahas keajaiban puber. (IMDb)whiteboardjournal, logo

Tags