Band Baru yang Layak Tunggu di 2018

Ideas
20.02.18

Band Baru yang Layak Tunggu di 2018

Yang paling seru dari membuka kalender baru adalah mendapati berbagai potensi yang akan kita sambut di dalamnya, termasuk dalam hal musik.

by Febrina Anindita

 

Teks: Muhammad Hilmi

Yang paling seru dari membuka kalender baru adalah mendapati berbagai potensi yang akan kita sambut di dalamnya, termasuk dalam hal musik. Saat-saat awal tahun seperti sekarang ini adalah saat yang menarik untuk memantau kemunculan band-band baru, dan menunggu karir mereka berkembang seiring waktu. Berikut adalah beberapa di antaranya yang layak ditunggu.

Talun Awan
Talun Awan adalah proyek dari Nur Sabar Oktavani yang juga bermain di Young De Brock. Dulu, ia menamai proyek ini sebagai SAABA, sebelum kemudian menggantinya dengan nama Talun Awan seiring bergabungnya beberape personil baru di dalamnya – salah satunya adalah Yudhistira Mirza dari Parisude. Yang menarik dari Talun Awan adalah bagaimana band ini mencampurkan rock, psikedelia dan sedikit pengaruh kraut-rock pada musiknya. Akhir tahun kemarin, EP mereka yang berisi lima lagu dirilis oleh kolektif baru, Sinden Sanen.

DIGITAL
Tahun lalu, Pandu Fatoni mengakhiri perjalanannya di unit post-punk yang mengangkat namanya, The Porno. Awal tahun ini, Pandu mengumumkan moniker barunya, DIGITAL yang memainkan musik new-wave yang mengingatkan pada New Order. Musiknya agak berjarak dari kebiasaan Pandu di The Porno yang cenderung monokrom, setidaknya dari satu single yang telah dirilis, terasa bahwa musiknya catchy dan lumayan dancey, sangat menarik untuk ditunggu kelanjutannya.

Plural
Menyenangkan rasanya menemukan musisi baru yang menjelajahi area yang tak terlalu populer untuk didalami oleh rekan sebayanya. Plural, dalam hal ini melakukannya dengan memainkan musik sadcore/slowcore seperti Red House Painters, Cigarretes After Sex atau bahkan band Ivy. Nama mereka sempat muncul saat bermain di gelaran akbar Artwarding Night Go Ahead Challenge 2016, dan terakhir mereka kembali tampil sebagai pembuka di panggung Homeshake Live in Jakarta beberapa waktu yang lalu. Semoga tahun ini mereka bisa lebih sering bermain.

Gumatat Gumitit Gospel
Tak terlalu banyak informasi yang ada tentang Gumatat Gumitit Gospel – masih belum terlalu jelas, apakah ini band atau proyek solo. Cuma ada satu lagu berjudul “Subuh” dengan bio yang menyatakan bahwa unit ini berbasis di Bali. Tapi hanya dengan satu lagu, Gumatat Gumitit Gospel cukup memantik penasaran. Musik instrumentalnya menyentuh banyak area – meski ditulis sebagai musik ambient, ia melakukan lebih dari itu – ada tipis psikedelia dan eksperimentasi suara, juga sedikit aroma gamelan Bali yang ditumpuk dengan bebunyian lain. Seru.

Rhym
Mungkin Rhym bukan band yang sepenuhnya baru, karena pada 2016 mereka telah merilis EP bersama label Karma Records. Tapi sejauh ini masih belum ada pergerakan yang nyata dari mereka. Untungnya sepertinya ada gelagat bagus dari mereka di tahun ini yang bisa dirasakan dari single “Lord” yang baru-baru ini mereka rilis. Di single tersebut, unit ini masih bermain di area yang tak terlalu jauh dari apa yang mereka bawa di EP mereka, masih ada aroma kuat psikedelia di sana, namun ada kematangan secara penulisan lagu.

Jimi Jazz
Yang paling menyenangkan dari mengikuti perjalanan musikal Jimi Multhazam adalah bagaimana ia mendedikasikan hidupnya di sana, dan alih-alih terjebak dalam satu pakem yang sama, ia dengan cukup berani me-reinvent jati dirinya di sana. Jika dulu kita bisa melihat ini dalam bagaimana ia membuat Morfem di tengah masa vakum The Upstairs, kini ia melakukannya lagi dengan membuat proyek senang-senang bernama Jimi Jazz. Di proyekannya ini, ia bermain crossover-thrash ugal-ugalan hasil kolaborasinya bersama Petir (Rejected Kids). Gabungkan ugal energi ini dengan lirik urban khas Multhazam, Jimi Jazz adalah pemantik mosh pit yang konkret.

Flowr Pit
Flowr Pit menjadi salah satu anomali yang menyenangkan di antara roster Kolibri. Duo Alfath Arya dan Abi Mulya menebarkan cat merah sembari memberikan adrenalin di antara alunan musik pop yang ada di label asuhan Daffa dan Ratta ini. EP mereka cukup menjanjikan dengan riff-riffnya yang mengena. Akan menarik jika semakin banyak anomali seperti ini di antara roster Kolibri.

Semenjana
Selalu ada tempat istimewa untuk musik folky akustik di telinga penggemar musik lokal, dan Semenjana adalah nama baru yang akan menjadi jagoan barunya. Ada kesederhanaan yang mengingatkan pada penulisan lagu Float, romantisme Payung Teduh serta kepekaan sosial ala Efek Rumah Kaca (mungkin juga sedikit kemarahan Iksan Skuter?) dalam musik mereka. Semoga mereka tak terjerumus dalam jebakan folk senja yang terkutuk.

Masakre
Masakre adalah kumpulan serpihan-serpihan terbaik dari hura-hura di lantai bawah Rossi Musik Fatmawati. Di dalamnya, tergabung Uri (Ghaust/Kelelawar Malam), Ipul (Grave Dancers/Vengeance), Dimas (Obsesif Kompulsif) dan Dirga (Shoah). Musiknya tak banyak macam-macam – straightforward saja hardcore punk dengan takaran metal yang diaduk mentah-mentah untuk menghasilkan dua single yang bernuansa hitam, pekat dan bengis.

The Shoptalks
Agak disayangkan saat band pop-punk seminal Saturday Night Karaoke mengumumkan akhir perjalanan. Untungnya, tak lama berselang Prabu Pramayougha kembali dengan unit baru yang sekali lagi menyegarkan. The Shoptalks memainkan powerpop di sisi yang belum banyak terjamah oleh band lokal.whiteboardjournal, logo