Potret Feminine Rage di Era Millennial Lewat Serial Netflix “Aggretsuko”

Film
22.05.18

Potret Feminine Rage di Era Millennial Lewat Serial Netflix “Aggretsuko”

Sanrio mulai mengubah pasar mereka dengan memusatkan perhatian mereka ke kekecewaan yang dialami para millennial lewat Aggretsuko.

by Ghina Sabrina

 

Foto: Netflix

Jika kita melihat karakter-karakter keluaran Sanrio, perusahaan Jepang yang mendesain “Hello Kitty” dan sederet karakter lainnya, respons yang terlintas di benak pasti kata ‘menggemaskan’. Sanrio memang memfokuskan semua produknya untuk memiliki aspek ‘kawaii’ yang mereka populerkan sejak tahun 40 tahun yang lalu. Di tahun 2013, mereka mengeluarkan karakter terbaru yaitu “Gudetama”, kuning telur yang bersifat lesu dan malas-malasan. Mulai dari karakter tersebut, terlihat bahwa Sanrio mulai mengubah pasar mereka dengan memusatkan perhatian mereka ke kekecewaan yang dialami para millennial.

Setelah “Gudetama”, baru-baru ini hadir “Aggretsuko”, gabungan kata aggressive dan nama Retsuko, dalam bentuk serial TV. Retsuko, karakter yang terinspirasi dari bentuk panda merah ini adalah seorang perempuan berumur 25 tahun yang bekerja di perusahaan akuntansi yang sering mengekspresikan perasaan frustrasinya lewat menyanyikan lagu death metal di tempat karaoke. Acara ini memperlihatkan kehidupan Retsuko yang harus menghadapi bosnya yang sexist, dari terus-terusan memerintahkannya untuk membuatkan teh karena itu adalah pekerjaan perempuan hingga memarahinya karena menuangkan bir dengan cara yang salah.

Isu seperti seksisme dan misogyny terpampang nyata di lingkungan kerja Retsuko. Terdapat ekspektasi atas bagaimana perempuan harus bertingkah laku di tempat kerja maupun di rumah. Seorang wanita karir modern harus tetap ingat pada kodratnya sebagai perempuan yang domestik dan menerima apa adanya, seperti menyiapkan teh untuk lelaki yang bukan bosnya dan ikut menertawakan lelucon seksis yang terlewat batas. Atas hal-hal seperti ini lah yang membuat Retsuko frustrasi dan putus asa sehingga mempunyai ide untuk menikah agar dapat keluar dari pekerjaannya.

Lewat “Aggretsuko”, Sanrio menunjukkan adanya ketidaksetaraan gender dan juga khayalan-khayalan yang merupakan pelarian dari kenyataan. Sanrio memperlihatkan potret female anger yang berujung feminine rage yang jarang dibahas di media. Di beberapa aspek dalam budaya Asia, adanya tekanan untuk selalu bersopan santun bisa menjadi beban yang berat. Oleh karena itu, sesi karaoke death metal rutin oleh Retsuko seolah memberikan wadah untuk melepaskan kekesalan yang terpendam.

Retsuko menganggap ruang karaokenya sebagai tempat dimana ia dapat menjadi dirinya sendiri. Disana, ia menjadi sesuatu yang berlawanan dengan konsep kawaii. Saat ia berubah menjadi versi death metal, ia tidak lagi lucu dan menggemaskan, dan itu lah intinya.

Lihat bagaimana Retsuko berubah menjadi “Aggretsuko” di bawah ini:whiteboardjournal, logo