Digitalisasi Gelombang Radio

30.01.17

Digitalisasi Gelombang Radio

by Febrina Anindita

 

Rabu (11/1) lalu negara Norwegia resmi menutup gelombang radio FM dan memutuskan untuk beralih menggunakan radio jenis Digital Audio Broadcasting (DAB) atau biasa disebut radio digital. Mengutip wawancara Menteri Budaya Norwegia, Thorhild Widvey, alasan Norwegia menutup gelombang FM adalah karena menganggap siaran berbasis FM sudah tidak menguntungkan. Menurutnya, siaran radio FM membutuhkan biaya operasional yang tinggi, namun kualitas suaranya lebih rendah dibanding siaran digital, termasuk dengan fitur dan dukungan. Hal tersebut menjadikan Norwegia sebagai negara pertama yang mematikan radio FM. Berita ini menimbulkan pro dan kontra bagi para warga Norwegia karena terkesan terburu-buru.

Walaupun demikian, perpindahan media konvensional ke media digital sesungguhnya adalah sebuah isu yang sudah lama diperbincangkan dan menjadi kondisi yang cukup diperhatikan. Sekarang ini, siaran radio tidak cukup populer seperti dulu, jarang ada yang sengaja menyalakan radio selain di mobil untuk mendengarkan lagu atau menantikan acara dari para penyiar idola. Semenjak kehadiran internet, kebutuhan-kebutuhan seperti mendengarkan lagu contohnya, bisa terpenuhi tanpa harus mendengarkan radio.

huawesmall

Dikutip dari berbagai sumber, radio digital berbeda dengan radio online. Radio digital tidak menggunakan jaringan internet. Sama halnya seperti radio FM/AM, radio digital membutuhkan kotak radio khusus. Selain itu, gelombang penerimanya pun berbeda. Kotak radio khusus ini nantinya diperlukan untuk menerima suara berbasis digital, karena proses produksi hingga penyiarannya juga menggunakan teknologi digital. Cara kerja Digital Audio Broadcasting (DAB) sendiri adalah dengan menggabungkan sejumlah data atau audio ke dalam satu kanal broadcast yang sudah melewati sistem kompresi suara dengan algoritma tertentu sehingga suara yang dihasilkan lebih jernih dibandingan FM dan nyaris mendekati kualitas Compact Disk (CD).

Sementara itu, ternyata ada yang sudah lebih dulu, secara perlahan memberikan pengalaman berbeda dalam mendengarkan radio, sebut saja RURUradio, DeMajors Radio dan radio-radio yang menggunakan jaringan internet lainnya. Walaupun tidak menggunakan sistem DAB, radio-radio streaming tersebut cukup mencuri perhatian banyak khalayak. Dengan berbagai konsep dan segmen yang menarik, radio-radio ini mampu bersaing dengan radio konvensional dan memiliki banyak pendengar setia. Secara jumlah, memang pendengarnya tidak semasif itu, namun secara eksistensi sudah diakui.

Memang jika ditelusuri kembali, setiap sistem memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Dengan teknologi yang terus berkembang, cepat atau lambat, pasti akan dihadapkan dengan beragam bentuk perubahan, contohnya seperti kasus d iatas. Sehingga mau tidak mau, harus mengantisipasi segala bentuk kemungkinan, dalam konteks ini, bisa dimulai dari mencari alternatif lain untuk mendengarkan radio seperti melalui radio streaming atau media broadcasting seperti podcast.

Artikel oleh Amelia Vindywhiteboardjournal, logo