Suara-suara di Balik Defile Jilid 2

11.04.17

Suara-suara di Balik Defile Jilid 2

by Febrina Anindita

 

Jika sebelumnya Defile menampilkan roster yang memiliki ragam musik mulai dari funk, ambient hingga brazil, jilid kedua ini akan menawarkan selektor yang tidak kalah galak, lengkap dengan kehadiran Gerhan dari Akamady Records sebagai bintang tamu. Kami mendapat kesempatan untuk bertanya beberapa hal kepada salah satu selektor Defile #2, yakni Gonzo aka Duck Dive yang tidak hanya dikenal sebagai produser lagu, tapi juga aktif sebagai DJ. Mulai dari inspirasi musik hingga bagaimana ia meramu tiap lagu, terdapat jawaban bahwa misteri alam memiliki keharmonisan yang tidak dapat digambarkan, namun selalu memiliki daya tarik baginya.

Sebelum aktif sebagai DJ, Gonzo lebih sibuk memproduksi lagu. Apa yang membuat Anda mulai beralih dan mencoba mengeksplorasi diri untuk menjadi DJ?
Duck Dive bermula dari kecintaan saya terhadap musik ambient/new age, sehingga membuat saya untuk memulai project live yang berbasis improvisasi. Dalam hal DJ-ing, unsur “improvisasi” juga sangat digunakan, sehingga membuat saya ingin mempelajari lebih dalam. Selain itu, saya sangat menyukai konsep bahwa pada dasarnya DJ hanya memperdengarkan musik-musik koleksinya, yang mana dari situ akan terlihat ciri khasnya, genre seperti apa spesialisasinya. Beberapa tahun belakangan ini saya banyak mengikuti mixtape dari beberapa DJ luar maupun lokal yang sangat saya gemari, dan hal itu memperkenalkan saya kepada banyak track luar biasa yang membuat saya ingin terus digging, karena tidak akan ada habisnya. Seru!

Seperti apa pendekatan Gonzo dalam proses membuat lagu sekarang? Apakah lebih beat-oriented setelah mulai sering menjadi DJ?
Dalam proses pembuatan lagu Duck Dive di album-album sebelumnya, saya merekam masing-masing track dari tiap lagu menggunakan 4-Track Cassette Recorder yang lalu saya digitalize dan EQ sederhana dengan Cubase. Belakangan ini penggunaan hardware (synthesizer, drum machine, efek, dll.) masih mendominasi dalam produksi sound, tetapi tidak lagi menggunakan 4-Track Recorder karena saya lebih banyak beralih kepada Ableton Live untuk merekam sembari meramu track-track-nya. Saya rasa bisa dibilang sedikit lebih beat-oriented, namun tidak mendominasi. Saya berharap beat akan menambah kompleksitas dari lagunya. Sebagai penghias, bukan pondasinya. Intinya, tidak akan terlalu jauh dari materi saya yang sebelumnya. Hanya akan diwarnai saja.

Mengapa binatang dan laut selalu menjadi hal yang menginspirasi Gonzo dalam membuat musik?
Saya rasa alam masih menjadi inspirasi utama, karena sebagai penyelam kecintaan saya terhadap laut, jelas tidak akan pernah selesai. Selain itu, tema laut, sungai atau hutan juga sangat selaras dengan genre fusion/jazz/new age yang sangat saya sukai. Instrumental, simple namun kompleks, damai, membangkitkan imajinasi.

Hadir dengan genre musik ambient/balearic bernuansa musim panas, apa hal yang mendasari Gonzo dalam membuat musik dengan genre atau nuansa seperti itu?
Unsur alam memang bisa dibilang sudah mendarah daging dalam pembuatan lagu Duck Dive. Sejak kecil saya memang sudah mencintai lagu-lagu instrumental yang bernuansa alam seperti album-album jazz Pat Metheny, Chick Corea, hingga soundtrack film-film dokumenter, program TV pendidikan, dan lain-lain. Saya paling menyukai tema laut, sungai dan hutan karena penuh dengan ketenangan namun mempunyai sisi misteri yang dalam. Belakangan ini saya banyak mengumpulkan album-album new age/jazz/electronica tahun 80-an dari Jepang seperti Yoshio Suzuki, Mu Project, Toshifumi Hinata, Joe Hisaishi. Saya ingin mengarahkan materi saya ke sana.

Apa yang Gonzo harapkan dari semangat Dentum Dansa Bawah Tanah?
Dentum Dansa Bawah Tanah dibuat berdasarkan sebuah keinginan untuk mendokumentasikan sebuah sisi lain dari dunia gemerlap malam, yaitu masa di mana para penghasil musik elektronik arus pinggir dalam negeri, produktif menghasilkan karya-karya yang orisinil dan berkualitas. Saya berharap movement ini dapat selalu mengabadikan semangat para penggiatnya dalam berkarya tanpa dipengaruhi apapun yang terjadi di industri musik besar dan menjadi sebuah monumen bersejarah bagi generasi-generasi berikutnya. Something we can all celebrate in years to come.

Di lain sisi, kami menanyai special guest kali ini, Gerhan, tentang pendapatnya akan musik bawah tanah dengan pengalamannya sebagai DJ dan kesempatan untuk melihat perkembangan party di San Francisco serta tentang kurasi Dentum Dansa Bawah Tanah.

Gerhan mendapat kesempatan untuk tinggal dan melihat perkembangan party di San Francisco pada tahun 90-an serta bermain di beberapa tempat sejak itu. Bagaimana hal tersebut membentuk karakter musik Gerhan?
Untuk dapat tinggal dan merasakan party di era tersebut tentunya itu adalah salah satu unsur yang kuat dalam membentuk dasar karakter musik saya hingga seperti sekarang ini.

Gerhan terafiliasi dengan Akamady, Space Rec. dan juga KOMODO yang semuanya hidup dengan semangat alternatif dan seleksi musik leftfield. Sebagai DJ dan produser, bagaimana Gerhan menyikapi musik alternatif? Apakah hal tersebut memiliki stimulan lebih daripada musik non alternatif?
Menurut saya semua musik adalah stimulan bagi siapa yang menyukainya. Jadi menurut saya selama musik itu bagus alternatif atau non alternatif mempunyai tingkat stimulan yang sama bagi saya.

Melihat terus bertambahnya kolektif DJ yang hadir di sini dengan musik beragam, apakah menurut Gerhan ranah underground sekarang masih bersifat underground?
Ya, pasti masih ada yang bersifat underground. Tetapi tergantung dari pengertian underground itu sendiri.

Bagaimana Gerhan menyikapi latar belakang di balik inisiatif dibuatnya Dentum Dansa Bawah Tanah – mendokumentasikan scene electronic music di Jakarta? Apakah sudah cukup representatif?
Menurut saya sudah cukup baik. Tetapi ini hanya sebagian kecil saja yang baru tercakup, dan mungkin untuk yang berikutnya bisa lebih spesifik lagi dengan kurasinya. Menurut saya masih terlalu general.

Apa yang Gerhan harapkan dari semangat Dentum Dansa Bawah Tanah?
Semoga semakin banyak artis/musisi muda yang dapat melahirkan musik-musik underground baru yang berkualitas dari Jakarta (tertawa).

Defile #2
Kamis, 13 April 2017
Gueens Head
21:00

Harvy, Android 18, Django, Duck Dive
Special guest: Gerhan (Akamady Records)

Gratiswhiteboardjournal, logo

Tags