Quick Review: Tschick

04.05.17

Quick Review: Tschick

by Muhammad Hilmi

 

Teks oleh Muhammad Faisal
Foto KITAG Cinemas

Tak ada yang meragukan reputasi Fatih Akin sebagai salah satu sineas jempolan di Benua Biru. Rekaannya terbentang sepanjang permadani pujian yang menyediakan kepastian kualitas. Menyimpan kritik universal terhadap fenomena sosial maupun merayu humanisme dalam cekung realitas. Cannes dan Locarno sudah merapatkan barisan pertanda sepakat mengakui kapasitasnya di atas penahbisan.

Film terbarunya yang berjudul Tschick (Goodbye Berlin) menjadi bukti terkini. Menuturkan cerita perjalanan sepasang remaja ingusan, Maik Klingenberg (Tristan Gibel) dan Andrej ‘Tschick’ Tschichatschow (Anand Batbileg), Fatih berupaya menjangkau daratan kesederhanaan ponten yang dibentuk lewat persepsi lingkungan sekitar. Menumpangi mobil Jeep berwarna putih hasil curian, mereka melakoni petualangan melintasi kawasan perbatasan seraya berharap menemukan pelarian yang menyenangkan.

Tschick menempatkan plot yang simplistis. Dua pecundang berkelana dan akhirnya meraih hikmah masing-masing laksana pengalaman terbaik sejauh hikayatnya. Fatih kiranya tak perlu menerapkan formula baku atau narasi surealisme saat mengisahkan babak demi babak. Selama durasi berjalan, kita akan disuguhi lelucon ringan yang kelak mengaduk tawa sampai ditakjubkan keelokan lanskap daratan hijau di bumi sana.

Menyaksikan Tschick sepintas mengingatkan pada dokumentasi Soul Kitchen dengan tambahan premis filsafat The Edge of Heaven yang dikerjakan Fatih di medio 2007 hingga 2009. Mengendus keliaran, menelisik sarkasme, serta mengenyahkan beban kenyataan.

Fatih Akin | Tristan Gobel, Aniya Wendel, Justina Humpf, Anand Batbileg | Lago Film, Studiocanal Film | Germany | 93 minutes | 2016whiteboardjournal, logo

Tags