Membaca Manusia dan Kemanusiaan dalam Humanz

17.05.17

Membaca Manusia dan Kemanusiaan dalam Humanz

by Febrina Anindita

 

Teks oleh Ditya N. Subagja

Foto Various

Sudah beberapa minggu sejak Humanz dirilis dan diperdengarkan. Beberapa video animasi khas juga telah mewarnai kanal YouTube sebulan terakhir ini. Setiap telinga dan jiwa memiliki kesan masing-masing untuk memaknainya.

Albarn dan Hewlett masih mengemas album Gorillaz seperti keseluruhan karya sebelumnya yang banyak menggaet banyak musisi dan talenta dari seluruh dunia. Album ini mencantumkan 24 nama kolaborator yang beberapa di antaranya adalah Vince Staples, Peven Everett, Popcaan,D.R.A.M., dan Jehnny Beth serta keterlibatan Noel Gallagher yang turut berbagi panggung dengan Albarn saat konser Gorillaz bulan lalu. Proyek musik Albarn dan Hewlett yang dimulai dari 2 dekade lalu seakan ingin mewujudkan gagasan ‘The world’s greatest band’ yang mereka pertahankan untuk selalu menggiring barisan artis yang variatif.

Setelah fantasi akan peperangan dan perilaku konsumerisme serta masyarakat millennial dilukiskan oleh album The Plastic Beach, muatan gelap Humanz menarasikan perubahan politis dunia yang terkesan tersegregasi. Kurang lebih ketakutan Albarn saat Trump terpilih serta bangkitnya individualisme menjadi ironi yang nyata saat album ini dirilis. Lewat judulnya tertanam pesan tegas tentang manusia dan kemanusiaan yang kini menghadapi fase baru.

Beberapa mungkin masih kecewa karena hype album ini nyatanya tidak menghadirkan nuansa musik yang menghasilkan kekuatan anthemic seperti pada dua album pertama mereka. Banyak yang mengharapkan Albarn mengambil porsi vokal dan menuangkan senandung yang layak dilagukan lagi seperti dalam salah satu lagu terbaik mereka ‘Feel Good Inc.’, tetapi nyatanya bangunan musik belasan tahun lalu itu tidak diulang. Di sinilah justru musikalitas dan muatan pesan yang Humanz emban mengambil jalan yang sama, menghentikan romantisisme dan melakukan transisi yang berarti. Masih ada beberapa nuansa lagu yang kuat seperti pada potongan lirik repetitif “The Sky’s falling, baby drop that ass ‘fore it crash” yang dinyanyikan Vince Staples dalam lagu Ascension. Bagi beberapa telinga yang terlalu akrab dengan nuansa Demon Dayz, jelas ada keraguan untuk menerima Humanz yang instrumen dan nuansa musiknya lebih club.

Di luar musikalitasnya, muatan Gorillaz juga dapat dicermati lewat visual yang lebih sederhana. Mengambil video musik yang lebih canggih, dunia yang 2D, Murdoc, Russel, dan Noodle jalani dalam video lebih nyata dan dengan memberi visual keseharian tentang kota, masyarakat urban, dan fantasi sederhana akan rumah horor. Lebih jauh, masih ada edisi Deluxe Vinyl Box Set yang rencananya baru akan dirilis Agustus nanti, memuat beberapa lagu baru yang belum pernah didengarkan untuk menjadi track tambahan pada album baru mereka ini. Lengkap dengan sebuah Artbook, bisa jadi kemasan ini nantinya memberi muatan tekstual yang mendukung pesan satir dari Humanz seperti saat merilis album pertama ketika mereka juga memuat sebuah buku berjudul Rise of The Ogre! yang menarasikan kisah fiksional para karakter Gorillaz. whiteboardjournal, logo

Tags