Review: Fazerdaze Live in Jakarta

23.10.17

Review: Fazerdaze Live in Jakarta

by Muhammad Hilmi

 

Dua-tiga tahun terakhir, ada gejolak baru di skena musik. Gejolak itu berwujud dalam kehadiran band-band baru yang muncul dengan identitas kuat perempuan di dalamnya. Ini jelas bukan hal baru, tapi yang paling menyenangkan adalah kuantitasnya yang bertambah – dan dengan itu – semakin banyak pula warna di dalamnya. Tahun lalu, ada Mitski, Mourn, Mannequin Pussy, Strange Relation, Weyes Blood, hingga Noname yang menempati titik-titik tertinggi album terbaik 2016. Tahun ini pun sama adanya, sepuluh bulan berjalan, telah banyak musik bagus lahir dari tangan dan pikiran perempuan. Amelia Murray adalah salah satu yang menyumbangkan suara.

Bermain dengan moniker Fazerdaze, Amelia adalah salah satu talenta terbaik yang tumbuh di antara pegunungan Selandia Baru. Musiknya sederhana namun tajam mengena. Rilisan penuh pertamanya, “Morningside” dengan mudah menjadi album yang menyenangkan dan memorable, bahkan saat kali pertama mendengarkannya. Meski begitu, cukup mengejutkan saat mengetahui tiket konser ludes selang beberapa hari sejak penjualan. Ini menunjukkan bahwa ada permintaan yang tinggi pada fresh talents untuk bermain di Jakarta, juga kejelian tiga kolektif, 630 Recordings, Noise Whore dan Studiorama untuk membawa Amelia pulang ke separuh pertiwinya (di akhir tahun ketiga kolektif ini akan mengundang unit noise rock seminal, A Place To Bury Strangers). Tapi poin terbaik konser ini bukan di situ.

Poin terbaik dari konser sabtu malam kemarin ada pada bagaimana line-up band yang tampil merepresentasikan gejolak baru skena musik yang juga sedang berkembang di lokal. Tiga band yang dipersilakan tampil adalah band dengan vokalis/gitaris perempuan yang tampil dominan. Sharesprings – salah satu representasi indie pop Jakarta terbaik menurut kami – tampil sebagai pembuka. Grrrl Gang – band muda potensial asal Yogya – tampil berikutnya. Ini adalah statement, sekaligus motivasi yang menarik – dengan memberikan panggung pada perempuan-perempuan ini, penonton diajak untuk melihat bahwa ada kesempatan yang sama bagi semua untuk berkarya. Poin ini kemudian digarisbawahi dengan tebal oleh Amelia dan kawan-kawan saat mereka membawakan lagu penutup yang membuat lantai atas Rossi bergetar dengan semua pengunjungnya – baik laki-laki maupun perempuan – sejenak melupakan bias gender dan melafalkan lirik lagu “Lucky Girl.”

Sepanjang dan sesudah acara, ada binar pada mata dan senyuman Amelia. Sepertinya ia puas dan bahagia dengan penampilannya di Jakarta. Rasa-rasanya senyum yang sama juga akan dengan mudah ditemukan pada paras semua penontonnya. whiteboardjournal, logo