Nada dari sisi Timur Pulau Jawa

Column
19.11.15

Nada dari sisi Timur Pulau Jawa

Nama-nama yang Patut Dicermati dari Malang dan Surabaya

by Muhammad Hilmi

 

Ada angin segar yang berhembus dari sisi timur pulau Jawa beberapa waktu belakangan. Dalam skala yang paling besar, album dan panggung dari Silampukau yang telah memesona banyak mata dan telinga, membuka jendela baru bagi musik dari kota Surabaya. Dalam level yang sedikit lebih mikro, ada pula semangat baru yang diusung oleh anak-anak muda di Malang yang mulai dilirik lagi berkat keberagaman warna musik yang diusung. Perkembangan ini cukup segar dan cukup bisa menjadi pengingat bahwa ada banyak hal yang terjadi di luar seputaran Bandung dan Jakarta.

Jawa Timur dalam hal ini, sedang berada pada masa panen bagi kemunculan musik-musik menarik yang menawarkan penyegaran baru bagi perkembangan scene musik di Indonesia. Dengan Surabaya dan Malang, dua kota besar yang menjadi simbol representasi pergerakannya, potensi ditunjukkan melalui berbagai pendekatan yang diangkat muda-mudi di sana dalam tata nada dan suaranya. Beberapa paragraf berikut akan berisi nama-nama muda yang patut dicermati perkembangannya diantara arus angin segar sisi timur pulau Jawa ini.

Cotswolds
Cotswolds adalah anomali yang menyenangkan dari Surabaya. Dikenal sebagai kota dengan suhu yang tinggi, kuartet ini menghasilkan musik dengan temperatur yang cukup kontras dengan panasnya iklim Surabaya. Menggabungkan dinginnya irama post-punk dengan dengung reverb a la shoegaze, Cotswolds menawarkan arahan baru pada genre ini. Sebuah EP dan rekaman live yang dirilis secara free download oleh netlabel peranakan dari yesnowave, Tsefula/Tsefuelha Records menjadi penanda mengenai kualitas kuartet ini. Cukup menarik untuk menunggu materi baru mereka yang kabarnya akan dirilis sebagai sebuah split dengan band muda asal Jakarta.

Dopest Dope
Sebenarnya, musik yang dimainkan oleh Dopest Dope tidak sepenuhnya baru. Dengan modal dasar musik indie rock berdistorsi gitar tebal yang akan mengingatkan pada geek-rock Americana seperti Weezer era Blue Album, The Rentals, Hot Rod Circuit, Jimmy Eat World, hingga The Dandy Warhols, Dopest Dope memang bukan pionir pada genrenya. Akan tetapi, pendekatan mereka yang cukup unik dalam mencampurkan sensasi sendu dengan ceria pada lagu ditambah dengan penggunaan imaji bertema sci-fi semakin menguatkan karakter band yang berdiri pada tahun 2013 ini. Setidaknya, Dopest Dope bisa menjadi teman yang cukup seru sembari menunggu kalau-kalau nanti The Adams ada album baru.

Pathethic Experience
Mungkin, Pathethic Experience adalah unit yang mampu meneruskan semangat Silam Pukau dalam menciptakan musik yang memberi gambaran tentang Kota Surabaya. Bedanya, bila Silam Pukau menceritakannya melalui lirik mereka yang seperti gabungan antara cuplikan berita dari surat kabar lokal dengan puisi tentang kesederhanaan, Pathethic Experience menyampaikan kisah tentang Surabaya lewat kolaborasi bunyi dari teduhnya instrumentalia dua gitar akustik. Permainan duo gitar yang saling menggenapi satu sama lain dengan bebunyian yang mengundang pengaruh dari musik tradisional, termasuk juga sedikit aroma melodi a la keroncong pada beberapa lagu, mengajak pendengar untuk merasakan suasana sore hari selepas hujan turun di pinggir Jembatan Merah dengan wangi kuah rawon yang menenangkan.

Assasinos
Jika Jakarta memiliki Maverick sebagai beat maker muda yang handal, Surabaya punya Assasinos yang bisa dilihat sebagai masa depan yang cukup menarik bagi scene hip-hop lokal. Dalam sebuah kesempatan, Assasinos menjadi bagian dari The Worldwide Cypher Vol. 1, sebuah project album hip-hop yang melibatkan produser dari New York,Perancis, Mekkah, hingga Indonesia. Garis besar karya Assasinos berada pada musik boom bap dengan nuansa chill namun dengan kepekaan sosial yang cukup tinggi. Yang menarik, dalam beberapa track yang diunggah pada akun soundcloudnya, selain track instrumental dan puisi yang mengisi karya karya-nya. Assasinos juga melakukan eksperimentasi dengan elemen tradisi lokal Jawa yang berhasil-dalam artian tidak lantas terjebak dalam eksotisme.

Mooikite
Pengaruh musik alternative-grunge terasa sangat kuat pada musik Mooikite. Hal ini bisa dirasakan pada distorsi gitar dan riff pada lagu-lagu mereka, sebuah hal yang sepertinya banyak juga dilakukan oleh band-band dari Indonesia yang memang agak susah untuk move-on dari tren musik 90’an itu. Yang membedakan Mooikite diantara band semacam adalah keberanian mereka untuk menerapkan pendekatan yang cukup berbeda pada komposisi lagunya. Sebuah hal yang mereka gali dengan semakin seksama pada album Strange Invitation, dimana nama-nama seperti Quicksand, The Jesus Lizard hingga At The Drive In menjadi inspirasi. Cukup masuk akal jika kemudian, term post-hardcore menghampiri unit ini.

Dandy Gilang
Beberapa waktu terakhir, ada sebutan tentang Malang sebagai midwest-nya Indonesia. Julukan ini mengacu pada bagaimana Kota Malang menghasilkan musik-musik berkonsep midwest emo (gabungan gairah musik hardcore, kecerdasan indie-rock dan sensibilitas emo) secara berkualitas. Bisa dibilang, salah satu muara dari tumbuh kembang tren ini menyeruak pada musik Dandy Gilang. Melalui project solo-nya, Dandy menunjukkan esensi genre ini dengan baik dan benar. Canggihnya, Dandy mampu menerjemahkan musik ini secara akustik maupun full band dengan sama baiknya. Ada pula kualitas yang cukup distinctive pada lirik ciptaannya yang merangkum dengan sempurna anxiety umur awal 20-an, tak terlalu menggerutu, tapi justru ada kepekaan yang cerdas di situ. Di luar proyek musik solo ini, Dandy juga bernyanyi di Write The Future, sebuah band pop-punk muda berkualitas, dan Much, unit musik yang mengaburkan batasan antara pop-punk dan twee pop (bayangkan versi sweet dari Lemuria, Tigers Jaw atau Chumped), dua alter ego ini juga lebih dari sekedar layak untuk disimak lebih jauh dengan segala ulasan positif yang telah diterima oleh keduanya.

Beeswax
Jika Dandy menaruh batu-batu pertama pada revival second wave emo di Malang, Beeswax adalah nama yang kemudian semakin menancapkan bendera midwest rock di Kota ini. Melalui lagu-lagu bikinannya, Beeswax mengangkat kembali aroma American Football, Braid, juga sedikit The Promise Ring. Percampurannya pas, takaran pengaruh pada setiap lagunya tak berlebihan tak juga kurang, membuat pengalaman mendengarkan Beeswax terasa seperti nostalgia, namun juga membuka pintu pada nuansa-nuansa baru. Album perdana yang akan dirilis oleh Barongsai Records yang juga berasal dari Malang pada bulan ini menjadi salah satu album yang diantisipasi, terutama bagi penggemar genre ini. Bagas Yudiswa, otak dibalik moniker Beeswax ini juga bermain pada beberapa band lain yang juga patut untuk didengarkan, salah satunya adalah Frezzer yang memainkan alternative-indie rock yang akan mengingatkan pada Yuck.

Megatruh
Mengambil nama dari salah satu tembang atau puisi tradisional Jawa yang bercerita tentang tindakan menghindari perbuatan nista, Megatruh cukup mampu menterjemahkan filosofi tersebut pada lagu-lagu mereka. Ada spiritualitas yang terasa diantara desing gitar dan eksplorasi bunyi muram yang menjadi inti pada lagu-lagu karya mereka. Lirik berbahasa Indonesia dengan dialek puitis semakin menguatkan elemen kesusastraan pada karakter unit ini. Tentunya karakter ini cukup menonjol diantara band lokal yang mayoritas masih kesusahan untuk menyanyi dalam Bahasa Indonesia.

Guttersnipe
Meskipun cukup sering bermain di acara grunge, sebenarnya Guttersnipe memiliki elemen-elemen yang lebih dalam musik mereka. Jika Megatruh akan mengingatkan kepada Sonic Youth, maka Guttersnipe secara lebih spesifik akan membawa pendengarnya pada sisi yang lebih agresif dari genrenya, seperti yang dilakukan oleh Drive Like Jehu, dan kawan-kawan. Nuansa ini juga sangat bisa dirasakan pada penampilan live mereka yang raw, berisik, dan intense. Terutama melalui permainan gitaris/vokalis Pras yang hingar bingar dan pukulan drummer Hendra yang terkadang ganjil. Meski direkam secara live, materi-materi yang telah diunggah pada akun soundcloud mereka terdengar cukup proper dan bersih, membuat potensi mereka terbentang dengan lebih gamblang, sebuah hal yang kadang sulit ditemukan pada musisi yang bermain pada aliran ini.

Gufo
Tren musik stoner/doom berkembang cukup masif pada scene musik ‘berat’ di Indonesia dengan berjamurnya unit-unit baru juga lama yang mengadaptasi genre ini pada karyanya. Gufo adalah respon sekaligus salah satu representasi dari arek-arek Malang terhadap gaya musik ini. Satu lagu berdurasi delapan menit yang bisa didengar melalui akun soundcloud mereka adalah buktinya. Sangat direkomendasikan bagi pendengar album Sleep – Dopesmoker dan Om era Advantic Songs. Sepertinya, akan cukup seru bila membayangkan suatu saat nanti Gufo mengeluarkan split album dengan Sigmun.

Harass
Semenjak tiba-tiba muncul melalui split album bersama band ((…)) aka Three Dots In The Brackets yang dirilis pada tahun 2012, informasi mengenai identitas personel dari unit ini tak diketahui hingga sekarang. Bahkan rahasia ini terus terjaga ketika mereka mengeluarkan dua single pada tahun 2013 dan 2014. Kabarnya pula, mereka tak berkenan ketika diundang untuk bermain secara live. Segala persona dan rahasia ini sebenarnya tidak terlalu penting bila hanya menjadi gimmick bagi musik mereka, untungnya pada kasus Harass, musik mereka berkualitas. Gabungan antara ambient, doom dan drone pada materi yang sepertinya selalu mengisi setiap tahunnya selalu sukses dalam menciptakan suasana dingin, dan geram yang mencekam. Kebetulan pada 2015 mereka belum merilis materi baru, akan sangat menarik untuk menunggu kejutan dari malang’s best kept secret ini di akhir tahun.

Simak juga katalog Haum records yang berisi musisi-musisi muda penuh potensi dengan berbagai pendekatan genre.

“Nada dari sisi Timur Pulau Jawa” ditulis oleh:

Muhammad Hilmi
Management editor and ace journalist at Whiteboard Journal. His passion in music and the arts inspired him to be involved in multiple creative projects, including his own publication and record label.whiteboardjournal, logo