Malam Gembira

22.08.17

Malam Gembira

by Febrina Anindita

 

Foto: Hafitz Maulana

Ada beragam respon ketika melihat video promosi Malam Gembira yang bertebaran di salah satu kanal media sosial, salah satunya adalah penasaran dan hal tersebut terbayar pada tanggal 18 Agustus 2017 lalu. Berusaha untuk menghidupkan kembali pesta musik ala tahun 80 dan 90-an yang dipenuhi dengan penari berkostum meriah dan lagu-lagu berenergi, Swara Gembira sebagai suatu kolektif musik lokal di balik jalannya acara ini, patut mendapat apresiasi atas kegigihannya dalam mengumpulkan musisi dari tahun 80-an guna menghidupkan kembali romantisme lagu lawas Indonesia.

Bertempat di The Pallas, Faigrounds yang memiliki desain ruang dengan panggung lega dan dome dilengkapi layar di selanya, wajar jika penonton yang datang tergugah dengan vibe klasik malam itu. Namun, yang mengagetkan adalah demografi penonton yang datang sungguh variatif, mulai dari mereka yang menikmati masa muda di tahun 80-an hingga anak muda berumur 20-an yang kini keranjingan disko.

Malam itu merupakan malam yang panjang bagi mereka yang gigih ingin berada di bibir panggung, dan sebentar bagi yang datang ketika bulan sudah tinggi. Pintu dibuka sejak jam 18:30 namun penonton berbondong-bondong sudah mengantri sejak jam 18:00, sehingga Irama Nusantara serta Semarak Nada langsung menghibur dengan seleksi lagu jadul Indonesia yang mampu memanaskan suasana sebelum panggung diisi oleh deretan penyanyi dan penari. Setelah menunggu cukup lama, tepat sebelum jarum jam menyentuh 21:30 deretan penari Kinarya GSP memenuhi penggung dan sontak penonton bergemuruh menyambut mereka. Tiap gerakan dan ekspresi yang ditampilkan menunjukkan betapa ajaibnya imajinasi Guruh Soekarno Putra dalam menciptakan suatu karya begitu megah dan hidup – tidak hanya pada masanya, tapi hingga hari ini.

Satu per satu Vina Panduwinata, Kadri Mohamad, Bornok Hutauruk, hingga Djajoesman Junus meramaikan panggung dengan energi besar. Vokal Vina jelas masih prima, pun ketika “Anak Jalanan” dinyanyikan Kadri sembari melompat dari kanan ke kiri panggung, vokalnya masih stabil. Beralih ke aransemen funk/samba, lagu “Rinai Hujan” membuat penonton di depan panggung tidak segan untuk bergoyang mengikuti antusiasme Bornok. Bahkan Guruh dan tamu antara lain, Christine Hakim, ikut bersorak ketika lagu ini dinyanyikan, suatu kelangkaan bisa berasa dalam 1 ruangan dengan mereka dan melihatnya ikut berdansa.

“Zamrud Khatulistiwa” berhasil meremangkan bulu kuduk ketika Keenan Nasution menyanyikannya dengan syahdu dengan secercah harapan bahwa Chrisye masih ada dan bisa bergabung malam itu. Chaseiro tampil berikutnya dengan “Rio De Janeiro” dan menghasilkan koor dari seluruh sudut ruangan dan kejutan tidak sampai di situ karena Candra Darusman bergabung ke panggung tanpa dikira, membuat penonton semakin riuh, pun di atas panggung. Begitu banyak highlight yang terjadi malam itu, belum lagi “Smaradhana” oleh Glenn Fredly yang menghidupkan nostalgia cita cinta musik Indonesia – manis tanpa pretensi.

Namun, belum lengkap rasanya jika “Keranjingan Disko” tidak dimainkan, dan Rekti Yoewono lah yang mendapat kesempatan ini. Hadir dengan nuansa rock, lagu ini seakan dihidupkan untuk mengajak muda mudi ajojing bersama. Walau lagu tersebut dibuat puluhan tahun lalu dikarenakan Guruh merasa terusik dengan konsep disko sebagai pesta eksklusif, rasanya perkataan beliau bahwa, “Disko bisa dinikmati oleh segala kalangan, bukan hanya orang gedongan,” patut diamini hingga hari ini. Vira Talisa dan Kunto Aji pun hadir menyanyikan 2 lagu, salah satunya “Galih & Ratna.” Tidak ketinggalan trio Aimee Saras, Bonita dan Sari yang tampil dengan balutan kebaya cantik untuk lagu “Hura-Hura.”

Namun, di antara kemegahan lagu yang berturut-turut menggemparkan isi The Pallas, adalah “Melati Suci” yang dinyanyikan oleh Tika Bisono yang mampu menimbulkan rasa haru. Hanya dengan warna putih, aransemen syahdu dan tarian dari Swara Maharddhika, lagu yang digubah oleh Candra Darusman ini patut diakui kesakralannya.

Memukau adalah kata yang tepat untuk menggambarkan Malam Gembira. Walau terdapat kekurangan di beberapa hal, namun apresiasi dilayangkan kepada Swara Gembira atas pagelaran musik yang indah dan tentunya ambisius. whiteboardjournal, logo

Tags