Laneway Festival Singapore 2018

01.02.18

Laneway Festival Singapore 2018

Yang Membekas di Ingatan

by Febrina Anindita

 

AMELIA VINDY

Amateur Takes Control
Sebagai unit yang memainkan musik post-rock, Amateur Takes Control menepis jauh bayangan membosankan ketika menyaksikan penampilan mereka. Permainan solid nan progressive dari band ini sangat mencuri perhatian banyak penonton termasuk saya pada hari itu.

HEALS
Ada pengalaman berbeda ketika melihat band nu-gaze asal Bandung ini bermain di atas panggung megah dengan kualitas sound yang memadai. Sempat beberapa kali melihat penampilannya di gig lokal namun baru kali ini saya bisa menyaksikan aksi panggung yang maksimal dari HEALS.

The War on Drugs
Sebagai seorang fans, melihat aksi panggung secara langsung merupakan sebuah momen berharga, apalagi ketika didukung dengan penampilan yang maksimal. Baik dari segi produksi seperti sound, tata panggung hingga tentu saja permainan musiknya. Melihat penampilan Adam Granduciel dan teman-teman malam itu cukup membius dan sangat sulit bagi saya untuk tidak memejamkan mata agar bisa merasakan seluruh vibe yang diberikan oleh aksi panggungnya malam itu. Tanpa banyak basa-basi, sebagai band penutup malam itu Adam terus menggempur setnya. Saya tidak bisa berkomentar soal bagaimana permainannya karena mereka tahu betul bagaimana memberikan penampilan maksimal yang akan membekas di hati para penonton malam itu. I’m out of words.

M. HILMI

Amateur Takes Control
Selalu menyenangkan menemukan band berkualitas dari negeri tetangga, terutama dari seputar Asia Tenggara – mungkin karena ada kedekatan geografis dan rasa familarity karena rumpun yang sama. Pertama kali menemukan band ini sekitar 2-3 tahun lalu di bandcamp, dan langsung kena di lagu “Communication Downbreak”, sayangnya saat itu mereka sedang vakum. Ketika Laneway mengumumkan Amateur Takes Control menjadi salah satu penampil, cukup antusias. Senang sekali saat antusiasme ini terbayarkan dengan penampilan mereka yang solid. Dua personil baru dari unit metalcore Singapore, Caracal menambah kekayaan bunyi dan dinamika di lagu mereka. Akan seru kalau suatu saat mereka tur ke Indonesia dan bermain di Bandung.

Slowdive
Sejak awal panggung Laneway dipentaskan di Singapura, selalu ingin untuk berangkat, namun karena banyak alasan, akhirnya baru kesampaian tahun ini. Slowdive adalah alasan utama yang memantapkan kepergian kemarin. Selain memang cukup menggemari tipe musik yang mereka mainkan, saya juga sangat puas album terbaru Slowdive. Sebelum melihat penampilan mereka di panggung, sempat ikut di sesi interview bersama para personilnya, dan terasa bahwa mereka adalah sosok-sosok sederhana yang bermain musik bukan untuk pretensi tertentu – padahal jika mau, dengan status mereka sebagai legenda sah-sah saja bila mereka agak berjarak dengan fansnya. Pesona itu juga hidup di panggung, dimana mereka tampil dengan tak banyak neko-neko (Neil Hastead tampaknya belum ganti topi sejak tahun lalu) dan membiarkan musiknya yang berbicara dan menyentuh pendengarnya. Akan mau nonton Slowdive lagi jika ada kesempatan.

Father John Misty
Jika ada pilkada serentak di skena musik tahun 2018, saya rasa Father John Misty adalah salah satu kandidat terkuatnya. Karismanya menonjol kuat diantara sorot lampu panggung dan mesin asap. Vokalnya pun stabil dan enak di telinga, membuat romantis dan sekaligus sinisme yang ada di liriknya terasa indah namun pahit di saat yang bersamaan.

ALYUADI FEBRIANSYAH

Anderson .Paak & The Free Nationals
Meskipun ada gangguan teknis di awal setnya, hal tersebut tidak sedikitpun mempengaruhi keseluruhan penampilannya pada malam hari itu. Walaupun saya menyaksikan aksi panggungnya dari kejauhan, kepala saya tidak henti-hentinya mengangguk mengikuti irama musiknya. Permainan drum .Paak sangat-sangat memukau!

Slowdive
Rachel Goswell sangat cantik malam itu. Souvlaki Space Station gave me goosebumps!

Wolf Alice
Saya sangat menantikan untuk bisa melihat aksi panggung Wolf Alice yang dinobatkan sebagai penampilan terbaik di tahun 2016 versi Paste Magazine. Walaupun di awal set, sound yang disajikan belum sepenuhnya sempurna (sekitar 3-4 lagu). Tetapi secara keseluruhan penampilan mereka malam itu cukup menginspirasi saya.

MARINE RAMDHANI

Slowdive
Saya sudah menyukai musik mereka sejak dulu, meskipun awalnya saya menyukai Ride terlebih dulu. Bagi saya, kapan lagi bisa melihat penampilan mereka, ditambah punya kesempatan untuk duduk bersebelahan, berbincang, dan berbagi sebungkus rokok dengan salah satu gitarisnya, Neil Halstead ketika berada di hotel.

Mac DeMarco
Jujur, alunan musiknya sedikit baru di telinga dan saya tidak begitu ngeh saat Mac DeMarco mampir ke Jakarta. Dan saat kemarin sempat menyaksikan aksi panggungnya, saya merasa sudah berada di era baru rupanya!

HEALS
Rasanya tidak ada alasan untuk tidak memilih mereka, karena jujur saya banyak belajar dari band ini. Hal ini tidak semata-mata karena mereka adalah salah satu roster FFWD, namun karena memang banyak sekali pengalaman bersama HEALS, seperti dalam bereksplorasi, kontribusi, mempelajari berbagai sistem baru hingga tentang pengaturan emosi. Selain itu saya juga menyukai musik shoegaze, sehingga rasanya seperti bermimpi bisa sampai ada di Laneway bersama mereka. Melalui band ini, saya sadar bahwa sudah ada skena musik lain di depan dan saya merasa sudah berada sedikit di dalamnya.

RENO NISMARA

Slowdive
Alasan utama saya menghadiri festival musik ini. Walau sudah menonton mereka dua kali sebelumnya, rasa kagum saya dalam menyaksikan langsung penampilan Slowdive tidak berkurang sedikit pun. Rachel Goswell berkilau di atas panggung, baik secara harfiah (busananya betul-betul berkilau) maupun kiasan.

The War on Drugs
Saya senang Laneway masih memberi ruang bagi band rock yang cenderung keras kepala di antara aksi-aksi elektronika kekinian. Bahkan di sepanjang gelaran Laneway cabang Singapura tahun ini, The War on Drugs adalah band dengan tata suara paling matang. Lalu dua hari kemudian, mereka memenangkan Grammy untuk kategori Best Rock Album. Santai.

Aldous Harding
Dengan busana serba putih dan persona yang menyihir, Aldous Harding menyuguhkan penampilan paling unik pada Laneway Singapura 2018. Ia bermain gitar sambil membungkuk layaknya Quasimodo, suaranya melengking tinggi, kedua bola matanya terkadang lenyap akibat penjiwaan maksimal yang mungkin saja dibuat-buat sebagai aksi panggung. Masih terngiang hingga sekarang.

ARIAN ARIFIN

Slowdive
Sangat bagus. Tapi dibandingkan tahun 2014, sekarang performa Rachel Goswell sepertinya lebih lepas, she was pretty much dancing all of the time. Saya juga memang menunggu lagu-lagu barunya dibawakan, rasanya “Star Roving” kalau bisa dibawakan 2x nampaknya saya akan senang-senang saja (tertawa). Agak berharap “No Longer Making Time” dari album barunya dibawakan, namun sayangnya tidak. Dan rasanya agak kena tanggung karena hanya membawakan 9 lagu dalam 1 jam. Walaupun festival, saya kira Slowdive akan menjadi headliner. Apparently The War on Drugs is bigger today.

ANIDA BAJUMI

Slowdive
Walaupun ini kedua kalinya saya menyaksikan Slowdive, mereka tetap mampu membuat saya berlinang air mata karena penampilannya yang megah. Suara indah Rachel Goswell selalu berhasil menghipnotis penonton, apalagi ketika mereka membawakan “Golden Hair” milik Syd Barrett sebagai penutup set. Sempat ada momen ketika Rachel menyanyi lebih cepat dari seharusnya di lagu “Crazy For You” dan langsung tersenyum ke arah Neil Halstead. Momen tersebut membuat saya sadar bahwa bagaimana pun, Slowdive juga manusia.

Anderson .Paak & The Free Nationals
Jujur, saya belum terlalu mendengar banyak lagu dari .Paak sebelumnya, namun penampilan mereka di Laneway Festival kemarin mampu membuat saya bergoyang. Sampling-sampling yang ia gunakan juga sangat luar biasa, ada Snoop Dogg dan kalau tidak salah dengar ada juga dari Gorillaz. Saya cukup terpana melihat dia nge-rap sambil bermain drum. Nafasnya kuat juga ya.

Rolling Blackouts Coastal Fever
Set mereka di Laneway Festival kemarin merupakan kali pertama saya mendengar musik mereka. Penampilan yang energik begitu memukau dan menyenangkan. Sayang sekali saya hanya menyaksikan setengah set penampilan mereka karena kalah dengan sinar matahari.

FEBRINA ANINDITA

Anderson .Paak & The Free Nationals
Pertama kali jatuh cinta dengan penampilannya justru dari NPR Music Tiny Desk Concert di tahun 2016 dan sejak itu berharap untuk bisa menontonnya live. Jadi saat mendapat kesempatan untuk melihat langsung di Laneway Festival Singapore 2018, ekspektasi saya terbayar – bahkan melebihi standar yang saya bayangkan. Vokalnya stabil ketika bernyanyi dibarengi bermain drum, stage act energetic, seksi dan magnetic. Ditemani dengan The Free Nationals yang bermain sangat groovy nan soulful, malam itu menurut saya mereka menjadi highlight di antara deretan musisi lainnya. Hal ini terbukti dari banyaknya tangan yang terangkat ke udara dan mengikuti beat yang dilantunkan mereka.

Aldous Harding
Jujur saya tidak memasukkan Aldous Harding dalam deretan nama yang ingin saya tonton, tapi ternyata ia menampilkan suguhan yang membius karena penonton saat itu terlarut dengan musiknya. Gestur unik dan ekspresi wajah yang intens berbanding terbalik dengan vokal yang kadang terdengar ‘manis’ (jika kalian tipe yang lebih suka mendengar audio dan tidak terlalu peduli visual, kalian tahu apa yang dimaksud di sini). Walau minim obrolan di antara lagu, musiknya berhasil menciptakan ‘dialog’ relijius.

Slowdive
Sebenarnya kalau dihitung-hitung, album mereka tidak ada yang benar-benar sampai ke kuping saya karena saat itu saya baru lahir dan masih batita, kecuali album terbarunya (tertawa). Tapi malam itu ketika berdesakan di antara penonton ambisius dan terkena curah gerimis mengundang, saya paham kenapa mereka digilai. Seandainya durasi penampilan bisa berlangsung lebih lama, mungkin sepulang dari Singapura saya akan mengecat rambut dan memotongnya jadi bob. Walau terlambat mau jadi Rachel Goswell, tapi itulah yang namanya starstruck. Sepanjang set saya dibuat tersenyum.whiteboardjournal, logo

Tags