kunjungi situs German Cinema untuk mendapatkan jadwal penayangannya."/>

Selection: German Cinema

07.09.15

Selection: German Cinema

8 Film menarik di acara German Cinema.

by Ken Jenie

 

Beltracchi (2014)
Anne Birkenstock

Adalah sebuah film dokumenter yang mengangkat kisah hidup dari Wolfgang Beltracchi, salah seorang pemalsu lukisan paling dikenal di dunia. Dalam aksinya,Beltracchi telah memalsukan karya-karya seniman dunia seperti Kees van Dongen, Max Ernst, hingga Fernand Léger. Film ini mengalir ringan melalui kisah yang dituturkan langsung oleh Beltracchi dan beberapa tokoh seni kenamaan. Jika boleh membandingkan, Beltracchi menyuarakan hal yang kurang lebih sama dengan film karya Banksy, “Exit Through the Gift Shop”, namun dalam perspektif yang lebih menyolok. Untuk mempertanyakan sebuah premis yang cukup menarik kepada penonton, yakni mengenai esensi orisinalitas di era copy paste.

Suck Me Shakespeer (2013)
Bora Dagtekin

Memang, plot film ini bukan hal yang sepenuhnya baru, telah ada beberapa film yang mengangkat inti cerita yang cukup mirip dengan film ini. Tapi memang, kisah komedi mengenai guru bengal yang mengacau di sekolah selalu menarik untuk menjadi bahan cerita. Dan, film ini jelas menjadi salah satu yang berhasil dalam mengolah segala potensi tersebut menjadi sebuah film yang tak menggelitik, namun juga mampu membalikkan sinisisme mengenai genre komedi yang nyaris slapstick ini. Sang sutradara dengan cerdas meletakkan porsi komedi pada titik-titik yang tepat sehingga secara keseluruhan menonton film ini adalah sebuah pengalaman yang menyenangkan. Satu hal yang menarik mengenai Suck Me Shakespeer adalah fakta bahwa di Jerman, film ini dikenal sebagai “Fuck You, Goethe!”.

Labyrinth of Lies (2014)
Giulu Rcciarelli

Berdasarkan kejadian-kejadian nyata, Labyrinth of Lies adalah film dari Giulo Ricciarelli yang bercerita mengenai seorang kisah dari jaksa bernama Johann Radmann (Alexander Fehling) di dalam menangani sebuah kasus kecil yang membawanya untuk menemukan rangkaian rahasia politik yang mengungkap masa lalu Jerman yang gelap. Cerita Labyrinth of Lies terjadi di masa keemasan ekonomi Jerman di akhir tahun 1950an. Pada masa itu, Jerman sedang dalam masa untuk melupakan kejadian di masa Perang Dunia ke dua, disini kemudian keteguhan Giulo untuk menegakkan keadilan diuji. Film ini memperingatkan bahwa masalah masa lalu perlu di hadapi, meskipun kadang sulit dilakukan, demi masa depan yang lebih cerah.

Stations of The Cross (2015)
Dietrich Brüggemann

Ada jukstaposisi yang cukup menarik yang coba diangkat di film ini, melalui Stations of The Cross sutradara Dietrich Brüggemann menyilangkan antara fundamentalism agama dengan kehidupan modern. Berpusat pada kisah seorang anak perempuan yang berkeinginan untuk mengorbankan diri kepada agama untuk menyembuhkan adiknya, film ini kemudian berkembang sebagai sebuah narasi mengenai dilema personal antara pergulatan seorang remaja putri berkeyakinan kuat dengan penolakan-penolakan yang datang dari lingkungan sekitarnya. Perhatian Brüggemann mengenai aspek estetis melengkapi akting prima dari Lea van Acken menjadikan film ini cukup spesial diantara deretan sinema Jerman lainnya.

Phoenix (2014)
Christian Petzold

Seorang perempuan yang selamat dari concentration camp, Nelly terpaksa merubah wajahnya setelah terluka dalam pengalamanya di Auschwitz. Setelah operasi, Nelly ingin bertemu lelaki yang dia cintai Johnny, tetapi saat bertemu, Johnny tidak lagi mengenalinya karena operasi Nelly mengubah wajahnya. Meskipun Nelly berusaha meyakinkannya, Johnny menganggap perempuan ini sebagai orang yang hanya mirip dengan Nelly. Cerita Phoenix berkembang saat karakter-karekternya tahu bahwa ada sebuah warisan yang menunggu mereka. Di dalam jalannya cerita, Nelly kemudian menempuh kenaifan cinta dan melihat karakter Johnny yang sebenarnya. Phoenix bukan hanya cerita mengenai dua karakter, tetapi juga mengenai karater manusian yang terkadang susah untuk melupakan masa lalu, namun kadang tetap ingin melupakannya.

Salt of the Earth (2014)
Wim Wenders & Juliano Ribeiro Salgado

Salt of the Earth adalah sebuah dokumenter mengenai Sebastiao Salgado, seorang fotografer yang telah menangkap ketegaran manusia di penjuru dunia dalam gambar yang dia ambil. Dalam perjalanan hidupnya, Sebastiao Delgado berhasil membuat karya-karya seni yang penuh emosi. Pada foto dengan subjek daerah konflik hingga alam, fotografi Delgado tidak hanya menjadi dokumentasi sebuah adegan atau pemandangan, tetapi juga mencerminkan kondisi manusia – baik jeleknya dan bagusnya. Elemen-elemen tersebut lahir dari seorang fotografer yang penuh kemanusiaan, dan di film “Salt of the Earth” ini penonton diundang untuk berkenalan dengan orang ini. Hal tersebut yang kemudian membawa film ini pada berbagai penghargaan termasuk nominasi dari Academy Awards (Oscars).

Who Am I (2014)
Baran bo Odar

Dibuat dengan budget terbatas, Who Am I mencuat menjadi salah satu film action menarik yang muncul dari Jerman. Bisa dilihat elemen-elemen film action khas Holywood muncul di film ini, namun komponen film a la Eropa tetap dijaga. Salah satunya bisa dilihat pada bagaimana alur plot yang mengalir dengan tak monoton disertai dengan twist yang cukup cerdas. Alih-alih membuat cerita mengenai hacker menjadi sebuah hal yang terlalu rumit, Who Am I justru berfokus pada friksi-friksi di antara sekelompok peretas muda yang berambisi untuk mencetak nama mereka di level global. Yang menarik, di tengah-tengah cerita sering muncul sindiran-sindiran kecil mengenai kehidupan di era sosial media. Dan, jika topeng Guy Fawkes sudah mulai terlalu overused, film ini memiliki imaji baru yang bisa menggantikannya dengan sama baiknya.

Age of Cannibals (2014)
Johannes Naber

Di dalam sebuah korporasi, dua karakter bernama Ollers dan Niedlander telah menjadi bagian dari motif ekonomi korporat tersebut. Saat salah satu kolega mereka menjadi partner di dalam perusahaannya, cerita Age of Cannibals dimulai, dimana ambisi Ollers dan Niedlander untuk mendapatkan posisi yang sama menjadi plot utama. Dengan kejadian-kejadian yang aneh, film ini bercerita tentang ambisi dan budaya korporat yang kadang berdarah dingin dan berpaling terhadap uang. whiteboardjournal, logo

Tags