Kaleidoskop 2015

28.12.15

Kaleidoskop 2015

Sebuah Catatan Akhir Tahun.

by Ken Jenie

 

Tahun 2015 adalah tahun yang cukup penting bagi sejarah perkembangan dunia kreatif di Indonesia. Banyak terjadi kegiatan sekaligus pencapaian penting terjadi di tahun ini, menandai kiprah anak-anak muda bangsa ini, baik dalam skala nasional juga di tataran geografis yang lebih besar, baik dalam skala regional, atau bahkan internasional. Rekah potensi dari inisiatif yang digagas oleh gairah kreatif anak bangsa tumbuh ke arah yang lebih tinggi. Momentum jelas menjadi salah satu kata kunci yang bisa merangkum segala apa yang terjadi di tahun 2015 ini.

Whiteboardjounal.com merasa sangat beruntung untuk ikut tumbuh dan berkembang di sekitar persona dan inisiatif dimana pencapaian-pencapaian tersebut diawali. Tulisan ini akan menampilkan beberapa catatan dari hasil interaksi kami dengan kegiatan serta gagasan yang menandai apa saja yang terjadi serta merupakan catatan akhir tahun 2015 untuk semakin memperbaiki dan melengkapinya di tahun 2016 yang akan datang.

kalei01

RRRec Fest in the Valley 2015: Dimensi Baru bagi Festival Alam Terbuka
Sejak awal tahun dimulai, gelaran kedua RRRec Fest in the Valley telah menjadi salah satu agenda yang sangat ditunggu. Dan ketika akhirnya acara kemudian digelar pada 25-27 September 2015 di Tanakita, RRRec Fest dengan sangat gemilang melanjutkan kualitas pada event pertamanya, dan bahkan meningkatkan segala pencapaiannya ke level yang lebih tinggi lagi. Ada peningkatan pada kualitas penampil musiknya yang semakin ekletik, workshop dengan tema-tema penting, sekaligus momen menikmati alam yang lebih maksimal. Kredit lebih bagi panitia yang berhasil untuk membuat sebuah acara yang wajib didatangi bagi yang belum sempat, tetapi juga tetap menarik bagi yang telah menjadi saksi salah satu festival seni outdoor paling menarik ini.

kalei02

Wani Ditata: Mempertanyakan Konsepsi Wanita
Di tahun 2015, tema politik cukup sering muncul pada gagasan besar pameran-pameran seni. Mulai dari yang berskala besar, hingga skala kecil, pembahasan mengenai politik bersama segala cakupan dimensinya, termasuk tentang konfilk di dalamnya hingga konteks sejarah menghiasi berbagai kuratorial. Wani Ditata adalah sebuah pameran yang tak hanya sukses dalam menterjemahkan bahasan politik dalam karya seni yang apik, tetapi juga membawa ide tersebut ke ranah baru yang justru memberikan angle yang menarik pada topik ini. Wani Ditata yang mengajak seniman perempuan untuk berkarya seakan mengingatkan kembali bahasan mengenai gender di Indonesia dalam sejarah masyarakat Indonesia. Sebuah gagasan yang kami harap bisa semakin dikembangkan di tahun-tahun mendatang.

kalei03

Singapore Writers Festival: Sebuah Festival Sastra untuk Semua
Meski terjadi di negeri tetangga, acara Singapore Writers Festival adalah sebuah catatan penting bagi tumbuh kembang sastra lokal. Selain karena acara ini menempatkan Indonesia sebagai country focus, dimana festival ini memposisikan Indonesia sebagai salah satu bentuk elaborasi nyata dari tema “Island of Dreams”, SWF juga mengundang penikmatnya untuk melihat lebih luas pada sastra sebagai sebuah tema yang ternyata sangat dinamis, dan bisa dikembangkan menjadi berbagai bentuk karya hingga kegiatan menarik. Tak berhenti disitu, SWF juga mengajak kita belajar untuk memposisikan sastra tak lagi hanya sebagai produk untuk kalangan ataupun elit tertentu, tetapi justru sebagai bagian puitis dari apa yang terjadi di setiap keping kejadian kehidupan.

kalei04

Esensi Desain bersama Hanny Kardinata
Ada berbagai dimensi yang bisa dijadikan pelajaran dari obrolan bersama salah satu angkatan awal di dunia desain grafis di Indonesia, Hanny Kardinata. Hal paling utama yang harus diteladani adalah mengenai dedikasi beliau yang seolah tak pernah kehabisan energi dalam mengembangkan wawasan sekaligus pengarsipan dari wacana desain grafis lokal. Dalam sesi interview ini, beliau menyinggung juga sebuah poin penting yang bisa menggarisbawahi posisi desain grafis dalam dinamisme tren pada masa yang terus berjalan.


kalei05

Ekplorasi Bahasa bersama Sapardi Djoko Darmono
Yang paling menarik dari sesi interview dengan Sapardi Djoko Darmono adalah mengenai bagaimana beliau sebagai sastrawan senior tak lantas berhenti dalam mengapresiasi perkembangan sastra bersama dengan apa yang sedang terjadi di masyarakatnya. Apa pula sebuah gagasan yang sangat menarik pada bagaimana beliau mampu menemukan sebuah titik penting tentang mengapa Bahasa Indonesia adalah bahasa yang lebih dari sekedar tata kata untuk sebuah bangsa, tetapi juga merupakan sebuah bentuk dinamis yang mampu ikut berkembang dan selalu menjadi konteks yang relevan.

kalei06

Proses dan Perspektif bersama Eko Nugroho
Melalui setiap kalimat yang menjadi jawaban pertanyaan yang kami kirimkan, Eko Nugroho seperti menjelaskan bagaimana beliau menjadi salah satu seniman kontemporer paling penting dari Nusantara. Meski disampaikan dalam bahasa yang sangat sederhana, ada kedalaman karakter dan pola pikir dari setiap statement beliau. Salah satunya mengenai bagaimana kepekaan beliau menjadi salah satu poin utama dari sisi jenial yang distinctive pada setiap karya beliau, apapun itu bentuknya.

kalei07

Mengelola Seni bersama Amna Kusumo
Sebagai inisiator Kelola, Amna Kusumo mengangkat sebuah topik yang sebenarnya sangat esensial dalam perkembangan seni, namun masih sangat sering terabaikan. Perhatian beliau pada penciptaan peluang dan pengalaman bagi seniman dan praktisi-praktisi seni lain, seperti menjadi jawaban bagi tumpukan berbagai macam talenta di Indonesia yang selama ini masih kesulitan untuk memaksimalkan apa yang mereka miliki. Meski mengambil posisi yang tak terlalu di depan, Amna Kusumo melalui aktivitasnya di Kelola meletakkan dasar-dasar fondasi dari apa yang diperlukan dunia seni lokal untuk meraih yang lebih baik lagi di masa depan.

kalei08

Apalagi Setelah Indie? | Menunggu Regenerasi pada Musik Indonesia.
Beberapa waktu sejak post ini diunggah pada section column whiteboardjournal.com, muncul bebagai tanggapan dari pembaca. Ada beberapa tanggapan positif mengenai pertanyaan yang menjadi gagasan utama dari tulisan ini, yakni tentang apalagi yang akan terjadi di masa yang akan datang bila keadaan yang ada sekarang mengarah pada stagnasi scene musik lokal. Namun muncul juga beberapa tanggapan yang tidak menyetujui preposisi utama tulisan ini. Tapi diantara dua kutub tersebut, tulisan ini cukup mampu untuk mengusik benak-benak yang tertidur dari segala potensi yang bisa diraih oleh karya bunyi anak bangsa.

kalei09

Music, Mood, and So What | A Journal Entry on Learning Music.
Dalam entry-nya ini, Ken Jenie mendedah mengenai bagaimana bunyi, dalam hal ini khususnya dibahas dengan konteksnya sebagai musik, memiliki karakteristik masing-masing yang kemudian bisa diolah untuk menciptakan suasana tertentu. Tulisan ini membahas mengenai bagaimana tata nada bisa menjadi stimulan yang cukup instan dalam mood-making. Sebuah catatan tentang komposisi nada beserta efek yang diciptakannya terhadap rasa yang tak hanya dikecap oleh telinga, tetapi juga mampu menguatkan atau bahkan menguatkan sensasi yang ada di kepala. Dengan studi kasus pada lagu “So What” dari Miles Davis, esai ini mengajak pendengar musik untuk menikmati pengalaman mendengarkan lagu serta apa saja kemungkinan rasa yang akan didapati didalamnya.

kalei10

Translating Indonesian Literature | Promoting Culture, Spreading Ideas, Fostering Change.
Dirilis sekian bulan sebelum terjadinya acara FBF 2015, tulisan dari Dirgantara Reksa ini seperti merangkum mengenai apa yang terjadi ketika Indonesia terpilih menjadi Guest of Honour di Frankfurt Book Fair 2015. Ada rekaman kondisi dari apa yang terjadi di skena sastra nasional, potensi yang dimiliki sekaligus tantangan yang menghadang di langkah ke depan. Tulisan ini juga bisa menjadi pengantar bagi siapapun yang ingin tahu mengenai kondisi kultur sastra nasional dalam masa tumbuh kembangnya. whiteboardjournal, logo

Tags