Telisik: Jakarta Biennale 2017

Art
04.12.17

Telisik: Jakarta Biennale 2017

Bersama Melati Suryodarmo

by Febrina Anindita

 

Telisik: Jakarta Biennale 2017

Tahun ini Jakarta Biennale melibatkan seniman performans, Melati Suryodarmo untuk menjadi Direktur Artistik sembari mengangkat konsep “Jiwa” sebagai gagasan artistiknya. Kami mengunjungi ruang pameran bersama beliau untuk melihat gagasan di balik karya dan komentar beliau mengenai tren selfie di ruang seni.

“Jiwa” dapat dimaknai sebagai semangat yang terwujud dalam seni, juga identitas yang mencirikan sebuah karya seni, terutama dalam lingkup seni rupa lokal. Konsep “Jiwa” dirancang oleh Melati Suryodarmo sebagai Direktur Artistik pamerannya. Bersama kurator Hendro Wiyanto, Annissa Gultom, Philippe Pirotte dan Vit Havranek, perhelatan ini menghadirkan 51 seniman lokal dan internasional di mana proses kreatifnya dapat merefleksikan konsep “Jiwa.” Karya-karya ini dipamerkan di Gudang Sarinah Ekosistem sebagai venue utama, beserta Museum Sejarah dan Museum Seni Rupa dan Keramik untuk memperluas jangkauan publik.

Semangat ini kemudian hidup dalam karya-karya yang menjadi bagian dari acara ini. Di karya instalasi performatifnya, Hanafi merepresentasikan ingatannya terhadap bahasa, tidak hanya sebagai bunyi, tapi juga rupa. Sedangkan I Made Djirna merangkai batu-batu apung menjadi objek instalasi masif yang mewujudkan energi kehidupan tak terhingga. Adapun performance dari Jason Lim yang mengutarakan karakteristik ganda alam yang diibaratkan bak pohon beringin. Kiri Dalena, melalui rangkaian videonya, menentang kekacauan politik dan ketidakadlian serta mengeksplorasi ingatan-ingatan traumatis dalam sejarah Filipina. Tak hanya itu, presentasi khusus diberikan kepada Semsar Siahaan dan Dolorosa Sinaga. Kedua sosok ini merupakan seniman-aktivis yang memiliki kekhasan dan kekritisan karya, yang memiliki kontribusi besar pada seni rupa Indonesia.whiteboardjournal, logo

Tags
art