www.cheersbanggaindonesia.com, Whiteboard Journal mengumpulkan beberapa karya anak bangsa yang mampu merepresentasikan perayaan kemerdekaan Indonesia dengan berbagai pencapaian positif. Meliputi karya dari bidang fashion, product design, arsitektur, kesenian, desain grafis, kuliner, film dan musik, nama-nama berikut ini menunjukkan bagaimana anak-anak bangsa mampu menunjukkan kualitas dalam berkarya."/>

Bangsa Kita, Bangsa Berkarya

14.08.15

Bangsa Kita, Bangsa Berkarya

Kompilasi Karya Anak Bangsa

by Ken Jenie

 

Salah satu elemen penting dalam perjalanan kemerdekaan Bangsa Indonesia adalah perkembangan sumber daya manusia. Sebagai sebuah negeri dengan jumlah penduduk yang besar, masa depan Indonesia tergantung dari bagaimana anak-anak bangsanya mengisi kemerdekaan. Apa saja yang dilakukan oleh setiap penduduk Indonesia akan menentukan arah sekaligus progresi kemajuan bangsa ini ke depannya. Telah banyak kisah membanggakan dicetak oleh individu-individu yang mampu berkarya dengan sepenuh hati untuk menghasilkan berbagai prestasi yang bisa menjadi inspirasi.

Banyak pula di antaranya yang mengawali cita sekaligus gagasannya dari posisi yang paling rendah, bahkan dari nol, hingga sanggup memberikan bukti yang menjadi bagian pencapaian yang membawa nama mereka serta nama bangsa ke tataran yang lebih tinggi. Berikut adalah pilihan delapan nama yang bisa menjadi representasi karya anak bangsa yang cukup membanggakan dalam perayaan 70 tahun kemerdekaan Republik Indonesia.

bkbk06
Salah satu karya Kraton (foto oleh Dwiputri Pertiwi)

Fashion: Kraton
Berdasar pada perhatiannya terhadap kebudayaan Indonesia, Auguste Soesastro memulai brand Kraton. Seusai studinya di École de la Chambre Syndicale de la Couture Parisienne, Auguste mengembangkan Kraton sebagai sebuah brand fashion dengan fokus pada kualitas tailoring yang prima, juga dengan bahan yang didapatkan secara fair trade dan memiliki komitmen serta bertanggung jawab kepada alam. Sebuah angle menarik yang membangun karakter Kraton sebagai salah satu representasi karya anak bangsa yang konsisten dalam menciptakan produk berkualitas. Diinisiasi di New York dengan bimbingan salah satu fashion designer kelas dunia, Ralph Rucci, Kraton kini berpusat di Jakarta, namun terus berkembang sebagai brand lokal yang memiliki reputasi di dunia fashion global melalui outletnya di kota-kota besar dunia, seperti Jerman, Swiss, Jepang, hingga Paris.

bkbk02
Booklet pengantar pameran ADGI (foto oleh Ken Jenie)

Graphic Design: ADGI
Meski nama Asosiasi Desain Grafis Indonesia sendiri sudah cukup dikenal dalam dunia graphic design di Indonesia, kebangkitan mereka pada tahun 2014 menjadi awal baru bagi kolektif yang mempunyai visi untuk menciptakan dunia industri desain grafis Indonesia yang sehat dan membentuk identitas visual Indonesia yang kuat. Reformasi sekaligus perbaikan pada sistem ADGI juga membuka harapan baru bagi perkembangan field desain di Indonesia, dengan keanggotaan yang kini diisi oleh berbagai nama-nama baru yang sudah cukup established pada bidang masing-masing seperti Eric Widjaja dari Thinking Room, Rege Indrastudianto dari Visious Studio, Timothy Oroh dari Polymath, dan Fandy Susanto dari Table Six, ADGI semakin produktif dalam menggelar berbagai acara yang menginspirasi desainer grafis di penjuru bangsa untuk berkarya. Dalam tempo yang cukup singkat sejak reformasi ini, ADGI telah menginisiasi serta berpartisipasi dalam beberapa acara penting dalam perkembangan khasanah desain lokal, termasuk acara Netwarming, Designer’s Response, serta diskusi mengenai dunia desain yang cukup mendalam pada IDEA Fest, dan FGD Expo 2015.

bkbk04
Karya Samsul Arifin di Artjog 2014 (foto oleh Artjog)

Art: Artjog
Yang membuat ArtJog menjadi salah satu event paling penting dalam agenda kesenian nasional adalah konsistensi penyelenggara dalam menyajikan art-fair dengan konsep sekaligus marketing yang berkualitas. Diawali dari pameran seni lokal, kini ArtJog menjelma menjadi sebuah pameran seni berlevel internasional. Hampir setiap tahun gelarannya selalu ditunggu-tunggu baik oleh publik seni, maupun masyarakat luas. Partisipasi berbagai seniman internasional juga membuat setiap gelaran ArtJog menjadi semakin istimewa, tercatat nama-nama seperti Marina Abramovic, Stefan Sagmeister, hingga Yoko Ono telah menjadi bagian dari gelaran ArtJog. Di sini, kesuksesan ArtJog juga bisa dilihat pada bagaimana sebuah pameran seni mampu menarik antusiasme yang luar biasa, hampir setiap pembukaan pameran Gedung Taman Budaya Yogyakarta selalu dipenuhi oleh pengunjung, termasuk juga dari turis mancanegara yang secara khusus mengunjungi kota Yogyakarta untuk mendatangi acara ini. Sebagai artfair, ArtJog juga terhitung sukses untuk menjual karya-karya yang dipamerkan, hampir 60% karya terjual pada tiap gelarannya. Terakhir, lukisan karya I Nyoman Masriadi yang dipamerkan pada Artjog 2015 sukses terjual seharga 4,5 miliar rupiah. Sebuah pencapaian yang cukup fenomenal di dunia seni rupa Asia Tenggara.

bkbk08
Meja kerja di workshop Secco (foto oleh Tania Utomo)

Music: Secco
Melalui studionya yang sederhana, Yosefat Wenardi mengembangkan nama Secco sebagai salah satu produsen gitar akustik lokal yang cukup ternama. Bermula dari ide Yosefat yang ingin mengaplikasikan hasil studinya di Spanyol untuk mengembangkan produk gitar dengan kualitas yang prima, baik secara bunyi maupun visual. Sejak tahun 1999, dengan modal awal mendirikan Secco Guitar hanya Rp 10 juta, Yosefat terus berkarya untuk menemukan konsep terbaik bagi produknya. Hingga kini, Yosefat terus mengembangkan pengetahuannya mengenai akustik gitar untuk terus meningkatkan kualitasnya dalam berkarya. Kini, Secco telah menjadi gitar yang digunakan oleh berbagai musisi, mulai dari seniman lokal seperti Pidi Baiq, Donnie Suhendar, Nugie , hingga Iwan Fals yang mengoleksi tiga gitar bermerk Secco. Mantan presiden Republik Indonesia yang juga dikenal menggemari musik, Susilo Bambang Yudhoyono juga menyimpan gitar Secco pada koleksi alat musiknya. Di samping itu, gitar bikinan Secco juga telah menjadi pilihan bagi musisi sekaligus kolektor di berbagai negara, Malaysia, Singapura, Australia, Jepang dan Amerika merupakan beberapa negara di mana karya-karya Secco telah tersebar luas.

bkbk03
Ahli kuliner William Wongso, salah satu pendiri ACMI (foto oleh Samuel Evander)

Culinary: ACMI
Bermula dari ide mengenai pelestarian masakan Indonesia, Aku Cinta Masakan Indonesia lahir dengan visi untuk mengembangkan, mendokumentasikan, menyebarluaskan serta melestarikan kekayaan budaya kuliner tradisional Indonesia. Dengan dukungan dari salah satu tokoh kuliner Indonesia, William Wongso, ACMI cukup aktif dalam merealisasikan gagasan mereka. Blusukan Pasar dan Cooking Clinic, beberapa dari agenda rutin ACMI merupakan bukti akan dedikasi ACMI terhadap misi mereka tadi. Melalui kajian mengenai menu, proses memasak, juru memasak hingga asal muasal berbagai bahan masakan tradisional, kiprah ACMI telah membawa dunia kuliner Indonesia untuk lebih diapresiasi oleh publik internasional. Dalam sebuah kesempatan, ACMI membantu Culinary Institue of America, sebuah lembaga akademi kuliner kelas dunia yang berada di Amerika untuk mendokumentasikan kuliner Indonesia. Di kesempatan lain, salah seorang anggota ACMI, Chef Putri Mumpuni mendapat kehormatan untuk mengajarkan materi 30 Ikon Kuliner Tradisional Indonesia (30 IKTI) di Stratford University, Amerika.

bkbk05
Interior Hotel Kosenda, salah satu karya Tonton Studio (foto oleh Dwiputri Pertiwi)

Architecture: Tonton Studio
Tonton Studio lahir dari gagasan dari Antony Liu dan Ferry Ridwan yang berkeinginan untuk mendirikan studio arsitektur yang berfokus pada karya yang mencerminkan keindahan sekaligus harmoni dengan alam. Visi tersebut menjadi nyata pada portfolio Tonton Studio yang mampu menerjemahkan gagasan tadi ke dalam bangunan-bangunan indah yang memiliki tanggung jawab terhadap alam, termasuk pada salah satu proyek mereka yang paling dikenal, Hotel Kosenda, Jakarta. Delapan penghargaan oleh Ikatan Arsitektur Indonesia (IAI) telah menandai kiprah Studio Tonton dalam karyanya yang telah tersebar di Pulau Jawa dan Bali. Studio yang awalnya hanya berisi dua orang arsitek, kini telah bertransformasi menjadi studio dengan kapasitas yang lebih besar, membuat mereka bisa mengembangkan karyanya dalam berbagai medium. Terakhir mereka juga telah menerbitkan sebuah buku yang menjadi dokumentasi karya-karya mereka. Ke depan, Tonton studio juga akan mengembangkan kolaborasi dengan dunia internasional, salah satunya adalah pada proyek kerja sama bersama salah satu nama penting dunia arsitektur Jepang, Kengo Kuma.

bkbk07
Workshop Indoestri (foto oleh Ken Jenie)

Product Design: Indoestri
Menjadi salah satu pionir dalam bidang makerspace di Indonesia, Indoestri dengan segera berkembang menjadi sebuah nama yang mampu mengembangkan budaya baru di Jakarta. Dengan berbagai program workshop yang dimilikinya, Indoestri menjadi wadah yang ideal bagi perkembangan dunia creative entrepreneur. Berbagai teknik yang dipelajari, meliputi pengolahan kayu, logam, kulit hingga keramik menjadi dasar yang positif bagi pengembangan kualitas produk lokal. Dengan materi pengajaran yang disampaikan oleh nama-nama seperti arsitek Danny Wicaksono, desainer keramik Ayu Larasati, hingga produk desainer yang telah memenangkan Red Dot Award, Leonard Theosabrata yang juga merupakan inisiator Indoestri menjamin kualitas pengajaran yang akan sangat membantu anggota Indoestri dalam menciptakan produk berkualitas internasional. Antusiasme yang cukup tinggi terhadap program-program Indoestri menjadi pertanda yang bagus akan ketertarikan yang tinggi dari warga kota Jakarta untuk membangun karya dengan tangan sendiri.

bkbk01
Edwin dari Babibutafilm di pameran Lab Laba Laba (foto oleh Angga Allen)

Film: Babibutafilm
Babibutafilm bermula dari ide Edwin, seorang sutradara yang dikenal melalui prestasinya di festival internasional. Salah satu karyanya, “Babibuta yang Ingin Terbang” ditayangkan di lusinan festival internasional, termasuk penayangan perdana di Pusan International Film Festival di Korea dan Nantes Festival of 3 Continents di perancis. FIlmnya yang lain, “Postcard from The Zoo” juga telah berpartisipasi pada Berlin International Festival, dan Goteborg International Film festival . Melalui Babibutafilm, Edwin mengembangkan gagasannya akan wadah bagi sineas yang ingin bereksplorasi dalam konsep-konsep eksperimental yang jarang ditemui di industry film mainstream. Di luar aktivitasnya tersebut, orang-orang di balik Babibutafilm juga cukup aktif dalam Lab Laba-Laba, sebuah kolektif yang berfokus pada pelestarian film nasional. Dalam beberapa waktu terakhir, Lab Laba-laba cukup intens dalam proyek restorasi arsip film nasional di Gedung Perusahaan Film Nasional (PFN). Dalam agendanya, Lab Laba-Laba juga berperan serta dalam kegiatan di dunia film independen, salah satunya pada acara “Film Musik Makan” yang menggabungkan kuliner, film dan musik dalam sebuah acara yang menampilkan karya sutradara-sutradara muda seperti Anggun Priambodo, Lucky Kuswandi, dan Yosep Anggi Noen. Terakhir, film berjudul “The Fox Exploits What The Tigers Want” (ditayangkan perdana pada acara Film Musik Makan 2015) yang diproduksi bersama oleh Babibutafilm, Hivos Asia dan yayasan Cipta Citra Indonesia, menjadi film Indonesia kedua yang mampu lolos seleksi Festival Cannes 2015 setelah sebelumnya film “Tjoet Nja Dhien” melakukannya di tahun 1989. Tak hanya lolos seleksi, dikabarkan, film karya Lucky Kuswandi tersebut juga mampu memukau penonton sekaligus kritikus film di sana.

Kunjungi www.cheersbanggaindonesia.com untuk menemukan berbagai karya anak bangsa yang membanggakan lainnya, dan bagi kisah-kisah inspiratif melalui sosial media dengan hashtag #CheersBanggaIndonesia.whiteboardjournal, logo

Tags