Etos Millennials

27.02.17

Etos Millennials

Underdog Sebagai Bentuk Identitas

by Ken Jenie

 

Tak ada yang baru dengan tema millennials. Istilah ini telah ada dan hidup sejak tahun 80’an, dari situ ia menjadi kata yang merangkum perilaku generasi yang lahir antara pertengahan tahun 90’an hingga 2000. Ada beberapa versi mengenai rentang usia generasi ini, yang jelas, millennials biasanya bercerita tentang mereka yang hidup dalam era komunikasi digital. Tapi entah kenapa baru belakangan kata millennials semakin marak digunakan. Beberapa untuk menjadi kata ganti dari generasi terkini, namun banyak pula d iantaranya yang menggunakannya dalam konteks negatif. Tentang bagaimana millennials adalah sekumpulan muda-mudi tak produktif, yang hidupnya bergantung hanya mencari eksistensi melalui sosial media dan cenderung tak acuh pada apa yang terjadi di sekitar mereka.

Kebanyakan datang dari generasi sebelumnya, kritik terhadap millennials biasanya menyasar pada para millennials adalah bahwa mereka pemalas yang hanya bisa menghamburkan uang semata, berkebalikan dengan generasi sebelumnya yang merupakan pekerja keras. Mereka dianggap sebagai generasi yang ignoran, tak taat dengan sopan-santun. Hingga yang paling remeh, bahwa para millennials memiliki selera musik yang tak berkualitas.

Tapi sejatinya juga tak ada yang baru dengan kritik generasi tua terhadap generasi setelahnya. Hampir semua generasi selalu merasa tak puas dengan angkatan setelahnya. Mengenai bagaimana kita merasa lebih superior dibanding apa yang dilakukan oleh mereka yang ada di bawah kita. Perspektif yang demikian tak jarang membuat banyak hal terlewatkan. Karena sejatinya kemajuan zaman ada di tangan mereka yang lebih belia dalam usia. Dan memang, selalu ada cara baru untuk menghadapi jaman yang berbeda. Jika cara lama tak digunakan lagi, maka bisa jadi memang ada cara baru yang lebih pasti.

Salah satu cara baru yang bisa menjadi garis bawah dari generasi millennials ini adalah underdog yang jadi salah satu dasar mentalitas mereka. Mungkin ada hubungannya dengan kritik dari generasi sebelum tentang kualitas yang mereka miliki, mentalitas ini kemudian tumbuh dan berkembang pada bagaimana generasi baru ini diremehkan, namun justru bisa melahirkan pencapaian-pencapaian baru yang sebelumnya hanya bisa dibayangkan dalam mimpi. Di bawah ragu mereka melaju. Jika dulu cakupan nasional adalah target utama, millennials memperlebarnya dalam jangkauan yang lebih luas. Bahkan kini, melanglang ke ranah internasional adalah hal biasa.

Telah ada banyak yang melakukannya, bahkan tak sedikit yang memberikan pembuktian dengan modal mentalitas underdog ini. Mereka melawan arus, dan berjalan dengan keyakinan di dada untuk mencapai apa yang mereka cari. Mulai dari seniman visual, hingga musisi, muncul banyak nama baru yang memberikan warna sekaligus perspektif terkini versi mereka sendiri. Dan terlihat bahwa berbagai bentuk tersebut diapresiasi oleh banyak kalangan. Seolah memberikan pembenaran, bahwa meski terkadang terlihat haus akan eksistensi diri, millennials menunjukkan bahwa mereka bisa keluar dan unjuk gigi dengan warna mereka sendiri.
Lima tahun terakhir menjadi momentum utama pergerakan ini. Pada jangka waktu tersebut, bentuk kreativitas semakin beragam, dan bersamaan dengan itu pula, nama-nama baru lahir dan kemudian menemukan publiknya masing-masing. Kultur berkembang dan subkultur muncul.

Salah satunya yang mampu muncul dengan cara ini adalah Iga Massardi. Sebagai musisi, ia menjelajahi berbagai bentuk musik sebelum kemudian menemukan jati dirinya sebagai frontman, gitaris sekaligus vokalis band yang sejak muncul jadi kekuatan baru skena musik Indonesia, Barasuara. Sempat tak terdengar setelah meninggalkan grup yang ia gawangi, The Trees and The Wild, ia mengumpulkan kekuatan baru yang bisa menyuarakan gairah personalnya. Materi baru dikomposisi, dan personil baru dirangkai. Saat keluar, tak butuh waktu lama baginya untuk menaklukkan ekspektasi dan menjadi jawaban dari regenerasi. Dengan usahanya sendiri, ia melangkah hingga kiprahnya didengar dan diafirmasi oleh publik, juga sosok seperti Indra Lesmana dan banyak musisi Indonesia senior lainnya. Sebuah tanda bahwa tak ada yang salah dengan generasi ini jika mereka mampu mengambil semangat underdog demi mencapai prestasi dengan warna asli yang mereka punyai.

GoAheadPeople.id adalah wadah di mana gairah berkarya seperti ini dicari dan dihargai. Di sana, millennials bisa berkarya dan mendapatkan ilmu baru untuk menikmati perjalanan kreatif dalam berbagai bentuknya. Buka dan jawab tantangannya di Go Ahead Challenge untuk menjadi bagian dari pergerakan millennials lainnya yang melangkah melawan arus demi menunjukkan kualitas diri.whiteboardjournal, logo

Tags