Membaca Pergerakan Kaum Muda Kuala Lumpur

10.07.17

Membaca Pergerakan Kaum Muda Kuala Lumpur

Jelajah Ruang Kreatif di Ibu Kota Malaysia

by Muhammad Hilmi

 

Selalu ada pergerakan di Kuala Lumpur (KL), ibu kota negara Malaysia, pusat konsentrasi elit ekonomi, politik, dan budaya. Selain pemilihan umum yang kemungkinan akan digelar akhir tahun 2017, pembangunan Light Rapid Transit (LRT) dan Mass Rapid Transit (MRT) dari pusat kota ke suburban di Klang Valley mendorong mobilitas dan kreativitas warga KL. Di pusat kota dengan mudah kita bisa mengenal dan terlibat dengan aktivitas kaum muda KL dalam desain, arsitektur, seni kontemporer, musik, literasi, politik, dan sosial.

Membaca KL melalui pergerakan kaum muda bisa dimulai dari stasiun LRT Pasar Seni, berjalan kaki ke arah Medan Pasar untuk sarapan roti panggang srikaya dan kopi di Old Market Square Café. Kopitiam ini berhadapan dengan gedung art deco bercat putih tiga lantai yang menjadi kantor Freeform, penyelenggara creative art festival, Urbanscape. Gedung yang berlokasi di pojokan Jalan Hang Kasturi juga menjadi pilihan untuk melihat pameran yang berkaitan dengan isu perkotaan atau bergabung diskusi di Ruang yang dikelola oleh Think City, organisasi yang program-programnya adalah community-focused urban regeneration.

Kita kembali ke arah Stasiun Pasar Seni, tanpa ragu untuk mampir makan di Jalan Petaling atau sekitarnya, wonton mee atau yong tau foo, sebelum kita melanjutkan berjalan kaki ke Findars Art Space dan Raksasa Print yang berada di no. 8 Jalan Panggong.

Findars Art Space rutin menggelar pemutaran film independen, pertunjukan musik eksperimental, pameran dan festival seni avant-garde sejak tahun 2008. Findars yang menempati lantai 4 dari sebuah shoplot, berbagi ruang dengan Raksasa Print dengan fokus pada screen printing. Mereka baru saja menggelar AWAS!, pekan pemutaran animasi pendek untuk tahun yang ke-2.

Yang paling mencolok adalah The Zhongshan Building, berlokasi di no.80 Jalan Rotan, off Jalan Kampung Attap. Hanya kurang dari 10 menit berjalan kaki dari Jalan Panggong sambil menikmati graffiti karya Clockwork dan Kenjichai yang tersebar di tembok-tembok pusat kota KL. Gedung tiga lantai bercat putih bersih ini baru aktif kembali awal tahun 2017 berkat inisiatif Liza Ho dan Snow Ng. Dengan bantuan dari Think City, mereka merenovasi bekas bangunan kongsi dagang, The Selangor Zhongshan Association, yang dibangun tahun 1950an dan diberi nama The Zhongshan Building sebagai arts and research hub di KL, di mana desain, seni, dan literatur berkelindan. The Zhongshan Building terdiri dari tiga bangunan, tiga lantai, satu atap, dihuni oleh sekitar 25 tenant yang dikelola komunitas, individu, dan perusahaan kecil.

Bangunan pertama dari The Zhongshan Building diisi oleh Our Art Project, galeri seni yang dikelola Liza Ho and Snow Ng sekaligus sebagai kantor management The Zhongshan Building. Biro desain Miraclewatts membuat lantai dua penuh warna dengan membuat proyek sampingan bertajuk A Good Reason, sebuah studio risograph sekaligus ruang pamer. Miraclewatts turut mengundang Tintabudi untuk membuka toko buku bekas di lantai dua. Dua perempuan dari Studio desain Fictionist menjadi teman minum kopi yang menyenangkan sambil bercerita mengenai perkembangan desain di Malaysia. Satu lagi ada Design Union, wadah para desainer untuk berkumpul dan membuat program seperti pemutaran film desain dan pameran. Piu Piu Piu Coffee Stand menyajikan ruang terbuka untuk sarapan yang terlambat dengan kopi dan kue buatan rumah.

Bangunan kedua dihuni oleh Tandang Store, kedai musik yang sebelumnya berbagi atap dengan Rumah Api—ruang pertunjukkan musik alternatif di Ampang. Tandang Store merilis kaset band Indonesia seperti Sigmun dan yang akan datang split 7” Vague dan Killeur Calculateur. Karena di gedung ini tidak ada live venue, Tandang Store rutin menggelar pertunjukan musik akustik dan spinning session. Tandang Store berbagi ruang dengan usaha sablon dan menjahit, Bogus Merchandise yang turut di . Di lantai tiga ada Public School, kolektif DJ yang membuka kelas untuk DJ dan Cinephilia, himpunan pecinta film yang membuat bioskop kecil.

Lantai dasar bangunan ketiga dihuni oleh biro hukum yang tertarik dengan pergerakan seni budaya. Lantai dua disewa oleh The Ricecooker Archives, pengarsipan terbitan independen oleh Joe Kidd yang memang dikenal dengan minat dan kemampuan dan hal mengkoleksi dan pengarsipan. Joe Kidd sempat membuka record store dengan nama yang sama, The Ricecooker Shop di The Annexe, Central Market. Penghuni lantai dua lainnya adalah Malaysian Design Archive (MDA) menjadi salah satu tenant yang ditunggu untuk mengaktifkan ruang yang tersedia. Sebelumnya MDA adalah online digital repository design Malaysia dari era kolonial hingga kemerdekaan. Di lantai tiga ada Rumah Attap library & collective. Rumah Attap mempunyai koleksi buku dengan fokus cultural studies dan buku-buku berteks Mandarin untuk sastra Cina, seni, budaya, dan politik. Mereka juga mulai mengkoleksi buku-buku berteks bahasa Malaysia dan bahasa Inggris. Koleksi bukunya juga adalah donasi buku dari toko buku Gerak Budaya dan beberapa penerbit lokal. Rumah Attap juga terbuka untuk lokakarya dan diskusi multi-disiplin.

Sebagian besar dari penghuni The Zhongshan Building selama ini belum pernah memiliki ruang fisik, akan menjadi pengalaman yang panjang dan menarik untuk terlibat dalam program-program yang dikerjakan.

Masih di pusat kota, kita bergerak ke Station Pudu. Berjalan kaki melewati Pasar Pudu, pasar basah yang ramai dan menarik untuk belanja kue. Selepas Pasar Pudu kita akan menemukan gedung milik DAP (Democratic Action Party) dengan logo roket yang khas, gedung Wenworth di Jalan Yew. Naik lift ke lantai 5, ada perpustakaan di sana, Library for Social Democracy. Perpustakaan yang menyediakan 2000 koleksi buku, majalah, jurnal bersifat referensi, dibaca ditempat. Diperuntukkan untuk mereka yang berniat untuk melakukan penelitian mengenai politik dan ekonomi Malaysia atau Asia Tenggara dengan memanfaatkan buku-buku terbitan ISEAS, NUS Press Singapore, IBT, SIRD, dan REFSA. Perpustakaan ini memiliki ruang baca dan bekerja yang tenang dengan instalasi yang menarik, halaman-halaman buku di langit-langit.

Kita kembali ke stasiun LRT menuju Station Bangsar, dua stop dari Station Pasar Seni. Hanya berjalan kaki 5 menit dari Station Bangsar, kita menemukan Kelab Bangsar Utama (KBU) yang menempati lantai atas dari sebuah shoplot di 52C Jalan Kemuja. KBU memiliki program radio online, kelas filsafat, diskusi, dan Dapur Jalanan KL. Mereka aktif bekerja sama dengan universitas untuk program Dapur Jalanan dan anak-anak yang tinggal di kawasan Bangsar Utama untuk kelas seni. Dapur Jalanan KL beroperasi untuk tunawisma di Jalan Balai Polis, berdekatan dengan Findars Art Space.

Bergerak satu hari di pusat kota KL membuat kita penasaran untuk turut melakukan perubahan di kota masing-masing. whiteboardjournal, logo

Tags