Who, What, Why: Farah Wardani

Art
08.08.18

Who, What, Why: Farah Wardani

Selain menjadi kurator dan seniman asal Indonesia yang dihormati oleh dunia seni Internasional, Wardani telah membantu mengangkat kepentingan pengarsipan dalam dunia seni.

by Emma Primastiwi

 

WHO

Farah Wardani adalah seorang kurator, sejarawan seni, dan direktur eksekutif dari IVAA (Indonesian Visual Art Archive) arsip seni digital pertama di Indonesia. Dari SMA, Wardani telah memendam minat untuk seni, ia selalu menikmati pelajaran yang berhubungan dengan menulis dan hobi berkreasi. Mengambil jurusan desain di tahun 1990an, Wardani merasa tidak puas dengan hasil studinya dan memutuskan untuk melanjutkan perguruan tingginya di Inggris untuk mempelajari Sejarah Seni. Wardani kembali ke Indonesia di tahun 2001 dengan perspektif dan semangat baru untuk mengembangkan dunia seni Indonesia, sejak kembali, ia mulai mengajar seni dan menjadi kurator di berbagai sanggar dan akhirnya memulai “Indonesian Visual Art Archive” di Jogja. Kini Farah Wardani aktif sebagai Assistant Director – Resource Centre di National Gallery Singapore.

WHAT

Sejak kembali dari studinya ke Indonesia di tahun 2001, Wardani mulai aktif di dunia seni sebagai guru, penulis, kurator, dan art organizer di berbagai sanggar dan eksebisi seniman Indonesia. Selain memulai IVAA Digital Archive, ia bersama beberapa seniman dan penulis lain menulis sebuah buku berjudul “Indonesian Women Artists: with Carla Boanpoen and Wulan Dirgantoro”, buku yang menyorot prestasi seniman wanita Indonesia. Selain itu, Wardani telah menjadi kurator dengan berbagai sanggar ternama di ranah internasional seperti Cemeti Art House, Ruang Rupa, Valentine Willie Fine Arts (Kuala Lumpur) dan juga menjadi kurator konsultan untuk eksebisi “Indonesian Eye: Fantasies & Realities” di Saatchi Gallery, London.

WHY

Selain menjadi kurator dan seniman asal Indonesia yang dihormati oleh dunia seni Internasional, Wardani telah membantu mengangkat kepentingan pengarsipan dalam dunia seni.

“The importance of archiving still is neglected by most people in the scene itself. And though it is a fact that art is essential in daily life, it’s still underestimated – art is still considered a secondary culture product, below sports, or even show business. So IVAA is my way to help build a better scene.” Ujar Wardani dalam wawancara dengan Whiteboard Journal waktu lalu.

Dengan perspektif dan juga semangat baru yang ia dapat setelah studinya di Inggris, Wardani telah membantu mengangkat dan mengembangkan dunia seni Indonesia. Dengan memulai IVAA Digital Archive, ia bertujuan untuk mengingatkan semua yang terlibat dalam dunia seni Indonesia untuk memperhatikan pengarsipan karya seni yang baik dan benar, dan berhasil mengajak para seniman dan kurator Indonesia untuk menyadari kepentingan hal tersebut. whiteboardjournal, logo