Dari Hulu hingga Hilir, Bagaimana AI Membawa Industri Fashion Ke Level Selanjutnya 

Fashion
27.03.22

Dari Hulu hingga Hilir, Bagaimana AI Membawa Industri Fashion Ke Level Selanjutnya 

Retailers telah beralih ke AI untuk menggantikan photoshoot dan memprediksi apa yang orang ingin beli dan kenakan di masa depan.

by Whiteboard Journal

 

Teks: Jesslyn Sukamto
Foto: FXMirror

Awalnya, otomatisasi AI tampak kurang menarik bagi para eksekutif fashion untuk digunakan dalam industri yang didasarkan pada kemampuan dan ekspresi kreatif. Namun, saat kita memasuki era hyper-digital, aplikasi ini dapat mengubah bisnis dan meningkatkan pertumbuhan industri dan pendapatan yang signifikan dibandingkan dengan para pesaing yang masih menggunakan metode tradisional.

Terlepas dari sifat inheren industri fashion, AI secara fundamental mengubah sektor dari bagaimana bisnis fashion membuat barang-barang mereka hingga dipromosikan dan dijual. Teknologi AI merevolusi industri fashion secara menyeluruh, termasuk bagian desain, produksi, pengiriman, pemasaran, dan penjualan.

Dari perspektif desainer pakaian —  AI telah mencampakkan pemotretan dan memprediksi apa yang orang ingin beli dan kenakan di masa depan. 

Startup Finesse menggunakan AI dalam penjelajahan web guna memprediksi tren berikutnya, dan kemudian menggunakan desain algoritma untuk menghasilkan pakaian dalam jumlah kecil dengan cepat dalam 25 hari. 

Perusahaan tersebut mengatakan mereka menggunakan software pemodelan 3D untuk semua pakaian gender-neutralnya agar mengurangi biaya dan mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan selama proses pembuatan sampel.

Ditambah dengan orang-orang yang tidak dapat keluar dan membeli atau bahkan mencoba pakaian, teknologi yang dibutuhkan agar ruang pas virtual bisa beroperasi telah diinovasikan.

Dalam logistik dan manajemen supply chain — AI mempercepat pekerjaan dengan meningkatkan rute, memotong pasokan logistik, dan mengurangi biaya pengiriman.

Dengan AI, perusahaan mengotomatiskan proses logistik dan rantai pasokan untuk pengiriman yang lebih cepat atau menemukan rute alternatif untuk keadaan yang tidak terduga seperti adanya cuaca buruk atau konstruksi jalan.

AI juga telah merevolusi di bagian lain seperti manufaktur, dimana mesin berkemampuan AI dan robot-robot dapat dengan mudah menjahit kain dengan sempurna. Pada saat yang sama, AI juga dapat mendeteksi defect pada kain yang dijahit.

Untuk para retailers — terutama fast fashion —  AI dapat dengan mudah merekam pengalaman berbelanja dari pelanggan-pelanggan dengan opsi feedback mereka.

THE YES, perusahaan yang menggunakan AI untuk menarik item dari situs web brand-brand dan retailer ternama dan menampilkannya dalam feed di aplikasi mereka. Mirip Tinder, tetapi versi pakaian — jika pengguna menyukai gaun yang ditampilkan, mereka mengklik “ya”. jika mereka tidak tertarik, mereka mengklik “tidak”. 

Namun tidak seperti tinder, tinder dapat meningkatkan item yang ditampilkannya dari waktu ke waktu dengan menggunakan AI. Setiap pilihan “suka” dan “tidak suka” akan disimpan kembali ke model pembelajaran mesin untuk mengupdate setiap feed yang dipersonalisasi dari item yang kemudian dapat dibeli pengguna.

Aplikasi THE YES yang berfokus pada fashion dan pakaian wanita. (Foto : THE YES.)

Teknologi ini sangat berguna terutama ketika kita berbicara tentang era saat ini di mana pandemi dan PPKM diberlakukan — pakaian yang dipersonalisasi dan bisa dibeli semuanya tersedia pada satu genggaman tangan.

Bahkan beberapa retailers juga memiliki “smart mirror” — digunakan untuk memberikan pelanggan sebuah pengalaman memvisualisasikan pakaian secara virtual tanpa perlu dikenakannya pakaian tersebut di tubuh mereka.

Cermin pintar AI ini biasanya dipasang di ruang ganti toko retail dengan cermin layar sentuh yang memberikan pilihan kepada pelanggan terhadap berbagai ukuran dan pilihan warna yang tersedia, juga pilihan mix-and-match yang dipersonalisasi untuk melengkapi tampilan mereka.

Contoh merek yang mengimplementasikan “smart mirror” ini adalah Van Heusen — menciptakan lingkungan retail lengkap dengan cermin “Uji Coba Virtual” yang memungkinkan pengguna melihat bagaimana pakaian akan terlihat hanya dengan memindai barcode item dan berdiri di depan cermin saat pakaian virtual diproyeksikan ke pantulannya.

Retail-retail ternama seperti H&M, Zara, Topshop, Burberry, dan masih banyak lagi juga menggunakan cermin pintar untuk meningkatkan layanan pelanggan.

Anda mungkin bertanya-tanya, apakah ada retail atau startup yang menggunakan AI dalam industri fashion di Indonesia? — jawabannya, masih belum ada. 

Walaupun adanya AI dalam industri e-commerce, yang juga integral dalam perkembangan industri fashion, terutama fast fashion, kenyataannya adalah bahwa AI komersial masih saja dalam masa pertumbuhan dan industri fashion sedang berada di garis depan pengembangan dan penerapannya di dunia nyata.

Dalam interaksi pelanggan dengan AI, para Generasi Z sudah sangat menerima AI, tetapi generasi yang lebih tua masih cenderung waspada terhadap dampak AI pada kehidupan mereka.

Sebagian besar karena perusahaan yang menggunakan AI masih belum menemukan cara untuk mengkomunikasikan dampak positif secara efektif, padahal AI sangat berpotensi untuk banyak hal, seperti yang dijelaskan di atas. 

Seiring perkembangan teknologi, AI menjadi semakin penting. Di Indonesia, AI juga telah digunakan di berbagai bidang startup, kita hanyalah menunggu waktu untuk AI terjun kedalam dunia fashion. Ujungnya, kita bakal sampai ke dunia dimana para model atau influencer berpakaian secara digital.whiteboardjournal, logo