Beberapa Universitas AS Menawarkan Kelas TikTok untuk Influencer Gen Z

Human Interest
12.05.22

Beberapa Universitas AS Menawarkan Kelas TikTok untuk Influencer Gen Z

Welcome to Gen Z college, di mana universitas menawarkan kursus-kursus dalam membangun branding diri dan taktik negosiasi untuk mendapatkan uang dari persona online.

by Whiteboard Journal

 

Teks: Jesslyn Sukamto
Foto: Cornell Watson

Tiga puluh murid dari Duke University bergabung dalam sebuah kursus yang secara resmi dinamakan “Building Global Audiences”, namun sebenarnya lebih familiar dikenal sebagai “kursus TikTok”, untuk belajar bagaimana mengoptimalkan presence mereka dalam aplikasi sosial media. 

Kelas tersebut diajarkan oleh profesor Aaron Dinin, dan murid-murid yang bergabung telah berhasil memperoleh 145.000 pengikut dan meraup 80 juta views untuk video yang mereka ciptakan.

Murid-murid juga membandingkan analitik dan sasaran untuk akun mereka, dan mendiskusikan mengapa posting tertentu dapat berkinerja baik atau tidak. Tugas-tugas mereka melibatkan penggunaan tren TikTok saat ini sebagai inspirasi untuk pembuatan video, yang kemudian dibagikan sebagai produk akhir dengan teman sekelas lainnya. Mereka dapat memfilmkan video selama jam pelajaran, atau mencoba menjangkau merek-merek diluar.

Salah satu video paling sukses yang dibuat semester ini menampilkan Hauser dan sepupunya dari Venezuela pada pertemuan keluarga. Ini memiliki tiga juta tampilan dan 649.000 suka. Banyak juga siswa yang memanfaatkan kehadiran online mereka untuk mendapatkan pekerjaan.

Kelas yang berfokus pada media sosial bukanlah konsep baru di universitas-universitas AS. Platform seperti Twitter, Youtube dan Instagram telah mengambil peran sentral dalam budaya influencer, kursus dalam pemasaran dan komunikasi digital menjadi pendidikan yang penting dari perguruan tinggi bagi siapa saja yang tertarik mengikuti jalan itu. 

Dinin, yang memiliki gelar Ph.D. dalam bahasa Inggris dan latar belakang sebagai pengusaha teknologi, telah mengajar pemasaran sosial untuk Duke’s Innovation & Entrepreneurship Institute ketika dia menyadari banyaknya siswa yang merupakan content creator, sehingga dia memutuskan untuk membangun kursus untuk mereka.

Seiring dengan kursus-kursus yang ditawarkan Duke, Sekolah Annenberg University of Southern California dan University of Virginia ternyata juga menawarkan program serupa. Keterampilan untuk menghasilkan uang dari online presence bahkan lebih on demand sekarang karena Asosiasi Atletik Perguruan Tinggi Nasional telah memungkinkan atlet untuk mendapatkan keuntungan dari nama, citra dan rupa mereka.

Kursus yang sangat trendy seperti ini dan hanya menawarkan ke target audiens yang spesifik tentunya prosesnya tidak mudah bagi Dinin untuk meyakinkan administrasi Duke untuk menawarkan kelas seperti ini. Ke beberapa di sekolah, media sosial masih tampak seperti fenomena sekilas bagi kaum muda. Namun Dinin memandangnya sebagai bentuk komunikasi dan seni baru.

Ini juga menimbulkan pertanyaan yang penting, apakah gelar sarjana benar-benar dibutuhkan untuk membuat konten? terutama mengingat tingginya biaya pendidikan untuk masuk perguruan tinggi. 

Untungnya banyak murid-murid yang memasuki kelas tersebut kini juga telah mendapat pekerjaan dari mengatur kehadiran online mereka secara optimal, banyak juga yang berpaling ke pembuatan konten secara full-time. Walaupun pendapatan dari postingan-postingan di TikTok sangat beragam, untuk postingan khusus dapat berkisar dari USD 2.500 hingga USD 20.000, tergantung pada jumlah pengikut dan keterlibatan akun.

“Ada sebuah pemikiran dari generasi yang lebih tua bahwa menjadi influencer adalah tren superficial khusus untuk Gen Z” kata Dinin. “Tetapi kenyataannya adalah platform media ini hanyalah salah satu cara dunia bekerja. Banyak peluang wirausaha dan banyak jangkauan yang bisa didapat dari TikTok.”whiteboardjournal, logo