Celibacy, Istilah untuk Puasa Seks yang Ramai Dijalani Generasi Terkini

Human Interest
22.02.23

Celibacy, Istilah untuk Puasa Seks yang Ramai Dijalani Generasi Terkini

Disebut-sebut sebagai efek dari sex-positivity movement yang sempat ramai di dunia barat pada tahun 1990an hingga 2010.

by Whiteboard Journal

 

Teks: Alissa Wiranova
Foto: NYCTastemakers

Istilah ‘celibacy’ sendiri mulanya banyak digunakan untuk merujuk pada gerakan menjauhi aktivitas seksual dalam ajaran Kristen. Meski begitu, belakangan ini berkembang banyak diskursus baru mengenai istilah celibacy ini. 

Bulan Januari lalu, terjadi peningkatan sebanyak 90% dari jumlah awal total pencariah ‘celibacy’ di Google. Tak hanya itu, video dengan hashtag #celibacy juga kini telah memiliki 167,7 juta total views di Tiktok. 

Dalam wawancara bersama DAZED, seorang model dan penulis bernama Dronme menceritakan alasannya telah menerapkan gerakan celibacy alias puasa seks ini. 

“Alasanku puasa seks ini bukan karena kitab suci ataupun alasan religius lainnya. Aku juga tidak merasa malu karena seks ataupun memiliki hubungan yang intim dengan orang lain. Aku hanya tak lagi menemui kesenangannya,” jelas Dronme. 

Beberapa pelaku celibacy ini juga menyatakan bahwa keputusan mereka kini merupakan buntut dari gerakan sex positivity movement yang dahulu sempat ramai di Tumblr pada kisaran tahun 2010-an. Kala itu, bertepatan pula dengan meledaknya series berjudul Sex and The City yang menyiratkan pesan bahwa sah-sah saja bagi perempuan untuk melakukan eksplorasi terhadap tubuh dan hasrat seksualnya–yang mana salah satunya dengan cara memandang seks sebagai perihal yang ‘meaningless’, sebagaimana yang biasa dilakukan oleh lelaki patriarkis.

Pesan soal eksplorasi hasrat seksual perempuan ini nyatanya banyak ditangkap dengan cara yang salah oleh remaja di bawah umur dalam tren sex positivity movement di Tumblr di era tahun 2010an. Kebanyakan dari mereka justru melihat bahwa satu-satunya jalan untuk mengalahkan dominasi pemikiran patriarkis adalah melalui cara sexualizing diri mereka sendiri, karena perempuan dianggap bebas mengekspresikan identitas dirinya, tak terkecuali dengan hasrat seksual. 

Dalam tweet ini misalnya, tren sex positivity movement di Tumblr dahulu berujung pada banyaknya perempuan usia minor yang justru dimanfaatkan oleh pria tak dikenal. Misalnya, pada kecenderungan remaja untuk melakukan hubungan seks kasual tanpa perasaan, alias emotionless sex, yang justru menempatkan perempuan usia minor sebagai pihak yang rentan untuk dimanfaatkan.  

Mereka yang dahulu aktif dalam tren sex positivity movement kini justru banyak yang menerapkan celibacy atau puasa  seks. Seorang bernama Charlie misalnya, mengaku dirinya kini telah melakukan puasa seks selama satu tahun setenga setelah pernah melewati periode hiperseksual semasa remajanya. Tak hanya itu, beberapa veteran sex positivity movement Tumblr lainnya juga melakukan hal yang sama, karena ingin mencapai tujuan ‘finding worth in myself’.

Kecenderungan generasi muda untuk menerapkan tren celibacy ini juga nyata didukung oleh data-data statistik. Melalui British National Surveys of Sexual Attitudes and Lifestyles, terbukti bahwa terdapat penurunan besar-besaran pada aktivitas seksual masyarakat Inggris pada beberapa tahun belakangan. Tak hanya itu, hal serupa juga terjadi di Amerika Serikat dan Prancis. Dalam laporan Le Monde, salah satu surat kabar Prancis, sekitar 43% dari 1.000 orang berusia 15-24 tahun belum kembali melakukan seks karena seks tak lagi jadi hal yang menarik untuk generasi muda. 

Seks sendiri mungkin tak dimaknai sebagai perihal yang sepenuhnya problematik bagi para pelaksana gerakan celibacy tadi. Hal yang mereka soroti adalah lebih kepada budaya, kebiasaan, hingga makna yang biasa disematkan orang pada aktivitas seksual tersebut.

 whiteboardjournal, logo