Jelajah Kosmologi Minahasa bersama Karya Natasha Tontey di Program Residensi yang Digelar transmediale

Art
02.03.21

Jelajah Kosmologi Minahasa bersama Karya Natasha Tontey di Program Residensi yang Digelar transmediale

Suku Minahasa menjadi fokus utama penelitian Natasha Tontey untuk pengembangan karya videonya yang akan ditampilkan dalam pameran “for refusal”.

by Whiteboard Journal

 

Teks: Daniet Dhaulagiri
Foto: Natasha Tontey

Berbasis di Yogyakarta, Natasha Tontey merupakan seorang seniman yang memiliki ketertarikan pada fiksi dan dijadikannya sebagai cara terstruktur untuk berspekulasi dan nantinya ia tumpahkan ke dalam karya seninya yang lekat dengan sejarah dan mitos sebagai pemanufaktur rasa takut yang mampu mendeterminasi ekspektasi akan masa depan.

Natasha Tontey sudah berkiprah dalam dunia seni sudah mulai aktif sejak tahun 2015, kini kabarnya Natasha menjadi bagian dari ekspansi program residensi yang diadakan oleh transmediale—merupakan platform yang menggelar festival tahunan untuk seni dan budaya digital di Berlin. Program tersebut merupakan upaya transmediale untuk membuat infrastruktur pendukung praktik artistik yang lebih berkelanjutan. Selain Natasha, seorang seniman asal Lebanon; Bassem Saad.

Dalam menjalankan program residensi tersebut, transmediale bekerja sama dengan Martin Roth Initiative (MRI), mereka mencoba mendukung para seniman dengan kegiatan seni dan budaya, terutama kondisi sosial-politiknya yang genting. Transmediale sudah memandu program residensi ini dari Oktober hingga Desember 2020. Sejak saat itu setiap seniman harus mengembangkan sebuah karya video baru yang menjadi bagian dari pameran transmediale 2021-2022 dengan tajuk “for refusal”.

Dalam program tersebut Natasha Tontey menjadikan suku Minahasa yang berasal dari Sulawesi Utara yang terkenal dengan ekonomi batu sebagai fokus penelitiannya. Suku tersebut menjadikan batu sebagai sistem perdagangan dan komunikasi sebagai campuran dari praktik Zaman Baru, kapitalisme, dan koneksi spiritual untuk Gaia.

Suku Minahasa memiliki budaya yang dikenal dengan pemikiran kosmologis dan sistem politik Mapalus—sistem transfer ilmu dengan dasar sukarela dan gotong royong, termasuk mata uang sosial. Melalui karya Natasha Tontey yang bertajuk “The Epoch of Mapalucene”, mengeksplorasi dinamika kosmologi Minahasa dengan kacamata budaya digital kontemporer, hal tersebut untuk mengimajinasikan bagaimana dunia alternatif yang nyaris tak ada antroposentrisme.

Sebelum digelarnya pameran tersebut, kalian bisa mencari tahu detail mengenai Natasha Tontey melalui situs resminya, atau kunjungi situs transmediale untuk informasi pameran tersebut.whiteboardjournal, logo