Edit Konten Video, Peneliti Demonstrasikan Pentingnya Sikap Kritis Saat Tonton Media

Media
17.06.19

Edit Konten Video, Peneliti Demonstrasikan Pentingnya Sikap Kritis Saat Tonton Media

Perkembangan teknologi yang dapat memicu dampak negatif.

by Whiteboard Journal

 

Teks: Wintang Warastri
Foto: YouTube

Dalam mengkonsumsi media dewasa ini, jika publik sudah terbiasa waspada akan pemberitaan narasi maupun foto rekayasa demi menghindari sirkulasi berita tidak benar, kali ini mereka juga harus mulai berhati-hati akan beredarnya pemberitaan palsu dalam bentuk video. Sekelompok ahli machine learning dari Universitas Stanford dan Princeton bersama dengan Max Planck Institute for Informatics and Adobe pun demonstrasikan mudahnya alterasi konten sebuah video dilakukan, hanya dengan bermodalkan input teks dan sumber video yang ingin dimodifikasi.

Proyek yang berjudul “Text-based Editing of Talking-head Video” ini dipublikasikan online pada minggu ini, dengan presentasi formalnya yang akan dilakukan dalam konferensi SIGGRAPH pada Juli mendatang. Lewat menganalisa pola bicara seseorang di dalam video, para periset mengidentifikasi dan mengisolasi phonemes, yaitu unit suara terkecil dalam sebuah penuturan untuk kemudian mencari visemes, yaitu suara-suara yang terdengar sama berdasarkan bentuk mulut saat berbicara – seperti bunyi “v” dan “f” – dan mengkombinasikannya menjadi kalimat yang sama sekali baru dan tidak diucapkan dalam sumber video aslinya. Diciptakan pula model wajah 3D yang dapat merekam bentuk wajah dan mulut seseorang saat berbicara, yang kemudian mereplikasi phonemes dan mengkombinasi berbagai visemes ini. Adobe lewat software pengedit suara keluaran mereka yaitu VoCo berperan dalam sinkronisasi hasil edit ini ke dalam video sumbernya.

Hasil eksperimentasi mereka diujikan kepada 138 subjek tes yang menonton baik video asli maupun rekayasa, dan hasilnya sekitar 60% menilai video rekayasa tersebut sebagai klip asli, meskipun video aslinya masih dapat dikenali oleh sebanyak 80%. Klip rekayasa tersebut memang masih dapat terlihat alterasinya seperti bentuk mulut yang kaku dan gerakan patah-patah, namun perbedaan yang timbul sangatlah subtil. Mata manusia terbiasa menangkap sesuatu yang ingin ia lihat secara garis besar, dan jika tak awas perbedaan tersebut hampir pasti akan terlewat.

Publik merespon dengan kekhawatiran atas proyek ini, dan para peneliti tersebut juga bukan tidak menyadari konsekuensi dari percobaan mereka. Dibuktikan dengan pernyataan pertimbangan etis dalam esai presentasi mereka, “we acknowledge that bad actors might use such technologies to falsify personal statements and slander prominent individuals. We are concerned about such deception and misuse.” Intensi awal dari “Text-based Editing of Talking-head Video” adalah untuk memudahkan proses pasca-produksi dari sebuah film/materi story telling lainnya, dan mereka berharap bahwa publik dan pengguna nantinya dapat bergerak dalam maksud etis yang sama. Mereka juga percaya bahwa dengan publikasi teknologi ini di muka umum, akan mendorong masyarakat untuk bersikap lebih kritis terhadap tontonan mereka.whiteboardjournal, logo