
Laleilmanino Interviewed by Tiara Andini, .Feast, to Armand Maulana
Sebelum perayaan 15 tahun Laleilmanino bareng Plainsong Live, kami mengumpulkan beberapa musisi yang diproduseri oleh aliansi tiga sosok musik pop ini untuk bercerita mengenai segala dinamika dalam semesta Laleilmanino.
Words by Whiteboard Journal
Biasanya, penggabungan beberapa kepala untuk pembentukan suatu aliansi karya kerap menyebabkan berbagai macam friksi—pun semua itu terjadi atas nama visi kreatif. Maka, akan membutuhkan banyak keyakinan dan kepekaan untuk suatu aliansi sosok-sosok itu bisa berkelanjutan dalam berkarya, let alone aktif merilis karya selama 1 dekade lebih.
Yang mana menjadikan ulang tahun ke-15 liga tokoh besar di koridor musik pop Indonesia, Lale, Ilman, dan Nino Kayam ini menjadi sesuatu yang pantas untuk dirayakan. Apalagi, perayaan ini turut dihadirkan oleh teman-temannya yang, selain meramaikan keseharian kebanyakan warga Indonesia, juga memperpanjang bebunyian baik yang selalu dipertahankan oleh Laleilmanino.
Sebelum malam perayaan mereka yang diselenggarakan oleh Plainsong Live, kami menyempatkan untuk mengumpulkan beberapa nama-nama yang di credits-nya tercantum nama aliansi ini untuk menceritakan segala dinamika yang berputar di dalam pusaran Laleilmanino.

Image via Plainsong Live©
Armand Maulana
Yang menarik adalah bagaimana karya-karya Laleilmanino itu kan seperti hidup di era musik Indonesia tahun ‘80-an, sedangkan mungkin Laleilmanino masih kecil di era tersebut. Bagaimana caranya mendapatkan vibe karya ‘80-an tapi tetap bisa update terhadap kuping anak sekarang?
Nino: Satu, mungkin karena referensi. Yang kedua, juga pastinya kan referensi musik pertama kita adalah lagu-lagu yang didengarkan sama orang tua kita—itu tidak bisa dipungkiri menjadi kamus bermusik di awal. Kalau ditanya gimana caranya untuk membawa musik itu ke generasi sekarang ya, alhamdulillah kita masih selalu cukup terupdate dengan perkembangan yang terjadi di dunia musik karena kami pun sendirikan masing-masing juga masih aktif bersama band masing-masing.
Kalian pasti pernah ribut dalam meramu sebuah karya. Keributan itu mempertahankan apa?
Lale: Ya, pasti ribut.
[Semua tertawa].

Image via Plainsong Live©
Ilman: Ribut itu hal yang wajar dan bagus, karena semua ingin memberikan yang terbaik. Apalagi kita ribut soal karya yang mau kita berikan ke orang banyak. Jadi perihal notasi, perihal lirik, perihal aransemen itu memang harus diributkan.
Nino: Itu mungkin zaman PDKT Laleilmanino di awal lah, ya. Cuma, semakin ke sekarang, kayaknya itu mulai jarang ditemukan, karena kami bertiga sudah mulai menemukan post masing-masing di mana kita percaya satu sama lain akan memberikan kontribusi terbaik untuk post-nya.

Image via Plainsong Live©
Diskoria
Who would you call the greatest Indonesian songwriter of all time?
Nino: Karena gue itu adalah tipe orang yang sangat mendengarkan lirik dalam sebuah lagu, gue cukup mengidolakan Guruh Soekarnoputra dalam penulisan lirik. Dan juga dari masa ke masa pun sebenarnya selalu ada sih, kayak penulis lagu yang gue look up, gitu. Mulai dari mas Guruh, terus ke oom Chandra Darusman, sampai ke mas Yovie Widianto.
Ilman: Gue suka dan selalu seleranya ada di oom Chandra Darusman, dan ada di oom Fariz RM.
Lale: Gue bukan tipe orang yang dengerin lirik banget, tapi gue lebih ke musiknya. Gue suka karya-karya yang oom Yockie [Suryo Prayogo] kerjain. Semua karyanya kedengarannya selalu dinamis gitu.
If you could send one of your songs to aliens, which one and why?
Ilman: “Selamat Ulang Tahun,” Diskoria. Karena mungkin di dunia alien gak ada ulang tahun. [Semua tertawa].
Nino: Kalau gue “Serenata Jiwa lara.” Karena, kayaknya di planet lain pun, Dian Sastro masih tetep bisa jadi paling cantik. Hahaha.
Lale: Lagu… “Surat Izin Mencinta.” Jangan-jangan di sana mencinta butuh surat izin! [Semua tertawa].

Image via Plainsong Live©
.Feast
Kok mau collab dengan .Feast? Soalnya secara sonik musiknya kan beda?
Sonik apa sih?
The Hedgehog. [Semua tertawa].
Lale: Sebenarnya kita gak pernah pilih-pilih, sih—mau itu kerja sama, atau collab sama musisi dengan genre apa pun. Kebetulan kemarin .Feast dateng, justru kita merasa tertantang dan seneng, gitu. Jadi ada hal baru lagi yang bisa kita explore. Ditambah mungkin, kalo gue pribadi, sebenernya gue seneng banget ngerjainnya karena gue bisa naro efek-efek distorsi gitar di situ. Udah lama banget nggak main gitar distorsian.
Nino: Justru karena secara sonik berbeda, di situlah titik di mana kita merasa ingin melakukan kerjasama ini. Karena Laleilmanino tuh selalu pengen explore hal-hal baru dan pada saat itu kita belum pernah nge-produce musisi rock. Jadi sebuah tantangan yang kayaknya sayang lah kalo dilewatkan.
Ilman: Dan seorang produser yang baik adalah produser yang banyak mendengar. Jadi kita mendengarkan apa maunya .Feast, dan alhamdulillahnya juga .Feast mau mendengarkan apa yang ada di isi kepala Laleilmanino, dan terjadilah kolaborasi yang baik.
Kok bisa pada nggak tipes sama semua jadwalnya?
Ilman: Oh, itu udah.
Nino: Tipesnya bergantian-gantian.
Lale: Orang nggak tahu aja.

Lale. (Image via Laleilmanino©)

Ilman. (Image via Laleilmanino©)

Nino. (Image via Laleilmanino©)
Ilman: Kita jarang publish juga kalo kita sakit. Jadi mungkin terlihat “Kok kerja terus?”
Sebenarnya jawaban manisnya adalah nggak mungkin Laleilmanino bisa jalan 11 tahun kalau ini bukan dunia yang kita sukai. Jadi mengerjakan sesuatu di luar segala kesibukan yang memang sudah ada, kalau tidak dilakukan dengan rasa yang bahagia, itu pasti nggak akan berjalan. Jadi mungkin kalau ditanya kenapa nggak tipes, ya mungkin karena kita ngelakuin sesuatu yang buat banyak orang itu adalah impian. Jadi kita nggak mau menyia-nyiakan itu. Kita selalu menjaga titik syukur di diri kita. Kalau ada kerjaan banyak, itu artinya kita dikasih rezeki sama Allah.

Image via Plainsong Live©
Tiara Andini
Di posisi Laleilmanino yang sekarang, pengen bilang apa ke Laleilmanino 2014, zaman pertama kali ciptain lagu bareng?
Ilman: Justru mau berterima kasih sama diri kita di tahun 2014 karena semangat yang sangat berapi-api, kita willing untuk menyisihkan banyak waktu, mengerjakan karya-karya, jadi itu hal yang alhamdulillah justru malah menyenangkan dan sangat bangga sama kita di 2014.
Apa alasan memilih Tiara untuk menyanyikan genre lagu seperti “Cinta Seperti Aku?”
Nino: Sebenarnya ketika kita bikin lagu untuk seseorang gitu, enggak yang kita bikin lagunya dulu terus habis itu kita ngerasa kayaknya dia deh yang cocok nyanyiin. Karena mostly emang workshop-nya terjadi di tempat tuh sama musisinya. Jadi kalau ditanya kenapa “Cinta Seperti Aku” itu lagunya dikasih ke Tiara, ya, kita bikin “Cinta Seperti Aku” karena kita ngeliat Tiara gitu.
Jadi, kita malah merasa Tiara tanpa perlu berkata tuh kayak seakan-akan ngasih kode bahwa lagu seperti itu yang dia butuhin.



