Quick Review: In the Mood for Love

Film
12.02.18

Quick Review: In the Mood for Love

Jika ada satu kata yang dapat merangkum film “In the Mood for Love”, ‘kebetulan’ adalah jawabannya.

by Febrina Anindita

 

Teks: Anindita Salsabila
Foto: Reel World Theology

Jika ada satu kata yang dapat merangkum film “In the Mood for Love”, ‘kebetulan’ adalah jawabannya. Kebanyakan sutradara pasti ingin memamerkan keterampilannya dalam mengarahkan gaya para aktor, tata letak properti, dan sebagainya dalam prakaryanya. Sama halnya dengan sutradara Wong Kar-wai, pada awalnya film ini hanya akan menceritakan kehidupan dua tetangga – yang kebetulan berlawan jenis, gemar membeli jajanan mie di dekat tempat mereka tinggal. Tetapi tentu saja, jalan cerita film ini dibuat semakin rumit lewat kebetulan-kebetulan yang akan muncul sepanjang film.

“In the Mood for Love” berlatarkan Hong Kong pada tahun 1960-an. Keinginan Wong Kar-wai untuk memotret realita kehidupan pada zaman tersebut juga dihargai sebagai salah satu diorama digital sejarah Hong Kong. Film ini menggambarkan kisah seorang laki-laki dan perempuan (keduanya sudah mempunyai pasangan masing-masing) yang tanpa disangka pindah ke lantai gedung apartemen yang sama, di hari yang sama. Setelah beberapa waktu, mulai banyak kejanggalan yang muncul ketika suami Su Li Zhen dan istri Chow Mo Wan sering bepergian untuk tujuan bisnis di waktu yang sama. Perselingkuhan dalam sebuah film sudah kelewat biasa. Yang tidak biasa adalah ketika kedua pihak yang terang-terangan diselingkuhi, memilih untuk tidak membalaskan dendammnya walaupun keduanya merasakan gejolak asmara untuk satu sama lain.

Berkat berbagai pengarahan dari sang sutradara, film ini mampu merepresentasikan kehidupan individual kelas menengah dari segi gender, profesi para tokoh, kondisi ekonomi rumah tangga hingga kondisi sosial di Hong Kong pada masa itu. Selain itu lewat film ini pula, Wong Kar-wai ingin menyampaikan pesan bahwa perasaan manusia sangatlah ringkih sehingga ia mudah berpindah dan tentunya, dapat terjadi pada siapa saja, di mana saja dan kapan saja.

Lantas bukan hal yang mengherankan jika 2000 Cannes Film Festival memilih film ini untuk dimasukkan ke dalam daftar film top dunia. Film yang memberikan konotasi warna “merah” pada filmnya ini dinilai sangat estetik. Kemahiran Christopher Doyle dan Mark Lee dalam melancarkan teknik-teknik kamera lewat cermin seakan membuat perasaan kedua tokoh utama untuk satu sama lain hanya terpancar lewat cermin dan hanyalah fana. Ditambah lagi, dengan pemilihan setlist soundtrack yang cukup beragam dipasang sesuai situasi – membuat penonton terharu biru.

Quick Review In The Mood For Love: 5/5

In The Mood For Love (2000)
Sutradara: Wong Kar-wai
Sinopsis: Skandal perselingkuhan istri Chow Mo Wan dan Su Li Zhen membuat keduanya terus merasa kesepian. Tetapi justru dari rasa kesepian itulah rasa nyaman mulai menggeluti satu sama lain. Mulai dari kegemaran membeli mie di dekat tempat tinggal mereka hingga menulis komik tentang sejarah bela diri Cina. Meskipun demikian, berbeda dengan pasangan mereka yang berselingkuh, mereka memilih untuk tidak terlibat dalam hubungan apapun.whiteboardjournal, logo