Upaya Nasi Goreng Diplomacy Dalam Memberi Peluang Baru untuk Seni Visual Lokal

Ideas
02.06.18

Upaya Nasi Goreng Diplomacy Dalam Memberi Peluang Baru untuk Seni Visual Lokal

Mengenal kolektif berbasis di Yogyakarta, Nasi Goreng Diplomacy yang memberikan peluang baru untuk seniman visual menampilkan karya lewat art merchandise.

by Whiteboard Journal

 

Teks: Avi Amerta

Foto: Google

Seni visual merupakan medium yang mudah ditemui sehari-hari, namun dalam perkembangannya masih banyak ditemui tantangan yang membatasi seniman dalam menunjukkan karyanya. Kolektif seperti Nasi Goreng Diplomacy yang berbasis di Yogyakarta misalnya, memberikan peluang baru untuk seniman visual menampilkan karyanya melalui medium art merchandise. Kami pun berbincang dengan founder di balik kolektif ini untuk tahu lebih lanjut tentang latar belakang hingga misi mereka.

Apa latar belakang dibuatnya kolektif Nasi Goreng Diplomacy?

Ide awal mengenai Nasi Goreng Diplomacy muncul dari galeri seni utama di dalam grup kami, Srisasanti Syndicate. Kebanyakan seniman profesional yang sebelumnya sudah bekerja sama dengan Srisasanti memiliki segudang ide terkait dengan pengembangan produk art merchandise. Tentu saja, cukup sulit ketika mereka harus membagi waktu antara berkarya dan merealisasikan ide-ide mereka terkait produk art merchandise tersebut. Maka dari itu, Nasi Goreng Diplomacy berperan sebagai fasilitator yang merespon pemikiran seniman-seniman yang berniat untuk membuat dan memasarkan produk exclusive art merchandise kepada publik.

Dalam wadah kolaboratif ini, kami berharap untuk bisa memberikan manfaat secara finansial kepada kawan-kawan seniman kolaborator tersebut. Namun, kontribusi terpenting adalah ketika kami berhasil memperkenalkan nama dan karya seniman-seniman kami kepada khalayak yang lebih luas (di luar lingkaran komunitas-komunitas seni). Maka dari itu kami mengambil filosofi nasi goreng; sebagai makanan yang bisa dinikmati oleh siapapun dalam berbagai variasinya. Kami menginginkan adanya pendekatan yang sama ke karya seni seniman-seniman kami, untuk bisa menjadi lebih mudah diakses.

Hanya saja, yang namanya art merchandise tentu harus tetap mempertahankan aspek eksklusivitasnya. Maka dari itu kami memproduksi produk kami dalam jumlah sangat terbatas (15-50 pieces per artikel). Niatannya, agar setiap pembeli dapat merasakan kesan ‘personal’ atas produk art merchandise yang mereka koleksi; semacam simulasi untuk memunculkan excitement yang biasanya didapatkan dalam kegiatan mengoleksi karya seni.

Nasi Goreng Diplomacy telah memberikan sarana untuk seniman-seniman seperti Heri Dono, Eddie Hara, Robi Dwi Antono, Ronald Manullang. Sejauh mana cangkupan seniman yang ingin Nasi Goreng Diplomacy perkenalkan ke publik?

Sampai saat ini, kami masih fokus ke seniman-seniman Indonesia yang tergabung dalam jaringan kerja sama dengan Srisasanti Syndicate. Namun ke depannya, kami sama sekali tidak menutup peluang untuk berkolaborasi dengan seniman-seniman profesional lain. Bahkan kolaborasi dengan sesama pegiat art merchandise pun kami anggap sangat menarik untuk dijalani.

Semakin bervariasi seniman dan karya seni yang dapat diperkenalkan ke khalayak yang lebih luas, semakin setia pula Nasi Goreng Diplomacy dalam menjalankan komitmennya.

Mengapa Nasi Goreng Diplomacy memilih medium merchandise untuk memasarkan karya-karya seniman Indonesia?

Pada saat kami memulai Nasi Goreng Diplomacy (antara tahun 2013 dan 2014), art merchandise di Indonesia belumlah selumrah saat ini. Kalaupun toh dewasa ini semakin banyak teman-teman yang serius menjalankan bisnis art merchandise, justru hal itu semakin membuat kami semangat. Semakin banyak pihak yang bisa kami ajak untuk berkolaborasi, semakin besar pula kans kami untuk berhasil mempromosikan seniman dan karya seni mereka kepada publik selain melalui medium pameran seni.

Dengan makin berkembangnya ruang digital bagaimana emerging artists dapat memaksimalkan keberadaan medium digital untuk menunjukkan karya mereka?

Aksesibilitas yang dimungkinkan oleh karena ruang digital tentu sangat berguna untuk menyokong karier seorang seniman. Exposure bisa teman-teman seniman dapatkan hanya dengan beberapa kali klik atau tap. Interaksi antara seniman dan publik pun menjadi hal yang semakin lumrah.

Bagaimana teman-teman emerging artists dapat memaksimalkan ruang ini? Dengan tetap mempertahankan komitmen dan keseriusan dalam berkarya, tentu saja. Segala hal terkait dengan aspek kekaryaan yang berhasil menarik perhatian di ruang digital, sebisa mungkin harus dibarengi dengan pertanggungjawaban kualitas saat diapresiasi di dunia nyata.

Upaya apa saja yang dilakukan Nasi Goreng Diplomacy untuk menyokong ekosistem seni di Yogyakarta dan Indonesia?

Selain art merchandise, kami sedang berupaya agar Nasi Goreng Diplomacy bisa menyediakan ruang bagi emerging artists untuk berpameran affordable artwork. Kebetulan, ruang galeri art merchandise kami di Yogyakarta memungkinkan bentuk kolaborasi tersebut untuk direalisasikan. Pameran seni pertama di bawah payung Nasi Goreng Diplomacy adalah pameran tunggal artis muda Mahaputra Vito, yang masih berjalan sampai akhir bulan ini.

Di luar pameran affordable artwork, kami juga sedang mempersiapkan konsep untuk non-exhibition programs yang rencananya akan kami jalankan secara kolaboratif, baik dengan seniman ataupun pegiat seni lainnya.

Bagaimana respon masyarakat luas, terutama emerging artists, terhadap keberadaan ruang seperti Nasi Goreng Diplomacy?

Filosofi yang kami usung cukup banyak diapresiasi. Niatan untuk meningkatkan minat khalayak umum terhadap para seniman beserta karya seni masing-masing mulai membuahkan hasil. Harapannya, Nasi Goreng Diplomacy di masa mendatang akan semakin intens dan membuahkan hasil dalam kolaborasinya dengan para pegiat seni ataupun pihak-pihak dari bidang lain, apabila dimungkinkan.

Menurut Nasi Goreng Diplomacy, cara seperti apakah yang paling efektif untuk mengedukasi serta meningkatkan minat masyarakat terhadap industri seni visual?

Dengan cara yang tidak memberatkan. Bahkan, apabila publik lebih menyukai cara yang menyenangkan ataupun instan, apa boleh buat? Selama tidak ada pihak yang dirugikan, menurut kami cara ‘seceria’ apapun layak untuk ditempuh.

 whiteboardjournal, logo