Merayakan Sastra bersama Yeow Kai Chai

18.11.15

Merayakan Sastra bersama Yeow Kai Chai

Ken Jenie (K) berbincang dengan Festival Director Singapore Writers Festival Yeow Kai Chai (Y).

by Ken Jenie

 

K

Bagaimana awal mula ketertarikan Yeow Kai Chai terhadap sastra dan seni? Karena sepengetahuan saya, Anda adalah penulis puisi, seorang jurnalis musik dan film.

Y

Seperti banyak pekerja seni pada umumnya, saya mulai mendalami sastra melalui ketertarikan saya terhadap seni. Saya tidak membedakan antara high-culture dan pop-culture, menurut saya seni adalah karya yang kreatif dan kolaboratif. Perkembangan saya sangat alami.

K

Apakah Yeow Kai Chai dibesarkan di lingkungan yang akrab dengan dunia seni?

Y

Tidak, saya dibesarkan di lingkungan yang sangat sederhana. Kedua orang tua saya tidak menjalani edukasi tingkat lanjut, tetapi mereka memberi saya kesempatan untuk menjalani edukasi tinggi dan saya sangat berterima kasih atasnya.

Mengenai sastra – saya memang merasa lebih cocok dan memahami sastra dibanding sains. Pada akhirnya saya menjadi penulis dan untungnya tulisan saya mendapatkan tanggapan yang baik (tertawa). Menulis adalah disiplin yang saya dalami dengan senang hati – saya senang bercerita kepada orang bahwa saya akan menulis meskipun saya tidak memiliki waktu untuk melakukannya. Banyak orang yang berkata “aduh, saya tidak punya waktu…” dan ini hanya sebuah alasan. Kalau Anda senang menulis, Anda kan mencari waktu untuk menulis. Misalnya jika setelah bekerja saya hanya punya waktu 1-2 jam untuk menulis, saya akan memakai waktu itu untuk menulis.

Menulis adalah seni yang sangat berarti bagi saya, dan untungnya saya bisa berteman dengan penulis-penulis yang memiliki passion yang sama dengan saya. Orang-orang tersebut betul-betul teman saya, bukan sekedar “network.” Mungkin hal ini yang bisa dibilang seru tentang Singapura – karena komunitas kita kecil, maka kita berkarya pada sebuah skena yang juga merupakan lingkaran persahabatan.

K

Kapan anda mulai menulis?

Y

Saya mulai menulis saat saya berumur 7 atau 8 tahun. Di umur itu saya menulis cerita pendek, puisi, dan berpartisipasi pada kompetisi menulis tingkat nasional.

Saya juga menulis mengenai musik karena saya menikmati musik, jalannya alami saja. Untungnya saya dibayar untuk menulis mengenai musik, dan jujurnya saya mau melakukannya secara gratis… tapi tolong jangan ceritakan ini pada bos saya (tertawa).

K

Bagaimana Yeow Kai Chai menjadi Festival Director untuk acara Singapore Writers Festival?

Y

Komite Singapore Writers Festival yang terdiri dari the Art Council mengajak saya untuk menjadi Festival Director. Mereka membebaskan saya untuk mencampurkan sastra dengan berbagai medium, untuk menembus batasan-batasan konvensional. Untuk membawa festival ini ke arah yang saya bayangkan – sejujurnya ini adalah mimpi yang menjadi kenyataan. Saya sangat bahagia bisa bekerjasama dengan orang-orang yang saya kagumi, dan melihat bidang seni yang berbeda-beda bisa bekerja sama.

K

Tema Singapore Writers Festival tahun ini adalah “Island of Dreams.” Mengapa festival tahun ini memilih tema yang mengacu pada refleksi terhadap diri, apakah ini berhubungan dengan kondisi sosial di Singapura?

Y

Alasan utamanya adalah tahun ini Singapura merayakan ulang tahun kemerdekaannya yang ke 50-nya. 50 tahun bukan waktu yang lama untuk sebuah negara, tetapi ini cukup berarti untuk negara yang terlahir oleh kebetulan seperti Singapura. Ini adalah waktu untuk melihat masa lalu kami dan prestasi kami, sekaligus membayangkan apa yang kami ingin capai selanjutnya. Tema “Island of Dreams” mengibaratkan ulang tahun negara kami, tetapi ditujukan kepada level yang lebih personal. Tema ini juga mengambil referensi lagu John Lennon yang berjudul “Imagine”. Banyak level metafora yang bisa diambil dari tema ini – ‘islands’ sebagai wadah, ‘dreams’ juga bisa berarti aspirasi, harapan, dan lain-lain.

Orang Singapura sering kali dilihat sebagai penduduk yang cenderung pragmatis dan praktikal. Sering kali kami dianggap menjadikan impian menjadi sukses sebagai dorongan utama. Kami perlu banyak melakukan refleksi-diri untuk memahami arti kata ‘sukses’. Apakah ukurannya hanya uang untuk mengukur kesuksesan, ataukah ada makna sukses pada kepuasan emosional, intelek, dan hal-hal yang lebih abstrak dan lebih intangible. Sebagai sebuah festival sastra, kami menjalankan program kami sebagai festival mengenai ide dan hal-hal yang penting bagi kami warga Singapura.

Tentunya kami juga mengajak kalangan sastra internasional untuk mendefinisikan pulau impian mereka masing-masing. Tahun ini kami mengundang Indonesia sebagai Country Focus kami.

K

Bagaimana Singapore Writers Festival berusaha untuk menerjemahkan gagasan “Island of Dreams” pada level program acara?

Y

Dalam level program, kami berusaha mencari pekerja sastra dari negara-negara kepulauan. Tahun ini kami mengundang Indonesia sebagai Country Focus karena Indonesia adalah tetangga terdekat kami, negara yang sangat besar, dan segala macam kejadian di Indonesia akan mempengaruhi negara kami – contohnya asap dari pembakaran hutan di Sumatra. Kami harus saling mengenal masyarakat dan budaya masing-masing.

Selain Indonesia, kami juga mengundang pekerja sastra dari Taiwan, Jepang, Fiji, Cuba, New Zealand, dan lainnya. Ini merupakan usaha kami dalam menerjemahkan tema tema “Island of Dreams” dalam level paling literal. Kami juga memilih negara-negara kepulauan karena kami ingin mengeksplorasi mengenai apakah situasi kepulauan ini akan membentuk arah karya sastra yang berda dari tempat-tempat seperti Amerika dan Eropa.

Tema “Island of Dreams” tak hanya membantu kami untuk memilih penulis dari negara apa yang kami ingin undang, tetapi juga mengenai isu-isu yang spesifik kepada budaya di kepulauan. Pekerja sastra dari negara-negara non kepulauan juga kami undang.

K

Apakah pemilihan tema festival tahun ini untuk memancing munculnya opini dari penonton/masyarakat Singapura mengenai aspirasi mereka?

Y

Betul. Singapura sangat kecil, tetapi kami tidak tahu banyak mengenai tetangga kami, apalagi negara-negara yang jauh. Kami senang menjalani traveling, tetapi sering kali perjalanan itu terbatas dalam bentuk turisme. Untuk mengenal sebuah budaya secara lebih mendalam, kita perlu membuat sebuah ikatan dan pertukaran ide. Menurut saya, Singapore Writers Festival adalah festival satu-satunya dimana seseorang bisa bertemu dengan pekerja sastra dan berbincang mengenai isu kemanusiaan yang sangat dasar seperti hidup, cinta, mati – hal-hal yang berarti untuk semua orang. Ini membuka wawasan bahwa manusia itu tidak berbeda, yang berbeda hanya penghadapannya.

K

Salah satu poin menarik mengenai Singapore Writers Festival adalah upayanya untuk menjadi festival sastra yang multilingual. Apakah anda bisa bercerita sedikit mengenai hal ini?

Y

Karena kami menyambut banyak tamu dari negara-negara yang beda dengan bahasa-bahasa yang berbeda, kami banyak menggunakan jasa penerjemah di dalam festival ini. Kami berusaha membuat festival ini multi-lingual, dan menurut saya Singapore Writers Festival adalah acara yang betul-betul multilingual. Banyak festival terasa Anglo centric, dan tidak terlalu peduli pada sastra daerah.

Karena Singapura terdiri dari 4 bahasa daerah – Mandarin, Malay, Tamil, dan Inggris – kami berusaha memberi panggung yang adil kepada semua bahasa-bahasa ini, dan semua bahasa yang kami ingin tunjukan bisa terepresentasi secara optimal dalam festival kami.

Sebuah topik bisa terasa semakin dekat melalui bahasa yang tepat. Misalnya topiknya adalah tulisan Shakespeare, bahasa-bahasa yang berbeda bisa menanggapi dan menginterpretasi tulisan Shakespeare sesuai karakter budaya masing-masing.

Di program kami, melibatkan berbagai medium dan bidang seni dari budaya berbeda-berbeda, kami berusaha memberi subtitle kepada semua program yang ditemukan di acara kami. Translasi adalah hal yang penting dalam menunjukkan bahasa dan budaya dibalik sebuah bahasa – Common denominatornya di festival ini adalah bahasa Inggris.

K

Apakah menurut Yeow Kai Chai, apakah posisi Indonesia sebagai Country Focus adalah upaya dari Singapore Writers Festival untuk memperkenalkan berbagai budaya? Bagaimana ukuran keberhasilannya?

Y

Melalui Country Focus, audiens Singapore dan Internasional yang menghadiri Singapore Writers Festival bisa mengalami budaya Indonesia yang mereka belum tentu tahu dengan baik. Contohnya Ubiet & Keroncong Tenggara yang membawakan sastra Indonesia melalui interpretasi lagu-lagu lama dalam bentuk musik keroncong. Dengan medium musik yang menghibur, seni yang dibawa Ubiet & Keroncong Tenggara terdengar akrab dan asing diwaktu yang sama, ini membuat orang penasaran dan ingin mengenal konten pertunjukannya lebih baik. Program-program seperti musik menurut saya adalah contoh yang baik untuk memperkenalkan sebuah budaya karena penonton bisa mengerti level suprfisialnya sebelum terjun ke konten yang lebih berat – saya melihat cara ini lebih baik daripada langsung terjun ke dalam sesuatu yang butuh pengertian yang mendalam.- perlu transisi untuk menjembatani kemampuan orang untul beradaptasi.

Kita yang hidup pada abad ke 21 tidak bisa berkata bahwa kita tidak bisa mengetahui apa yang terjadi di sekitar kita, dan semakin kita mengenal dunia kita akan sadar bahwa sejauh apapun perbedaam, kita tetap memiliki banyak kesamaan. Lama-lama, perbedaan di antara kita akan terlihat sebagai tekstur yang memberi variasi dalam dunia kita. Meskipun mother tongue saya adalah Chinese, tetapi saya bisa berbahasa Inggris, jadi banyak ilmu yang terbuka untuk saya. Fakta bahwa saya hidup di tempat yang memiliki berbagai bahasa mother tongue membuat saya tumbuh pada lingkungan yang polyphonic.

K

Secara pribadi, apakah sifat seni dalam masyarakat menurut Yeow Kai Chai? Apakah seni adalah cerminan sebuah masyarakat atau lebih kepada hasil respon masyarakat?

Y

Menurut saya bisa dua-duanya tetapi bisa juga sifatnya di luar kedua hal tersebut. Banyak orang berusaha menggambarkan seni dalam konteks tanggapan sebuah masyarakat, tetapi menurut saya semakin orang berusaha mengkotakkan seni, akan semakin susah untuk mendedah kotak tersebut. Seni adalah sesuatu yang abstrak. Tentunya, untuk mendapatkan pendanaan atau membuat regulasi, akan ada narasi yang mendeskripsikan asal-usul seni dan konteks masyarakat yang menghasilkannya. Seni bisa menjadi sebuah tanggapan terhadap sebuah fenomena sosial, tetapi seni juga bisa sebuah aktifitas kepuasan batin – dan dua-duanya sah. Banyak seni yang tercipta dari kebahagian batin – sebagai painkiller yang meredakan kegelisahan.

Menurut saya, seni harus bisa mencakupi berbagai macam kondisi dengan medium kreatifitas.

K

Dalam press release Singapore Writers Festival, sastra digambarkan sebagai seni yang sentral dalam membangun sebuah bangsa. Dengan gambaran ini, bagaimana sastra telah mempengaruhi identitas negara Singapura?

Y

Sastra adalah topik yang cukup kontroversial di Singapura. Di sekolah, sastra adalah subyek yang dan pendaftaran kelas sastra semakin menurun. Di jaman saya, sastra adalah kelas yang wajib untuk diambil, tetapi dalam beberapa waktu belakangan, status wajib ini diubah menjadi opsional. Kenapa? Balik lagi kepada bagaimana kami sebagai orang yang pragmatis, melihat sastra sebagai topik yang subyektif, jadi susah untuk membuat sistem nilai yang pasti – sastra tidak seperti matematika dimana ada kepastian.

Tetapi lucunya, sekarang semakin banyak buku yang diterbitkan dan lebih banyak penerbit yang muncul. Saya adalah salah satu pekerja sastra yang dapat keberuntungan dari fenomena ini. Anehnya, kalau bisa dilihat datanya Anda akan lihat bahwa jumlah buku terbanyak yang telah dipublikasikan di Singapura adalah periode sekarang. Ini terjadi karena sekarang lebih banyak penerbit dan banyak berani menerbit karya-karya baru, dan tentunya aksesibilitas internet. Internet memberi wadah yang memperdayakan penulis untuk mempublikasi karya-karyanya sendiri. Penulis bisa membagi hasil karyanya melalui blog, media sosial, dan lain-lain kepada jumlah orang yang sangat banyak.

Banyak sekali penulis-penulis muda yang mengerti cara memakai internet sebagai wadah untuk memperkenalkan karya mereka tanpa harus melalui penerbit. Banyak sekali penulis-penulis di umur 20an, bahkan remaja.

Kementrian Edukasi Singapura memiliki program dengan nama Creative Arts Program yang telah berlangsung selama 25 tahun. Program ini dibuat untuk murid-murid sekolah yang memilkki tradisi menulis, dan yang mengikuti program ini yang sekarang menjadi penulis-penulis yg terkenal di Singapura. Saya adalah salah satu mentor di dalam program ini. Saya membagi pengalaman saya dan memberi masukan kepada penulis-penulis muda.

Jadi meskipun sastra telah menjadi opsional di sekolah-sekolah, tetapi ada inisiatif-inisiatif yang membuat regenerasi sastra Singapura yang baik. Intinya, banyak kesempatan-kesempatan yang tersedia bagi orang yang ingin belajar menulis.

K

Apakah sastra adalah seni yang merangkum masyarakat Singapura dalam keseharian?

Y

Sejujurnya, saya rasa tidak. Tetapi untuk beberapa komunitas sastra sangat hidup, dan banyak yang membuat inisiatif-inisiatif grassroots yang membuat acara-acara sastra sendiri.

K

Apakah Singapore Writers Festival ditujukan untuk publik secara umum atau penggemar seni sastra?

Y

Dua-duanya. Tentunya kami ingin mewadahi ketertarikan penggemar sastra inti, tetapi kami ingin membuat sastra untuk menjadi lebih flsesibel kepada masyarakat umum. Kami ingin menanamkan gambaran sastra sebagai seni yang bisa dinikmati oleh kalangan luas, bahwa masyarakat bisa menikmati sastra melalui seni yang berbeda-beda tanpa harus menjadi seorang murid literatur – melalui musik, melalui pertunjukan dan bentuk seni yang lain. Kalau dilihat dari program Singapore Writers Festival kami berusaha menggambungkan berbagai macam disiplin.

K

Singapore Writers Festival telah terjadi selama 29 tahun. Bagaimana Singapore Writers Festival memberi dampak di skena Singapur melalui program-programnya?

Y

Menurut saya Singapore Writers Festival telah berkembang secara eksponensial dalam beberapa tahun terakhir ini – sejak festival ini menjadi acara tahunan [sebelum tahun 2007 Singapore Writers Festival adalah acara Biennale]. Jadi dampaknya lebih terasa dalam 4-5 tahun terakhir ini. Angka pengunjung naik setiap tahunnya, sekarang ini sekitar 20,000 pengunjung datang setiap tahun, dan kami ingin membuat angka ini semakin tinggi lagi. Sekarang ini, audiens kita lebih banyak terdiri oleh orang-orang yang well-travelled, tetapi semakin tahun fokus kami adalah untuk mengembangkan audiensi kita untuk lebih beragam karena sastra seharusya bisa dinikmati oleh semua orang.

Kami juga memiliki program bernama SW Pop yang berlangsung sepanjang tahun. Acara Singapore Writers Festival adalah acara besar kami yang terjadi sekali setahun, dan kami juga memiliki program kelas yang menurut saya adalah sesi bagi ilmu dari acara kami. Di kelas-kelas ini partisipan diundang untuk mengikuti workshop intensif dengan penulis yang sudah mapan. Sepanjang festival tahun ini, telah berlangsung berbagai workshop termasuk menulis musik, cara menulis essay column, hingga menulis memoir – kelas-kelas ini dipimpin secara langsung oleh para ahli.whiteboardjournal, logo