Seni Tiga Dimensi bersama Faisal Habibi

22.04.16

Seni Tiga Dimensi bersama Faisal Habibi

Febrina (F) berbincang dengan Seniman Faisal Habibi (H)

by Muhammad Hilmi

 

F

Bagaimana perkenalan Faisal dengan seni rupa dimulai?

H

Semua diawali dari cita-cita masa kecil ingin menjadi insinyur. Di masa itu saya mengartikan insiyur sebagai profesi seseorang yang membangun sesuatu. Pada akhir usia SD saya baru mendengar ada yang namanya profesi arsitek yang pekerjaannya merancang dan mengemas bangunan menjadi menarik, kemudian bergeserlah cita-cita saya menjadi seorang arsitek. Lain lagi saat akhir masa SMA dimana saya harus memutuskan jurusan apa yang harus saya pilih dalam perguruan tinggi. Pada saat itu saya melihat jurusan design merupakan pilihan yang menarik, sedikit berbeda dengan arsitek tapi masih dalam cita-cita yang sama, yakni berkutat seputar tentang membangun bentuk. Mendegar rencana itu, kakak saya menyarankan saya untuk masuk FSRD ITB. Satu tahun sejak lulus SMA saya harus mepersiapkan diri untuk ujian masuk FSRD ITB dengan mengikuti program bimbingan belajar masuk FSRD ITB di Bintang Merah Jakarta. Satu tahun tersebut, saya dilatih mengolah ide, gagasan dan eksekusi visual. Pada saat yang bersamaan saya mulai mempertanyakan kembali mengenai jurusan yang akan saya pilih tadi. Saya merasa jurusan desain ternyata belum cukup untuk memenuhi kebutuhan saya dalam mengolah ide, gagasan, pemikiran dan visual secara bebas. Akhirnya saya memutuskan untuk masuk jurusan Seni Murni dan diterima di Seni Murni FSRD ITB pada tahun 2003.

F

Apa karya pertama Faisal?

H

Mungkin, karya pertama saya adalah mainan yang biasa saya buat sendiri waktu kecil dari mulai layang-layang, mobil-mobilan dari bamboo beroda sandal jepit bekas sampai petasan bekas busi motor. Karena sedari kecil saya memang tidak pernah dibelikan mainan oleh orang tua saya. Cukup merasa kesal yang berkepanjangan akan kodisi itu, namun saya merasa bersukur di kemudian hari terlebih pada saat kuliah di seni rupa. Pengalaman masa kecil itu menjadikan saya tidak sulit untuk beradaptasi dengan material, craftsmanship dan tidak mudah terjebak pada teknik tertentu. Jika pertanyaanya lebih kepada karya seni pertama yang saya buat, saya tidak terlalu ingat. Karena pada saat kuliah perdebatan seni dan bukan seni masih kuat. Jadi tidak secepat itu untuk berani mengatakan ini seni, oleh karenanya saya tidak terlalu ingat.

F

Darimana biasanya Faisal menemukan referensi dalam berkarya?

H

Sewaktu kuliah saya justru banyak melihat referensi dari blog design. Beda dengan sekarang karena saya justru mencoba meminimalisir bahkan mencoba memberi jarak referensi. Karena kemunculan referensi di era sekarang ini bagi saya cukup berlebihan. Muncul tanpa dicari-cari.

F

Kenapa memilih berkarya dalam bentuk tiga dimensi?

H

Banyak sekali alasan yang mendorong saya berkarya tiga dimensi. Karena dari waktu ke waktu ketertarikan untuk berkarya tiga dimensi terus bertambah. Diawali dari latar belakang masa kecil yang menuntut saya harus bertahan dengan mainan buatan sendiri hingga mengarahkan saya untuk masuk dan belajar di studio patung seni rupa ITB. Metode dan tahap pengajaran pada studio itu memancing saya untuk berfikir lebih sensitif. Di awal semester, saya diberi tugas untuk membuat standing figure/patung manusia 1:1 dari tanah liat. Dibangun dengan tahap pertama membuat rangka besi untuk menempelkan tanah (struktur/tulang), lapisan selanjutnya adalah otot (volume/isi), pada tahapan terakhir adalah kulit (visual appearance/tampak luar). Pemilihan manusia sebagai subject matter bagi saya, semata-mata karena saya dituntut belajar dari struktur, isi dan bentuk yang jujur.

Secara luas dalam seni tiga dimensi juga demikian membangun sesuatu dari dalam, menghadirkannya di dalam ruang, menyampaikannya melalui volume dan merefleksikannya melalui bayangan. Berkarya tiga dimensi juga menjadi metode bagi saya untuk lebih mengenal diri sendiri. Membangun patung adalah membangun diri sendiri, menempatkan patung pada ruang adalah menempatkan diri di tengah masyarakat dan bayangan adalah kesan dan hasil dari toleransi dengan ruang.

F

Isu apa yang menarik perhatian Faisal dalam berkarya?

H

Saya tertarik dengan isu keseharian. Mempertanyakan lebih jauh hal-hal yang paling dekat, yang biasa remeh menjadi penting.

F

Apakah Faisal akan terus menggunakan barang keseharian sebagai referensi bentuk untuk merefleksikan keadaan sosial?

H

Untuk saat ini saya masih melakukannya, meski tidak secara literal, namun lebih kepada esensi bentuk atau sistematika yang ada pada objek keseharian. Saya juga tidak mau mematok itu akan berlangsung berapa lama. Karena saya tidak tau kemana lagi pemikiran dibalik karya saya akan berkembang.

F

Di tahun 2014 lalu, Faisal mengikuti kompetisi karya Trimatra yang diselenggarakan Komunitas Salihara dengan karya berjudul “Hanky Panky #3”. Apa cerita dibalik karya tersebut?

H

Hanky Panky #3 dan beberapa karya pada kurung waktu 2011-2014 bercerita tentang “society of sedentariness/masyarakat diam”. Ini merupakan istilah untuk menggambarkan suatu kondisi masyarakat yang segala aktifitasnya diwakili oleh benda. Berangkat dari kekurangan yang dimilikinya, manusia akhirnya menciptakan sesuatu dengan fungsi-fungsi tertentu di dalamnya. Manusia yang pada awalnya berperan sebagai subjek yang menentukan arah dari benda (objek) perlahan bertukar peran. Nilai tawar teknologi dan efisiensi merupakan faktor utama yang menyebabkan terjadinya disposisi peran antara manusia dan benda. Benda yang mampu berputar, terbang, mencari, bahkan memilih, mampu memaksa manusia untuk seolah cukup hanya dengan diam.

Dalam karya, saya kerap meminjam bentuk benda sehari-hari seperti kursi, meja sampai perkakas. Saya lebih memilih benda-benda tersebut berdasarkan kedekatan. Selain itu adanya faktor ergonomi, faktor ini sebenarnya celah bagi saya untuk mengkomunikasikan pemikiran yang ingin saya utarakan dalam karya ini. Karena ergomi menyangkut persoalan tubuh/manusia.

F

Apa yang didapat Faisal saat mengikuti kompetisi karya Trimatra? Apakah menemukan warna baru dari seniman lain yang terpilih?

H

Pengakuan dan penghargaan dari institusi tetap penting untuk menambah keyakinan akan estetika dan isu yang saya pilih. Karena juri yang ditunjuk termasuk professional terdepan di bidangnya dan bisa dikatakan mewakili kacamata publik. Karena saya merasa perlu waktu, terutama di Indonesia untuk publik bisa menerima karya-karya yang berada pada irisan seni dan desain seperti karya saya. Karena bagaimanapun pertanyaan seni atau bukan masih ada. Saya pribadi tidak ingin menghabiskan waktu saya untuk memikirkan soal itu. Berkarya saja yang serius.

Warna baru secara jujur tidak juga, termasuk karya saya yang sebenarnya sudah biasa di luar sana, tapi karena bahasa visual yang biasa hadir disini berbeda jadi dianggap baru. Berbeda di Indonesia bukan berarti kebaruan. Saya, seniman lain yang terpilih atau seniman di luar dari kami hanya berbeda sudut pandang saja dan bukan baru.

F

Kompetisi Trimatra selalu hadir dengan tema yang bersinggungan dengan hubungan manusia. Bagaimana Faisal menyikapi tema kompetisi tahun ini mengenai “Lingkungan Hidup”?

H

Seni selalu punya cara yang unik untuk menyampaikan sesuatu termasuk karya tiga dimensi. Cara-cara unik yang menggiring publik memaknainya secara personal, kadang sama antara satu dengan yang lain kadang berbeda. Bagi saya disanalah bagaimana karya dilihat, dimaknai dan akhirnya mempengaruhi cara publik dalam melihat sesuatu. Bisa baik dan sebaliknya. Begitu juga kaitannya dengan tema “lingkungan hidup” pada kompetisi ini. Baik penyelenggara maupun peserta, mau menggiring publik kearah mana dalam kaitannya pada lingkungan hidup. Karena ini bukan lagi sekadar membaca perkembangan seni patung yang berkaitan dengan tema lingkungan hidup. Karena kita sadari bersama ada banyak persoalan lingkungan hidup di sekeliling kita hari ini.

F

Bagaimana gambaran Faisal tentang lingkungan hidup?

H

Saya mau membahas secara literal saja. Lingkungan hidup adalah lingkungan yang hidup. Ini artinya kita berbicara soal keseimbangan. Lingkungan merupakan ruang yang didalam terdapat berbagai elemen. Manusia sebagai salah satu elemen diberi peran utama dalam menjaga keseimbangan ruang tersebut. Lagi lagi persoalan manusia,ruang dan toleransi.

F

Apakah perkembangan seni tiga dimensi di Indonesia bisa ditilik melalui kompetisi ini?

H

Bisa. Pertimbangan komposisi juri-juri yang menyeleksi kompetisi ini menjadi factor utama sekaligus tanggung jawab yang besar pada publik. Komposisi juri pada Kompetisi Trimatra Salihara pertama bagi saya tepat dan imbang. Karena terdiri dari professional yang berada di baris depan dan berkiprah lama di bidangnya. Bidang-bidang itu diantaranya pemikir seni, praktisi seni patung, desainer dan arsitek. Komposisi ini tepat bagi saya karena seni patung saat ini harus lebih membuka segala kemungkinan, dari isu, medium dan pembacaan. Sekaligus melihat sejauh mana seni tiga dimensi meresap dalam bidang-bidang yang mungkin tidak terbayangkan sebelumnya.

F

Apakah dengan kompetisi ini, seni tiga dimensi di Indonesia bisa berkembang lebih baik?

H

Bukan satu-satunya jalan, tapi peran kompetisi ini penting dalam perkembangan seni tiga dimensi di Indonesia selagi seniman terpilih, para juri dan institusi yang terlibat menjadikan ini sebagai sebuah tanggung jawab. Saya menilai pameran “Kait Kelindan” yang diselenggarakan Salihara merupakan salah satu bentuk bentuk pertanggung jawaban tersebut kepada publik. Mencoba merangkum perkembangan para pemenang pasca kompetisi tersebut. Ini bias menjadi daya tarik calon-calon peserta selanjutnya.

F

Apa proyek mendatang dari Faisal?

H

Mencoba mengembangkan konsep material culture lebih dalam dan membuka akses karya saya lebih luas. Beberapa diantaranya mempersiapkan pameran tunggal kedua, beberapa pameran bersama dan saya baru memulai project kolaborasi dengan Rinda Salmun, fashion designer Indonesia yang karyanya sudah diakui di dalam dan diluar negeri, whiteboardjournal, logo