Apresiasi Musik Analog bersama Lian

27.07.16

Apresiasi Musik Analog bersama Lian

Febrina Anindita (F) berbincang dengan Lian (L)

by Febrina Anindita

 

F

Bagaimana awal mulai Lian berjualan di jalan Surabaya?

L

Awalnya saya mulai diajak ke toko oleh Ayah saya sejak kelas 5 SD, sekitar tahun 1970-an. Dulu tempatnya masih 4 blok di bagian depan Jalan Surabaya, yang sekarang berbentuk tenda itu. Ketika itu, kalau mau toko tutup, vinyl jualan kami masukkan ke peti lalu diangkut dengan becak untuk dibawa pulang ke rumah. Zaman dulu harga vinyl juga masih murah, cuma 800 sampai 2000 rupiah paling mahal.

F

Bagaimana cerita Lian membuka toko ini yang sekarang dikenal di kalangan kolektor musik lokal?

L

Sebenarnya nama Lian Records adalah pemberian dari Shun (Mondo). Shun juga bersama teman-teman kolektor musik bahkan membuatkan kaos dan stiker untuk toko saya. Awalnya saya menolak, tapi mereka justru semakin bersemangat. Jadilah salah satu desain yang dengan wajah saya (tertawa). Ketika kaos itu dijual di Mondo Kemang dan di toko saya, ternyata kaos tersebut laku di antara turis luar negeri, sekarang sepertinya telah terjual sekitar 70%. (tertawa)

F

Apakah Lian memiliki genre musik spesifik yang disukai?

L

Kebetulan saya suka The Beatles karena Ayah punya koleksinya. Selain itu saya suka jazz, seperti Dave Brubeck yang saya putar barusan, karena jazz enak didengar tengah malam. Pada dasarnya saya dengar musik apapun yang enak untuk didengar kapanpun, saya tidak terlalu pilih-pilih lah. (tertawa)

F

Dari mana biasanya Lian menemukan rilisan fisik yang ada di toko sekarang?

L

Biasanya saya mencari informasi dari pelanggan atau kontak untuk memenuhi pesanan dari tamu luar negeri. Kebetulan saya dagang piringan di sini tidak ada yang baru, jadi saya lebih banyak mendapat koleksi untuk jualan dari perumahan sampai pedagang keliling yang mau jualan ke saya.

Saya melihat tamu yang datang ke toko saya memang fokus untuk cari piringan karena mereka cari spesifikasi atau lagu unik, karena tidak semua lagu yang ada di piringan ada di internet. Saya juga jualnya piringan lama dari tahun 60-70, mulai soul, funky, disco, rock progressive.

F

Apa sensasi yang membedakan kenikmatan mendengarkan musik fisik ketimbang digital?

L

Kalau vinyl, suaranya cenderung lebih basah, jadi lebih enak didengar. Proses produksi CD yang sudah digital membuat treble-nya sudah tinggi. Saya percaya kalau vinyl tidak akan usang ditelan zaman. Karena vinyl memiliki beberapa kelebihan mulai dari kemasan, poster, sampai musik yang terekam, terdengar orisinil.

F

Beberapa waktu lalu beberapa toko musik yang menjual rilisan fisik di Jakarta gulung tikar dikarenakan adanya digitalisasi. Bagaimana Lian menyikapi hal tersebut?

L

Mungkin ini berhubungan dengan mekanisme pasar. Saya sendiri juga bingung kenapa hal ini bisa terjadi dan mempengaruhi sirkulasi rilisan fisik musik. Hal ini sangat disayangkan, karena orang sebenarnya lebih suka untuk mengkoleksi musik dalam format fisik yang bisa dipegang.

F

Menurut Lian, mengapa vinyl masih dicari sampai sekarang?

L

Saya rasa karena pengalaman mendengarkan vinyl bisa memuaskan batin. Sifat piringan itu collectible. Keunikan lagu sampai efek suara yang dihasilkan vinyl tak bisa ditemukan di rilisan digital. Sekarang cukup banyak anak muda yang koleksi vinyl, salah satunya ada pelanggan saya yang masih berusia SMP, uniknya dia selalu mencari musik tahun 70-an. Saya sangat salut dengan level apresiasi yang seperti ini.

F

Apa hal yang terlupakan tapi patut diketahui orang mengenai vinyl?

L

Selain tentang kualitas suaranya, vinyl juga merupakan investasi tersendiri, khususnya bagi beberapa vinyl yang langka. Vinyl bisa jadi investasi karena jumlahnya yang terbatas serta jumlah penggemarnya yang tak terbatas. Jadi misal sekarang ada orang beli vinyl dengan harga murah, beberapa tahun ke depan vinyl tersebut bisa dijual lagi dengan harga tinggi.

Saya dulu menjual vinyl Ariesta Birawa dengan harga murah pada tahun 2003, lalu di tahun 2009 ada tamu dari luar negeri mencari vinyl tersebut dan berani beli 9,5 juta rupiah. Saat itu saya lagi sedang bersama Aat (Diskoria), pas saya lihat harga yang ditulis, saya sampai kaget! (tertawa)

F

Bagaimana keadaan pasar vinyl sebelum trend vinyl kembali?

L

Yang paling menarik jelas mengenai perubahan harganya. Semakin susah dicari semakin orang berani beli dengan harga tinggi.

F

Bagaimana melihat keadaan setelah pasar records naik lagi?

L

Buat saya ini hal yang normal saja, tidak terlalu fluktuatif atau signifikan. Meski semakin ke sini, semakin banyak tamu seperti DJ dari luar negeri yang mencari referensi musik tradisional Indonesia.

F

Beberapa tahun lalu unit lokal banyak yang kembali merilis musik mereka dalam bentuk vinyl bahkan kaset. Apakah menurut Lian fenomena ini dapat kembali menghidupkan format vinyl?

L

Sekarang sudah banyak model reissue. Tapi memang format vinyl sekarang pasarnya naik, jadi kalau banyak band-band lokal yang cetak vinyl berarti ada kecenderungan orang kembali ke format analog.

F

Irama Nusantara baru saja bekerja sama dengan Bekraf untuk mendokumentasikan musik Indonesia dari tahun 1920-an. Bagaimana menurut Lian tentang proyek Irama Nusantara ini?

L

Cukup bagus menurut saya, karena semakin tinggi antusiasme dari dalam dan luar negeri yang mencari musik Indonesia tahun lama, terutama dari tahun 1920-an. Proyek ini akan sangat berguna untuk melestarikan musik Indonesia. Banyak lagu dari tahun 60-70an yang sudah tidak dirilis lagi, jadi proyek ini harus segera dikerjakan.

Menurut saya musik-musik lama ini bisa di reissue, supaya generasi sekarang bisa tahu perjalanan musik lokal, asalkan minta izin dulu ya.

F

Toko Lian di Jalan Surabaya ini sudah jadi rekomendasi banyak orang, terutama dalam dunia musik sidestream. Apakah dengan pada pasar seperti ini sirkulasi penjualannya lebih organik?

L

Saya sebenarnya banyak berhutang terima kasih pada pelanggan, juga pada sosok seperti Aat, Merdi dan kawan-kawan yang telah membangun pasar yang organik ini ya. Orang-orang tadi membuat toko saya lebih dikenal dalam komunitas dan jadi banyak orang yang datang dan membuat sirkulasi musik jadi lebih organik. (tertawa)

F

Tanpa publikasi online dan sebagainya, bagaimana Lian memenuhi pesanan vinyl dari pelanggan luar negeri?

L

Dulu ada pelanggan dari Eropa yang sampai memberikan katalog musik Indonesia kepada saya. Dia selalu pesan vinyl kepada saya, jadi setiap ada barang baru, itu hampir 20% itu pesanan darinya. Dia sampai pulang pergi Eropa-Jakarta demi menambah koleksi musik Indonesia zaman dulu. Biasanya saya minta tolong teman untuk kirim fax ke pelanggan saya di luar negeri, nanti ia akan mengirim balik. Untuk pengambilan biasanya mereka datang ke Jakarta dan saya harus menunjukkan barang secara apa adanya kepadanya, supaya dia tahu seperti apa kualitas vinyl pesanannya.

Kalau untuk publikasi online, memang ada beberapa teman yang menawarkan kepada saya untuk membuat situs, tapi kata saya, santai sajalah. (tertawa)

F

Secara tidak langsung, Lian menyediakan wadah untuk berkomunitas. Apa yang Lian dapatkan dari para penikmat musik yang menyambangi toko Lian sampai sekarang?

L

Kadang saya jadi akrab dan semakin dekat dengan pelanggan karena musik. Biasanya mereka datang untuk mencari vinyl, lalu melalui kopi atau rokok, kami jadi semakin akrab. Tapi kalau cerita seru palingan waktu David (Tarigan) mengajak saya ke acara indie di Cikini, lalu ketemu Reno (Nismara) di Tan Ek Tjoan bareng Alan Bishop, sebelum dia pulang ke Amerika.

F

Bagaimana menurut Lian mengenai acara tahunan Record Store Day?

L

Menurut saya itu bagus ya diadakan tiap tahun. Orang-orang jadi banyak kenal dan bisa saling tukar referensi musik. Masing-masing bisa dapat kesempatan buka stand, launching untuk memperkenalkan musiknya ke khalayak bebas.

Terakhir kali saya ke Record Store Day di tempatnya Mayo (Ramandho), di samping Duty Free Kemang. Kalau untuk konten acara saya rasa sudah cukup menarik ya, tidak ada yang perlu ditambah, sudah bagus! (tertawa)

F

Apakah menurut Lian, rilisan fisik musik masih punya harapan untuk bertahan di masa datang?

L

Menurut saya selalu ada prospek disana. Karena selalu ada kepuasan batin yang didapat ketika bisa menemukan vinyl yang langka. Itu tak ada duanya. Adanya Irama Nusantara juga membantu vinyl kembali diapresiasi masyarakat. Generasi yang belum tahu jadi tahu gudang musik Indonesia yang sudah susah ditemukan rilisannya sekarang.

F

Apa proyek atau rencana yang sedang Lian kerjakan akhir-akhir ini?

L

Palingan saya sedang mencari vinyl-vinyl langka dari tahun 1970-an untuk pesanan pelanggan saya. (tertawa)whiteboardjournal, logo