Merayakan Hari Ibu, Koalisi Seni Mengingat Seniman Perempuan yang Telah Dilupakan Sejarah

Art
24.12.21

Merayakan Hari Ibu, Koalisi Seni Mengingat Seniman Perempuan yang Telah Dilupakan Sejarah

Koalisi Seni membuka artikel milik mereka dengan mempertanyakan keberadaan seniman wanita yang sangat minim dalam sejarah seni rupa dunia.

by Whiteboard Journal

 

Teks: Titania Celestine
Photo: via Kartika Affandi Project

Melalui sebuah artikel yang diunggah pada laman media sosial LINE, Koalisi Seni membuka dengan mempertanyakan keberadaan seniman wanita yang sangat minim dalam sejarah seni rupa dunia. 

Dalam upaya memperkenalkan seniman perempuan dunia yang tidak dicatat sejarah dan hampir terlupakan oleh bergulirnya waktu, Koalisi Seni mengungkapkan daftar kisah seniman perempuan dari organisasi Advancing Women Artists (AWA) yang ditujukan untuk restorasi karya seni seniman perempuan. 

Artemisia Gentileschi

Karya seni Gentileschi pada abad ke-70 dianggap sebagai salah satu perjuangan hak asasi wanita, melawan oppression dan menjadikan pengalaman pahit seperti pemerkosaan dan injustice sebagai inspirasi karya seninya. 

Dalam salah satu lukisan Gentileschi, ia menggambarkan pria yang memperkosanya dalam posisi tengkurap, dengan kedua tangannya ditahan selagi seorang wanita terlihat memegang sebilah pisau pada tenggorokan pria tersebut.

Dibutuhkan waktu sekitar 350 tahun bagi karya seni Gentileschi untuk mendapat recognition dunia internasional, sehingga dapat diapresiasi oleh kalangan masyarakat publik. 

Mia Bustam (Fransiska Emanuela Sasmiati)

Melalui karya seni miliknya, beliau membuat karya lukis yang menyoroti lampu pada kehidupan rakyat kecil, selagi menjadi advokasi kesejahteraan rakyat. 

Bustam, pengurus Seniman Indonesia Muda pada sekitar tahun 1946, merupakan penulis buku ‘Dari Kamp ke Kamp: Cerita Seorang Perempuan’ yang mengisahkan pengalaman dirinya ketika ditahan atas kecurigaan konspirasi G30S atas hasil karya seninya. 

Dalam karya literasi tersebut, Bustam kadangkala menyisipkan sedikit sarkasme terhadap pihak pemerintah, meluapkan amarah, kesedihan, serta rasa kecewanya terhadap sistem pemerintahan di kala itu. 

Disaat itu, Mia Bustam ditahan di penjara selama 13 tahun tanpa hak untuk mengakses pengadilan, tanpa dinyatakan bersalah dan tanpa tuduhan berbasis bukti konkret. Selama waktu tahanannya tersebut, beliau dipisahkan dari anak kandungnya. Karya seni milik Bustam pun habis dibakar. 

Emiria Sunassa

Hal yang paling mengiris hati mengenai Emiria Sunassa mungkin merupakan bahwa there is so little we know about her. Hingga tidak tertera informasi yang cukup jelas akan tempat dan tanggal lahir beliau, hanya sebatas informasi lokasi secara umum, yakni Pulau Tidore, pada tahun 1891. 

Seorang seniman Tanah Air yang memiliki perspektif menarik yang dituangkan pada karya miliknya, Sunassa merupakan anggota Persagi (Persatoean Ahli-Ahli Gambar Indonesia) yang merupakan organisasi seni lukis pertama Indonesia, didirikan pada tahun 1937. 

Beliau berkesempatan untuk berpartisipasi dalam banyak ajang pameran pada tahun 1940 hingga 1943. Sayangnya, Sunassa dikabarkan ‘menghilang’ di akhir tahun 1950-an, dan telah dikabarkan meninggal dunia pada tahun 1964, dengan lukisan karya tangannya dihibahkan kepada seorang tetangga. 

Maryati 

Maryati, lahir di Bogor, Jawa Barat pada tahun 1916, merupakan seorang seniman, mengawali perjalanan karya seninya melalui ciptaan sulaman. Walau tidak pernah sekalipun menerima edukasi akan seni rupa, karya seni beliau bersifat spontaneous

“Saya melakukannya seperti ini, dan saya menyukainya seperti ini,” ujar Maryati ketika dipertanyakan akan metode melukis miliknya. Affandi, yang merupakan seniman ternama Indonesia, juga suami Maryati, mengakui bahwa ia merasa takjub akan karya seni Maryati, melalui spontanitas dan kesegaran perspektif milik beliau. 

Karya seni Maryati dipajang sebagai bagian dari koleksi Kartika Affandi, putri tunggal beliau, dalam sebuah pameran yang berjudul ‘Affandi dan Maryati’ pada Museum Affandi di Yogyakarta. whiteboardjournal, logo