Tekanan Sayap Kanan Semakin Mengancam Komunitas Trans di Amerika

Human Interest
05.03.23

Tekanan Sayap Kanan Semakin Mengancam Komunitas Trans di Amerika

Dengan upaya sayap kanan untuk mengasingkan dan menghilangkan komunitas LGBTQ+, terutama komunitas transgender, keamanan mereka semakin dikhawatirkan.

by Whiteboard Journal

 

Teks: Reiko Iesha
Photo: Them

Pada satu tahun terakhir, sudah ada lebih dari 300 undang-undang anti-trans yang dibuat dan diimplementasikan di Amerika. Beberapa negara bagian, antara lain Arizona, Missouri, Oklahoma, dan Texas, telah membuat undang-undang yang secara langsung menyerang penampilan drag. Undang-undang ini dibuat atas dasar bahwa penampilan drag secara sengaja fokus pada seksualitas untuk menghasut anak-anak muda agar mereka menjadi bagian dari komunitas transgender. Undang-undang yang dibuat oleh sayap kanan dapat dianggap ambigu, dan bisa membuat bukan hanya para drag queens saja yang menjadi sasaran tetapi juga anggota komunitas transgender lainnya, misalnya seperti seorang dosen transpuan yang sedang menyediakan kuliah umum, atau transpuan pekerja seks. 

Undang-undang yang dibuat oleh sayap kanan salah satunya adalah rencana untuk menghilangkan gender-affirming care bagi seorang transgender di bawah umur. Gender-affirming care adalah suatu support system bagi seorang transgender yang banyak organisasi kesehatan anggap sebagai suatu hal yang sangat penting dan diperlukan bagi seorang transgender. Selain itu, organisasi yang menyediakan program literasi untuk anak-anak bernama “Drag Story Hour” juga sedang dalam mara bahaya. “Drag Story Hour” adalah suatu organisasi drag queens yang berkumpul dalam perpustakaan, sekolah, toko buku, museum, dan ruang komunitas lainnya untuk membacakan buku cerita kepada anak-anak, dengan tujuan untuk mengajarkan empati dan membuat anak-anak merasa aman untuk menjadi siapapun yang mereka inginkan. Belakangan ini, tempat-tempat yang dikunjungi organisasi “Drag Story Hour” sering didatangi anggota sayap kanan yang membawa senjata untuk menyakiti para drag queens. Mereka juga seringkali membawa batu dan bom asap untuk dilempari, dan meneriaki kata kasar dan cercaan kepada orang tua yang membawa anaknya. “Drag Story Hour” sebelumnya sering didatangi orang yang berkumpul untuk aksi protes, namun aksi kekerasan yang semakin marak terjadi telah menyebabkan para anggota “Drag Story Hour” untuk harus menghadiri suatu workshop untuk mengetahui cara bergerak cepat apabila salah satu dari mereka ada yang terluka dan tertembak.

Aksi kebencian seperti ini semakin sering terjadi sejak kejadian pada tanggal 6 Januari 2016, atau yang seringkali disebut sebagai insurrection, yaitu masa di mana pendukung Donald Trump melakukan aksi protes besar-besaran karena mereka ingin Trump untuk tetap menjadi presiden. Walau aksi mereka gagal, berakhir dengan Joe Biden sebagai presiden dan sebagian besar dari mereka ditangkap dan dipenjara, kebencian mereka masih terlihat dan telah menjadikan komunitas LGBTQ+ sebagai sasaran utama. Pada tahun 2022, ada 141 aksi kekerasan yang terjadi pada acara-acara drag. Grup The Proud Boys, yaitu kelompok yang melakukan sebagian besar dari aksi kekerasan tersebut, mirisnya mendapatkan dukungan dari beberapa anggota-anggota kepolisian di Amerika. Dalam salah satu kasus serangan “Drag Story Hour”, terlihat seorang polisi yang meninggalkan suatu perpustakaan walaupun ia melihat ada seorang pria yang masuk ke dalam membawa senjata api. Komunitas transgender dan drag bahkan tidak aman di media sosial, dengan adanya suatu akun twitter bernama ‘LibsofTiktok’ yang menghina anggota dan ideologi drag queens. Perilaku yang terlihat dari akun ‘LibsofTiktok’ menunjukkan pola “stochastic terrorism”, yaitu aksi yang menjadikan suatu ideologi grup minoritas sebagai sasaran. Aksi seperti ini tidak secara langsung menggunakan kekerasan fisik, tetapi membangun suatu narasi yang memicu pendukungnya untuk beraksi dengan kekerasan. 

Walau kebencian terhadap komunitas transgender sudah ada sejak tahun 1970an, yang mana terjadi banyak kasus kekerasan dan pembunuhan, tampaknya belum pernah ada kekerasan politikal terorganisir seperti ini. Namun, walau situasi terlihat seakan memburuk, komunitas LGBTQ+ dan komunitas transgender di masa sekarang sudah lebih bersatu dan kuat bersama. Dukungan bagi hak transgender dan hak komunitas LGBTQ+ sudah semakin banyak, dan dengan banyaknya penonton RuPaul’s Drag Race, semakin sulit bagi sayap kanan untuk menyakinkan bahwa komunitas drag memiliki niat yang buruk. “Drag Story Hour” telah mengantisipasi terus datangnya aksi kekerasan dan membuat suatu safety group bernama “the Royal Guard” yang akan memandu para drag queens ketika mereka ingin datang dan pergi dari suatu acara pembacaan buku. Komunitas transgender percaya bahwa satu-satunya cara untuk melawan para ekstrimis sayap kanan adalah untuk tetap menjadi diri mereka sendiri dan merayakan kebahagiaan, kenyamanan, dan ketangguhan yang mereka bisa bagikan antara satu sama lain dan semua pendukungnya. whiteboardjournal, logo