Generasi Muda Inggris Kini Gelisah Akan Esensi Pendidikan Tinggi

Human Interest
05.03.23

Generasi Muda Inggris Kini Gelisah Akan Esensi Pendidikan Tinggi

Dengan biaya kuliah yang meroket dan prospek pekerjaan bagi lulusan yang menurun, sebagian besar mahasiswa di Inggris memperdebatkan kepentingan kuliah.

by Whiteboard Journal

 

Teks: Reiko Iesha
Photo: North Country Public Radio

Signifikansi mengambil langkah lanjut dalam edukasi semakin dipertanyakan. Pengalaman perkuliahan yang seringkali dianggap waktu terbaik bagi anak muda, waktu udah mempelajari subjek dan materi yang mereka gemari, waktu bertemu teman-teman baru dan menghabiskan waktu bersama mereka sambil berpesta pora di waktu luang, lama-lama berubah. Hidup perkuliahan bagi mahasiswa yang merantau juga memberi kesempatan bagi mereka untuk belajar hidup secara mandiri, dan segala hal yang dipelajari selama kuliah diharapkan untuk membantu mahasiswa mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan passion mereka nantinya. Namun, semua harapan ini semakin lama semakin tidak menjadi kenyataan, terutama dengan terjadinya pandemi COVID-19 selama tiga tahun terakhir. 

Selain dampak pandemi, di Inggris, Britania Raya, para pengajar dan dosen telah menerima bayaran gaji dan pensi yang kurang memuaskan, menyebabkan aksi mogok kerja sejak tahun 2018. Aksi demo ini membuat mahasiswa-mahasiswa kehilangan banyak waktu yang seharusnya digunakan untuk belajar. Kualitas kehidupan sosial para mahasiswa juga memburuk karena COVID-19. Kehidupan perkuliahan yang seharusnya dilengkapi dengan teman-teman dan tempat-tempat baru yang dapat dikunjungi, menjadi hidup yang dipenuhi masa lockdown. Salah satu mahasiswa dari King’s College, London berusia 23, Liv, menyatakan bahwa segala rintangan tersebut membuatnya kehilangan pengalaman dan masa perkuliahan yang ia harapkan. Halima, mahasiswa berusia 22, juga mengalami hal yang serupa dan merasa bahwa para anggota eksekutif universitas dia yang bisa sepenuhnya disalahkan. Menurutnya, universitas yang seharusnya memperdalam dan memperkaya ilmu mahasiswa sekedar menjadi money-making scheme

 

Situasi bagi para mahasiswa setelah kelulusan juga kurang ideal, dengan berjalannya krisis ekonomi. Para mahasiswa yang bekerja jarang sekali mendapatkan upah yang pantas, hanya sedikit di atas upah minimum, seringkali tidak mampu membeli tempat tinggal sendiri dan akhirnya kembali tinggal dengan orang tua mereka. Sulit juga bagi mereka untuk memilih pekerjaan yang sesuai dengan passion. Menurut Liv, mahasiswa yang ingin mengejar karir dalam bidang kedokteran atau hukum, memang tentunya harus pergi kuliah. Namun, jurusan dalam lingkup sastra atau humaniora sebenarnya tidak terlalu memerlukan higher education. Miris bagi Liv bahwa ia sekarang tidak bisa bekerja dalam bidang yang memang ia sukai dan ingin dalami, alih-alih harus menerima pekerjaan apapun agar dapat menghidupi dirinya. Tidak ada tempat baginya untuk pekerja demi kreativitas. 

Walau Liv dan Halima merasa bahwa signifikansi higher education sudah semakin berkurang, terutama dalam sepuluh tahun terakhir, mereka tidak berpikir bahwa perkuliahan itu sepenuhnya tidak berguna. Liv tidak akan mengenal sastrawan-sastrawan yang ia pelajari selama kuliah, dan pandangan Liv akan hidup dan dunia tidak akan berubah apabila ia tidak mempelajari dan mendalami bidang Sastra di universitasnya. whiteboardjournal, logo