Mengangkat Tema “Transformasi”, Wave of Tomorrow Kembali Hadir

Art
23.12.19

Mengangkat Tema “Transformasi”, Wave of Tomorrow Kembali Hadir

Festival seni, teknologi dan musik yang menawarkan premis masa depan di sudut selatan Jakarta.

by Whiteboard Journal

 

Foto: Wave of Tomorrow

Apa yang ada di benak semua orang ketika mendengar “… ahead of its time” sebagai tagline untuk sebuah festival seni, teknologi dan musik? Tentu ekspektasi dibuat tinggi karena audiens mengharapkan experience unik, dan Wave of Tomorrow selaku gelaran yang menyandang tagline tersebut nampaknya mampu menjawab ekspektasi.

Hadir untuk kedua kalinya, Wave of Tomorrow mengajak Mona Liem selaku kurator untuk menyiapkan pameran seni bertema “Transformasi”, serta Studiorama sebagai kurator music performance. Pada prosesnya, gelaran ini memakan waktu persiapan berbulan-bulan guna merancang pameran yang terdiri dari 13 kreator serta music performer lokal dan internasional. Adapun experience yang ditawarkan berupa audio visual immersive yang bisa mengelabui mata dan pikiran pengunjung – mulai dari VR, AI hingga robotic.

Namun dari 14 karya yang hadir, justru yang sederhana lah yang menonjol. Salah satunya adalah dari Rubi Roesli, seorang arsitek dengan upaya menampilkan transformasi medium string 2D menjadi 3D lewat merespon ruang dan bermain cahaya. Tak hanya menawarkan ragam sudut dengan tingkat kepadatan berbeda, karya bernama “Ruang dan Batas” ini mengajak pengunjung untuk berefleksi bagaimana makna dan fungsi mampu bergeser jika dilihat dengan sudut pandang berbeda.

Nonotak dengan permainan cahaya dan suaranya pun kembali hadir untuk kedua kalinya. Membawa “LEAP V.3”, unit ini merespon ruang dengan menginstall sederet kotak di lantai dan menampilkan komposisi cahaya yang ditembakkan ke 4 arah. Dramatis selalu jadi karakter dari karya Nonotak, namun jika dibandingkan dengan karyanya di Wave of Tomorrow tahun lalu, sepertinya karya site-specific ini lebih maksimal jika ditempatkan pada ruang bernuansa industrial.

Tundra sebagai salah satu seniman internasional juga menampilkan karya sederhana bernama “The Day We Left Field” yang meniru habit padang rumput menggunakan laser. Hadir dalam sebuah ruangan dilengkapi bean bag, karya ini mengajak audiens menikmatinya selayak di padang rumput – dengan duduk bersantai.

Terlepas dari ragam karya seni yang hadir, musik turut menjadi hal menonjol dari Wave of Tomorrow. Studiorama yang dikenal sebagai kolektif musik independen di Indonesia ini berhasil membuat line up beragam dengan mencampur segala genre. Mulai dari DJ internasional HAAi, Kunto Aji, Sal Priadi hingga kolektif dance lokal seperti Tantra dan Dekadenz dirancang untuk membuat rangkaian acara Wave of Tomorrow dari 20-29 Desember meriah. Tak hanya itu, dengan menggandeng visual jockey ternama seperti Rimbawan Gerilya, Azeten dan NWCN, pengalaman menikmati musik akan dilengkapi dengan visual serta permainan laser magnetic.

Masih seperti tahun lalu, kali ini Wave of Tomorrow turut menghadirkan talks terkait seni dan teknologi bersama seniman yang hadir hingga kolektor ternama, antara lain OUCHHH, Tundra dan Wiyu Wahono. Mengangkat topik harmonisasi manusia dengan perkembangan teknologi hingga transformasi data linguistik menjadi medium karya, talks ini diharapkan mampu membuka referensi pengunjung dalam melihat teknologi sebagai hal yang dapat dikembangkan secara kreatif.

Lewat sederet experience, kurasi dan insights yang ditawarkan, apakah Wave of Tomorrow tepat menggunakan tagline “art, technology & music experience ahead of its time”? Melihat banyaknya ruang yang bisa ditingkatkan, gelaran ini jelas berpotensi untuk menghidupi tagline mereka jika hadir di ruang pamer yang tepat dengan format karya seni media baru lebih eksperimental.

Info lebih lanjut cek di https://www.waveoftomorrow.id/

Wave of Tomorrow 2019

20-29 Desember 2019

The Tribrata
Jl. Darmawangsa III No.2
Jakarta Selatanwhiteboardjournal, logo