Wujud Eksplorasi dan Leburan Budaya Pada Showcase “Hybrid Sphere”

Art
17.02.20

Wujud Eksplorasi dan Leburan Budaya Pada Showcase “Hybrid Sphere”

Pameran yang menampilkan hasil riset residensi empat orang seniman dari Korea, Singapura, dan Indonesia.

by Whiteboard Journal

 

Teks & Foto: Avicena Farkhan Dharma

Selaku upaya menjembatani pertukaran ide dan gagasan artistik secara global, Komunitas Salihara memiliki program residensi yang memberi kesempatan bagi seniman mancanegara untuk menetap dan meneliti di Indonesia. Selain berperan sebagai platform riset dan pertukaran budaya, program ini juga mengajak keterlibatan publik melalui kegiatan workshop, diskusi, dan showcase. Salah satu aktualisasi program tersebut dapat dilihat melalui showcase “Hybrid Sphere” yang berlangsung di ruang serbaguna Komunitas Salihara pada 9-14 Februari lalu. 

Showcase ini merupakan perwujudan riset artistik empat orang seniman yang telah melakukan residensi, yaitu Asyraf Said dan Nicole Phua dari Singapura, Mira Kim dari Korea Selatan, serta Andrita Yuniza dari Indonesia. Ketiga seniman mancanegara tersebut melakukan residensi di Indonesia selama dua bulan, sementara Andrita menetap di Korea Selatan dengan tenggang waktu sama. Hasilnya, “Hybrid Sphere” menampilkan beragam pendekatan artistik pada sejumlah nilai-nilai hidup, budaya, dan spiritual, sembari menilik relevansinya terhadap kehidupan kontemporer hari ini.

Melihat seluruh karya, terdapat salah satu hasil riset menarik, yakni Nicole Phua yang mengangkat soal fenomena pawang hujan dan relevansinya pada peradaban modern saat ini. Pada pencariannya, ia menemukan bahwa fenomena ini tidak hanya terdapat di Indonesia, tetapi juga eksis di negara asalnya, Singapura. Nicole pun melakukan eksplorasi dengan mewawancarai beberapa pawang hujan dan praktisi kejawen. Dari penggalian tersebut, ia mendapati sebuah perbedaan mendasar pada praktik pawang hujan di kedua negara. Jika praktik di Singapura lebih berfokus pada penggunaan bahan-bahan seperti cabai dan garam, di Indonesia lebih mementingkan pembacaan doa dan mantra sang juru pawang. Hasil penggalian ini kemudian diwujudkan Nicole menjadi sebuah performance art yang ditampilkan di Teater Atap Komunitas Salihara pada hari pembukaan pameran, 9 Februari lalu. Video performance beserta bahan-bahan ritual pawang seperti cabai, bawang, dan garam ditampilkan di showcase ini sebagai memorabilia atas pencarian Nicole selama riset residensi.

Hasil riset lainnya adalah milik Andrita Yuniza, seniman Indonesia yang baru saja menyelesaikan residensi di Korea Selatan pada awal tahun ini. Dua bulan di Korea, karya Andrita bernama “Material Future Exploration 11-12.2019, 1.2020” mengangkat fenomena operasi plastik yang terbilang lazim dan lumrah di Korea Selatan. Eksplorasi ini mengembangkan ide soal seberapa besar dampak kemajuan teknologi terhadap keinginan dasar manusia untuk menjadi “manusia sempurna”. Karya yang ditampilkan adalah beberapa bahan-bahan seperti tanah liat, biopolymer, bacteria, cellulose, dan bioplastic yang melambangkan perkembangan teknologi dan inovasi seputar prosesi bedah kosmetik. Melalui riset ini, Andrita mempertanyakan kembali soal konsep kesempurnaan serta pencarian panjang manusia untuk memenuhi gairah tersebut.

Tidak sekadar melakukan riset, program residensi ini turut melibatkan publik melalui kegiatan dialog dan workshop. Salah satu kegiatan workshop tersebut dikonversi oleh Asyraf Said dan Nicole Phua menjadi sebuah performance art yang mengusung interpretasi soal konsep surga dan neraka. Pada performance ini, mereka mengajak beberapa partisipan untuk bercerita tentang diri sendiri, hingga kemudian berdiskusi perihal kelayakan mereka menempati surga maupun neraka. Bagi yang merasa pantas masuk ke surga akan diberikan dasi berwarna biru, sementara yang merasa pantas masuk neraka diberikan dasi berwarna merah. Hasil diskusi dan performance inipun didokumentasikan melalui running video yang diputar pada showcase. Dasi-dasi yang digunakan oleh partisipan juga turut dipajang, lengkap dengan lembaran catatan masing-masing orang, berisi serangkaian alasan mengapa mereka merasa pantas untuk merasakan surga ataupun neraka.

Dibuka untuk publik selama enam hari, showcase hasil kerjasama Komunitas Salihara bersama Arcolabs (ID) dan Gyeonggi Creation Center (KOR) ini menyuguhkan sebuah perwujudan artistik yang meleburkan batasan-batasan budaya melalui sejumlah karya inovatif nan esensial. Mulai dari simple drawings, found objects, hingga video performance art, showcase ini menampilkan sebuah pengamatan periferi yang menambah perspektif kita dalam memahami ragam budaya dan kebiasaan di kehidupan kontemporer. Sebuah pendekatan eksploratif yang berhasil membobol sekat-sekat kebudayaan dalam komunitas seni secara global.

“Hybrid Sphere”

9 – 14 Februari 2020

Ruang Serbaguna Komunitas Salihara

Jl. Salihara No. 16, Pasar Minggu
Jakarta Selatan, Indonesiawhiteboardjournal, logo