Dari Loewe hingga Chanel, Ketika Fashion dan Literatur Bertemu

Fashion
25.04.22

Dari Loewe hingga Chanel, Ketika Fashion dan Literatur Bertemu

Momen-momen di mana fashion dan literatur berjalan beriringan dalam ragam bentuk mulai dari rancangan tas, kolaborasi menarik, hingga bentuk dukungan kepada komunitas membaca.

by Whiteboard Journal

 

Teks: Inaya Pananto
Foto: Phil Oh

Fashion dan dunia literatur yang mungkin sekilas nampak tidak berhubungan sebenarnya memiliki koneksi serupa jika ditilik dalam dari kacamata filosofi fungsi. Baik fashion maupun literatur memegang peran sebagai atribut yang sedikit banyak memegang identitas pemakai/pembacanya. Dalam menentukan pakaian yang kita kenakan, menakar tampilan sehari-hari, kita secara sadar dan tidak sadar sedang memutuskan bagaimana orang lain akan kemudian mendeskripsikan kita. Sama halnya dengan buku atau literatur, pilihan bacaan seseorang juga menjadi salah satu indikasi bagaimana ia dipandang atau ingin dipandang di lingkungannya.

Bermuara pada kesamaan ini, fashion dan dunia literatur telah banyak berpapasan dalam ragam kolaborasi yang sifatnya lebih integral daripada musiman. Pemahaman kolaborasi yang datang lewat berbagai media kreatif, dari yang paling literal seperti tas berbentuk persis seperti cover buku hingga kolaborasi yang lebih bersifat konseptual, bergerak untuk atau  dalam komunitas.

Pemaknaan yang lebih literal mengantarkan kita pada kecenderungan orang-orang ––terutama pemerhati fashion–– untuk menggabungkan sejilid buku pilihan ke dalam outfit sehari-hari mereka. Perihal dibaca atau tidaknya, itu urusan lain. Buku kemudian memegang peranan yang hampir bersifat dekoratif lewat perspektif literal ini. Didasarkan oleh keinginan seseorang untuk mendikte bagaimana ia ingin dipandang di masyarakat, dimulai dari memilih pakaian hingga buku apa yang ia ingin terlihat membaca.

Tas clutch buku rancangan Olympia Le Tan. (Foto: Olympia Le Tan)

Olympia Le Tan

Salah satu bentuk perwujudan literal ini adalah hasil karya desainer asal Prancis, Olympia Le Tan, yang secara khusus merancang tas berbentuk sampul buku sungguhan. Tas rancangannya yang kemudian populer dengan nama book clutch ini dibuat melalui seni bordir yang detail, menggunakan judul-judul buku klasik sungguhan. Selain itu, brand Etro dalam koleksi Men’s Fall 2022 nya menunjukkan model-model berjalan di koridor Universitas Bocconi dengan membawa buku travel size cetakan khusus dari Adelphi Edizioni. 

Koleksi Men’s Fall 2021 dari Etro dengan buku travel size. (Foto: Alberto Maddaloni/mmscene)

Loewe

Pembauran antara unsur buku dengan koleksi fashion juga muncul di koleksi musim gugur 2021 Loewe. Dalam koleksi bertajuk “A Show in the News” yang hadir di tengah puncak pandemi 2021, Loewe mengikutsertakan 26 halaman potongan dari buku terbaru novelis Danielle Steel yang berjudul “The Affair”. Kolaborasi yang meski terasa seperti berasal dari dua dunia yang terpisah ternyata berhasil menyuguhkan pengalaman baru dalam fashion.

Potongan buku “The Affair” karangan Danielle Steele dalam koleksi Loewe. (Foto: Loewe)

Valentino

Dalam bentuk kolaborasi yang lebih bersifat komunitas, Valentino dengan kampanye “The Narratives” bekerja sama dengan klub buku “Belletrist” binaan aktris Emma Roberts dalam menunjukkan dukungan kepada sembilan toko buku independen pilihan di penjuru Amerika Serikat. Berkomitmen menjadi pendukung setia partisipan aktif komunitas literatur, Belletrist x Valentino mengedepankan pesan penting untuk merayakan buku-buku terbaik dan para pembacanya dalam kampanye mereka. Menitikberatkan pergerakan persatuan komunitas membaca melalui kata dan cerita, mereka tidak memasukkan unsur buku ke dalam koleksi fashion melainkan hanya fokus pada pemberdayaan komunitas.

Emma Roberst dalam kampanye “The Narratives” bersama Valentino. (Foto: Valentino)

Chanel

Fashion house Chanel juga mengikuti langkah yang serupa, dengan mengangkat model, penulis, editor, jurnalis, produser, Charlotte Casiraghi menjadi salah satu brand ambassador mereka. Dalam film pendek produksi khusus berjudul “In the Library of Charlotte Casiraghi” sang model merangkap spokesperson bercerita secara langsung mengenai hubungan personalnya dengan buku dan membaca. Keputusan pemilihan Charlotte sebagai salah satu wajah Chanel terasa cocok senada dengan prinsip sang penemu, Coco Chanel yang mengatakan bahwa “fashion bukanlah sesuatu yang hanya hadir dalam bentuk pakaian.” mengimplikasikan hadirnya fashion dalam unsur-unsur lain dalam diri seseorang termasuk sifat, pembawaan, hingga buku bacaan.

Garis dasar dari banyaknya pertemuan antara dua dunia ini adalah bagaimana keduanya merupakan medium pencarian diri pilihan yang luar biasa personal bagi tiap individu. Berkesinambungan dengan keinginan banyak orang untuk dipandang sebagai seseorang yang cultured atau intelek. Di sinilah titik-titik pertemuan antara fashion dan literatur mengemban peran penting dalam ruang sosial budaya modern.whiteboardjournal, logo