Bagaimana Film Absurd Asal Korea Selatan Membentuk Kejeniusan dalam Karya-Karya Ari Aster

Film
02.10.22

Bagaimana Film Absurd Asal Korea Selatan Membentuk Kejeniusan dalam Karya-Karya Ari Aster

Pada waktu perilisannya “Save The Green Planet” dilabeli sebagai film gagal. Tak ada yang menyangka hampir dua dekade kemudian film ini jadi inspirasi bagi salah satu sutradara paling inovatif saat ini.

by Whiteboard Journal

 

Teks: Ghina Prameswari
Foto: Cinema Escapist

Dua tahun lalu, Ari Aster menjanjikan remake dari film avant-garde asal Korea Selatan “Save The Green Planet!”. Meski sampai saat ini janji itu masih belum terealisasi, penggemar Aster agaknya bisa mengharapkan film drama-thriller-fiksi yang sama brutalnya dengan film-film lain dalam diskografi Aster. 

“Save The Green Planet!” merupakan film karya sutradara Jang Joon-Hwan yang rilis tahun 2003 silam. Meski dikategorikan sebagai film komedi, mustahil rasanya untuk dapat meletakan film ini ke dalam satu kategori tunggal. Karena bukan hanya komedik dalam segala keabsurdannya, “Save The Green Planet!” menyentuh permasalahan yang begitu umum dan manusiawi–seperti trauma dan rasa duka–lewat adegan konyol di luar nalar. 

Film ini ujar Aster, menginspirasi akhir dari filmnya “Midsommar”. Bagi Aster, keunikan dari film “Save The Green Planet!” bersama dengan film asal Korea Selatan yang rilis pada saat itu ialah kemampuan mereka dalam membangun atmosfer yang berbeda-beda. Di satu waktu “Save The Green Planet!” bisa memperlihatkan adegan emosional, lantas banting setir ke adegan gila yang mengingatkan penonton bahwa film ini bukan dimaksudkan sebagai film drama. Kepiawaian sang sutradara dalam membuat penonton menduga-duga–dan mengagetkan mereka dengan sebuah klimaks yang epik–menjadi jantung dari banyak karya-karya Aster. 

Meski pada saat perilisannya “Save The Green Planet!” tidak diterima dengan baik secara komersial, film ini jadi bukti akan luasnya kebebasan artistik yang dimiliki oleh seniman Korea Selatan saat itu. “Save The Green Planet!” bersama dengan film lain seperti “Old Boy”, “Memories of Murder”, dan “Lady Vengeance” menjadi efek langsung dari terjadinya transisi pada pemerintahan Korea Selatan, dari yang sebelumnya begitu otoriter menjadi lebih demokratis. Pengangkatan larangan penerbangan internasional serta melonggarnya regulasi penyensoran berdampak baik pada ekosistem seni di negeri gingseng. 

Dari keluasan berekspresi yang besar itulah lahir karya-karya dengan tema yang lebih eksperimental. Seniman diberi izin untuk mengenyam pendidikan di luar negeri, sehingga akses mereka kepada beragam medium dan teknik pun menjadi lebih kaya. “Save The Green Planet!” adalah produk dari iklim seni yang subur dan dinamis, dan siapa sangka film yang didapuk ‘janggal’ ini berhasil menjadi titik inspirasi bagi karya-karya yang lebih menggugah di masa depan. 

Selagi Ari Aster belum memberikan konfirmasi lanjutan tentang remake dari “Save The Green Planet!”, penggemar Aster dapat lebih dulu menyaksikan versi orisinil dari film ini. Dengan begitu, penonton dapat mengamati kejeniusan dalam film tersebut, yang sebagai balasannya berimbas pada kejeniusan–dan kengerian–dalam film-film Aster. whiteboardjournal, logo