Mengkonfrontasi Kenyamanan Melalui “Journey”, Film Omnibus Karya Edwin Bersama Sutradara China dan Jepang

Film
16.11.18

Mengkonfrontasi Kenyamanan Melalui “Journey”, Film Omnibus Karya Edwin Bersama Sutradara China dan Jepang

Melihat makna perjalanan dari tiga kacamata sutradara.

by Muhammad Hilmi

 

Kita biasa memaknai perjalanan sebagai perpindahan dari satu titik ke titik yang lain. Kita biasa menjalaninya setiap hari, saat beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi, saat berangkat dari rumah menuju kantor, juga saat pulang dari kota perantauan menuju kampung halaman. Perjalanan menjadi rutinitas. Dan di antara repetisi itu, kadang banyak hal yang terlewatkan.

“Journey”, film omnibus karya tiga sutradara Asia: China, Jepang dan Indonesia adalah usaha untuk membuat kita mengingat kembali apa yang kadang terlupakan saat kita berbicara tentang perjalanan. Sutradara Degena Yun (China), Daishi Matsunaga (Jepang) dan Edwin (Indonesia) bersama-sama menarik garis panjang tentang apa yang kita biasa maknai dari kata perjalanan melalui film masing-masing.

Dimulai oleh “The Sea”, kisah tentang hubungan ibu dan anak perempuannya. Masalah klasik dihadirkan melalui ketidaksepahaman dialog di antara keduanya dalam memaknai hidup setelah sang ayah meninggal. Keduanya terguncang, dan sedang mencari cara untuk mengatasinya. Sang ibu memilih untuk mencari kompensasi dengan meninggalkan rumah sebagai representasi masa lalu, sedangkan sang anak justru ingin tinggal di rumah sembari mengabadikan kenangan sebelum layu.

“Hekishu” karya Daishi Matsunaga menyusul kemudian. Di sini, kita akan diajak melihat kehidupan seorang pekerja asal Jepang yang sedang bekerja di Myanmar dalam usahanya “membawa kemajuan” bagi daerah miskin di sana. Tampil bersama aktris muda asal Myanmar yang tampil sangat meyakinkan, film ini mengusik kita mengenai modernitas. Tentang apakah kita harus hidup serba cepat, ataukah kita sebenarnya tak apa-apa hidup pelan saja sembari mempersetankan modernitas?

Tarikan terjauh dari makna perjalanan tampil di “Variable No. 3” karya Edwin. Diceritakan melalui akting Nicholas Saputra, Oka Antara dan Agni Pratista, “Variable No. 3” mengingatkan kita kembali tentang karya Edwin yang belakangan membawakan karya populer melalui “Posesif” dan “Aruna dan Lidahnya”. Di antara simbolisasi dan adegan khasnya, Edwin mengusik kenyamanan tokoh serta kepala semua penontonnya.

Saat film berakhir, kita akan melihat bahwa “Journey” berfungsi lebih dari sekedar pengingat tentang makna perjalanan. Tetapi lebih dari itu, film ini juga bisa dimaknai sebagai pernyataan tentang bagaimana perjalanan kadang hidup bahkan saat kita sedang terdiam. Bahwa perjalanan juga terjadi saat kita mengkonfrontasi kenyamanan di kepala kita. Saat kita melangkah maju dari kebiasaan, dari hal-hal aman yang biasa kita lakukan untuk bertahan hidup.

Lahir sebagai project kedua Asian Three Fold Mirror – program inisiasi Japan Foundation yang merilis film omnibus dari sutradara dari penjuru Asia – “Journey” pertama ditayangkan di Tokyo International Film Festival akhir Oktober lalu. Rencananya, film ini juga akan ditayangkan perdana di Jogja-Netpac Asian Film Festival 2018 ini. Catat jadwalnya, konfrontasi kenyamanan dan nikmati perjalanan melalui film ini. whiteboardjournal, logo