Top 10 Emojis of the Year Rilisan Unicode Tunjukkan bahwa Pandemi Covid-19 Tidak Mengubah Habit Berkirim Pesan 

Media
08.12.21

Top 10 Emojis of the Year Rilisan Unicode Tunjukkan bahwa Pandemi Covid-19 Tidak Mengubah Habit Berkirim Pesan 

Pandemi Covid-19 ternyata tidak mengubah satu fakta: masih banyak hal yang bisa kita tertawakan dan tangisi, jika mengacu pada peringkat Top Emojis of the Year dari Unicode.

by Whiteboard Journal

 

Teks: Hafiza Dina
Photo: The New York Times

Pandemi COVID-19 yang menimpa sejak hampir dua tahun ini memengaruhi banyak aspek dalam kehidupan modern, mulai dari baju yang kita kenakan, makanan yang kita lahap, hingga cara-cara kita dalam menghabiskan waktu luang. Namun, nyatanya, ada satu hal yang tertanya tidak berubah sedikit pun: emoji yang kita gunakan dalam mengirimkan pesan.

Unicode Consortium, organisasi yang menangani standarisasi untuk pesan digital, menemukan bahwa sembilan dari sepuluh emoji yang paling banyak digunakan pada tahun 2019 lalu (mengacu pada laporan terakhir yang mereka terbitkan sebelumnya) juga berada di top 10 emojis tahun ini. Emoji red heart berada di posisi nomor dua, dan emoji tears of joy justru berada di peringkat teratas, meskipun banyak Generasi Z yang merasa emoji ini tidak keren.

Namun, kepopuleran emoji tears of joy atau yang juga dikenal dengan sebutan emoji tertawa sampai menangis itu, hingga masih berada di posisi teratas, bukan lagi hal yang mengejutkan bagi para pembuat dan pengamat emoji. Kepopuleran ini menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat dari generasi-generasi lainnya yang menggunakan emoji ini; bahwa emoji bukanlah tentang Generasi Z saja. Jika emoji benar hanya digunakan oleh Generasi Z, seperti asumsi kebanyakan masyarakat, seharusnya emoji tears of joy tidak akan berada di peringkat atas. Sesuai dengan pernyataan dari Alexander Robertson, peneliti emoji dari Google, bahwa saking banyaknya pengguna emoji tears of joy, Generasi Z dan rasa ketidaksukaannya pada emoji tersebut harus mengumpulkan jumlah massa yang sangat banyak untuk bisa memengaruhi peringkat emoji kenamaan itu.

Menurut Jennifer Daniel, Ketua Subkomite Emoji di Unicode dan Pengarah Kreatif di Google, adalah hal yang wajar jika Generasi Z tidak menemukan ‘sisi keren’ dari suatu emoji. Dalam pengamatan Daniel, fenomena ini merupakan bagian dari “cara para remaja dalam membuat subkultur baru.” Apalagi, tawa juga memiliki beberapa spektrum yang bisa diekspresikan melalui teks, seperti tawa kecil, tawa belas kasihan━yang hanya digunakan sebagai bentuk empati, dsb.  Spektrum ini, dapat diilustrasikan dengan menggunakan emoji. 

Tentu, temuan di masing-masing platform digital bisa saja menunjukkan hasil yang berbeda. Contohnya, Twitter. Pada tahun 2020, emoji tears of joy memang merupakan emoji yang paling banyak di-tweet oleh para pengguna. Namun, tahun ini, penggunaan emoji tears of joy menurun hingga 23% dari tahun lalu, sehingga posisinya bergeser ke peringkat nomor dua, dengan peringkat teratas diambil oleh emoji menangis.

Namun, berkaca dari emoji lain yang berada di peringkat sepuluh besar rilisan Unicode━yang tentunya mengambil data dari berbagai platform dan aplikasi━yang nyatanya tidak bergeming dari peringkat sebelumnya, menunjukkan bahwa emoji-emoji ini cukup fleksibel untuk digunakan dalam berbagai ‘kepentingan’. Seperti yang Daniel tekankan, bahwa emoji yang ada saat ini dapat digunakan untuk menunjukkan beragam ekspresi, bahkan gagasan-gagasan tertentu. Daniel mengibaratkan, masyarakat tidak memerlukan emoji khusus untuk Covid atau vaksinasi, sebab untuk mengekspresikan gagasan tersebut bisa dengan menggunakan emoji bisep, jarum suntik, band-aid, bakteri (yang diartikan juga sebagai virus), atau mahkota (merujuk pada arti “corona” dalam bahasa Spanyol, yaitu mahkota).

Data dari Unicode menunjukkan kenaikan peringkat yang sangat signifikan untuk emoji jarum suntik dan bakteri. Jarum suntik, sebelum pandemi COVID-19, tepatnya pada 2019, berada di peringkat ke-282, naik hingga peringkat 193 tahun ini. Sementara itu, penggunaan emoji bakteri meningkat drastis dari sebelumnya berada di peringkat ke-1086, tahun ini berada di peringkat ke-477.

Walaupun dua tahun ke belakang terasa berlalu begitu saja, tetapi nyatanya fakta tersebut tidak terlalu mempengaruhi perasaan yang kita ungkapkan melalui emoji━lagi-lagi, mengingat bahwa sepuluh besar emoji yang paling banyak digunakan tidak banyak berubah. Melihat fenomena ini, Lauren Gawne, co-host dari Podcast Lingthuasiasm sekaligus dosen linguistik senior di La Trobe University, Melbourne, Australia, berpandangan bahwa posisi emoji bakteri yang meningkat signifikan tetapi belum mampu berada pada peringkat sepuluh besar menandakan satu hal: masih banyak hal yang membuat masyarakat tertawa dan menangis, baik itu disebabkan oleh pandemi maupun bukan.whiteboardjournal, logo