Seniman Julian Abraham Merilis Album “Acoustic Analog Digitally Composed” Bersama Hasana Editions

06.09.18

Seniman Julian Abraham Merilis Album “Acoustic Analog Digitally Composed” Bersama Hasana Editions

Salah satu upaya untuk memaknai bebunyian sehari-hari.

by Whiteboard Journal

 

Teks: Winona Amabel
Foto: Hasana Editions

Sama halnya dengan seni visual, karya-karya seni berbasis bunyi pun perlu dibuatkan katalognya. Dari gagasan awal itulah label Hasana Records berangkat, diciptakan oleh Duto Hardono sebagai pelantar untuk mengarsipkan karya-karya seni bunyi apapun yang berhubungan dengan dunia seni rupa. Dua rilisan awalnya ialah karya eksperimentasi elektronik, yaitu “A LT O/P A N” oleh Mahesa Almeida dan “I Only Have Visions for You” oleh Riar Rizaldi. Kini, Hasana baru saja merilis dua karya seni bunyi yang bereksperimentasi dengan medium masing-masing, yaitu “Acoustic Analog Digitally Composed” dan “Selected Pieces from HNNUNG”.

“Acoustic Analog Digitally Composed” diciptakan oleh Julian Abraham ‘Togar’, seorang seniman multidisiplin asal Medan yang kini tinggal di Yogyakarta. Karya ini awalnya merupakan seni instalasi kejasmanian yang ditampilkan di Biennale Jogja, berbentuk beberapa bayangan perkusi yang bergerak pada tiap ketukan perkusi yang dihasilkan dari piranti digital. Adapun album yang dirilis Hasana ini sendiri merupakan karya seni bunyi yang diambil dari berbagai sumber bebunyian organik, mulai alat perkusi seperti clave dan agogo, genting, hingga solenoida seperti per dan auto lock mobil, untuk kemudian diproses secara digital.

Karya berisi 26 trek ini terbagi menjadi dua segmen, yakni segmen percussions dan solenoids. Permainan repetisi menjadi yang amat ditonjolkan dan dapat dilihat polanya dengan satu base rhythm pada tiap trek, dikomposisikan dengan berbagai ritme yang bergantian muncul. Pada segmen percussions, trek-trek awal mengikuti alur repetisi dengan permainan perkusi akustik sederhana. Hingga trek akhir segmen yaitu trek ke sembilan memperlihatkan permainan lebih kompleks dengan instrumen agogo sebagai aksen, dan menjadi puncak sebelum berganti ke segmen solenoids. Pergantian ke segmen solenoids berjalan dengan flow halus, dan sedari awal memperdengarkan bunyi yang dihasilkan dari getaran gaya per.

Seperti yang dikatakan oleh pencipta karya ini sendiri, Togar, “Acoustic Analog Digitally Composed” merupakan karya seni kejasmanian yang ingin memberikan pengalaman berupa reaksi memaknai bunyi. Bagaimana ia ada karena proses gesekan, hingga udara bergetar masuk ke dalam telinga. Cara memaknai bebunyian sehari-hari, seperti pada karya ini, juga merupakan bentuk reaksi personal dari pendengarnya – apakah kita hanya akan menganggapnya sebagai angin lalu, bunyi gangguan, atau justru mencoba menggali makna lebih dalam dari interaksi antar ‘instrumen’ bunyi?

Dari rilisan baru Hasana Editions ini, terlihat bagaimana lanskap musik eksperimental tidak pernah terkungkung oleh sekat-sekat yang mendefinisikan musiknya. Mau berbentuk perkusi akustik atau opera kamar hingga elektronik, permainan eksperimentasi hanyalah satu-satunya formula, menggunakan bunyi apapun dari mulai yang organik hingga digital, atau justru ketiadaan bunyi yang digunakan untuk membangun narasi tersendiri.whiteboardjournal, logo