Literatur dan Adiksi bersama Jeet Thayil

15.11.16

Literatur dan Adiksi bersama Jeet Thayil

Febrina Anindita (F) berbincang dengan Jeet Thayil (J).

by Febrina Anindita

 

F

Lahir dan dibesarkan di India, Anda terpapar dengan budaya yang sangat berwarna. Anda pun menggambarkan India, terutama Bombay, dengan mendetail dan mengangkat subkulturnya di novel Anda “Narcopolis.” Apa hal yang membuat Anda ingin menggambarkan budaya India yang eksotis lewat fiksi?

J

Saya tidak mengangkat eksotisme dalam novel ini, justru saya mencoba untuk menghilangkan eksotisme dalam tulisan saya, karena itulah hal yang biasanya ditulis oleh penulis India. Pada umumnya, penulis India mengangkat hal-hal tentang eksotisme India, seperti mangga, rempah-rempah dan keindahan alam untuk orang-orang yang tinggal di luar India. Untuk novel ini, saya mencoba untuk menggambarkan hal-hal gelap dibalik kota yang cantik, juga menunjukkan kebrutalan yang tersembunyi dari eksotisme yang dilihat oleh orang-orang di luar India.

huawesmall

F

Prolog pada novel tersebut pun menuai banyak kekaguman, karena Anda menulisnya hanya dalam 1 kalimat. Apakah penulisan prolog tersebut memang sengaja dibuat sedemikian rupa atau terbentuk ketika Anda menulis novel?

J

Saya menulis prolog setelah saya sudah menulis hampir setengah dari novel. Saya sudah menulis untuk “Narcopolis” selama beberapa tahun, bahkan 4 tahun sebelum menulis prolognya. Menurut saya, penting untuk menulis prolog sembari menulis novel, karena peran prolog penting untuk bisa merangkum keseluruhan cerita dan saya belum tahu seperti apa cerita novel setelah menjalani proses menulis selama 3-4 tahun. Ketika saya menulis prolognya, saya hanya memakan beberapa hari dan minim re-writing maupun editing karena prosesnya hampir seperti menulis puisi.

F

Menggunakan judul “Narcopolis,” membuat orang-orang baik yang rajin membaca maupun yang biasa tertarik untuk membacanya. Apakah Anda selalu tertarik untuk membahas mengenai lingkungan yang lekat dengan opium seperti William S. Burroughs?

J

Menurut saya Samuel Taylor Coleridge dan Thomas De Quincey adalah penulis gila dan luar biasa dalam menulis hal tentang opium. Tapi, ya saya memang tertarik untuk membahas konsep tentang opium karena saya tumbuh dengan membaca beragam tulisan tentang opium dari para penulis tersebut. Ketika saya mencoba opium sekitar umur 18 atau 19 tahun, saya merasakan pengalaman literatur seperti pengalaman narkotik. Saya rasa, saya tergoda oleh romantisme literatur tentang opium yang ditulis oleh penulis dan terjadi pada abad ke-19.

F

Seperti apa riset Anda untuk menggambarkan atmosfer tentang opium den untuk novel tersebut?

J

Saya tidak riset sama sekali, tapi saya memang mengalami adiksi terhadap heroin dan opium selama 20 tahun. Masa tersebut seperti proses riset untuk saya. Dan hal tersebut menjadi bahan untuk penulisan “Narcopolis”.

huawesmall

F

Anda memasukkan konsep Tuhan dalam “Narcopolis” dan mengimprovisasi ceritanya seperti yang ada pada literatur Rusia. Anda juga menyebut Fyodor Dostoevsky sebagai referensi gaya penulisan. Sebesar apa pengaruh literatur Rusia dalam penulisan Anda?

J

Dostoevsky mengispirasi saya ketika menulis Narcopolis, terutama novelnya yang berjudul “The Brothers Karamazov”. Saya suka bagaimana ia dapat menarik diri dari inti cerita dan membahas hal-hal internal bahkan monolog sebanyak 20-30 halaman. Dan yang ia tulis bukan hal yang terkait dengan keseluruhan cerita, tapi justru imajinasi liar yang benar-benar unik. Ketika saya membacanya, Dostoevsky memberikan saya kebebasan sebagai pembaca maupun penulis. Jika Dostoevsky mencoba untuk menawarkan novelnya kepada penerbit hari ini, saya rasa pasti akan ditolak karena masa-masa liar seperti itu sudah hilang.

F

Anda menulis akhir cerita yang menggantung (open-ended) pada Narcopolis. Bagaimana gaya penulisan seperti ini dapat mempengaruhi pembaca agar tetap “hidup” dalam cerita yang Anda tulis?

J

Menurut saya dengan menulis akhir cerita seperti itu, saya menghormati pembaca dan memberikan mereka untuk memainkan imajinasinya. Sebab, hidup pun juga tidak ada kepastian, semuanya terbuka terhadap kesempatan yang ada. Ketika saya membaca novel yang diakhiri dengan hal yang pasti, saya merasa cerita yang ditulis tidak meyakinkan. Jadi saya sangat suka ketika menemukan novel yang menawarkan cerita terbuka atau akhir yang open-ended, karena seperti itulah hidup, kita tidak tahu akan seperti apa jalan hidup kita kan?

huawesmall

F

Apa proyek yang sedang Anda siapkan?

J

Saya sedang menyelesaikan novel baru, yaitu “The Book of Chocolate Saints” yang sudah saya tulis selama 6 tahun dan rencananya akan diterbitkan tahun depan.whiteboardjournal, logo