Who, What, Why: Seno Gumira Ajidarma

Human Interest
26.09.18

Who, What, Why: Seno Gumira Ajidarma

Sosok penting dalam dunia literatur dan jurnalisme di Indonesia.

by Emma Primastiwi

 

WHO

Mencari identitas diri, sebagai seorang remaja tak pernah gampang, tetapi bagi Seno Gumira Ajidarma, pencarian itu berakhir ketika ia menonton salah satu pentas W.S Rendra. Mengikuti bengkel teater Rendra dan mengagumi semangat hippie yang menegakkan kebersamaan ini mendorongnya untuk mulai berkarya. Sejak itu, ia mulai bereksperimen dalam dunia teater dan juga tulisan. Kini, nama Seno Gumira Ajidarma telah dikenal sebagai sastrawan generasi baru terhormat yang dipanuti penulis muda.  

WHAT

Seno Gumira Ajidarma dikenal sebagai seorang seniman dengan ketertarikan bermacam-macam. Salah satu karyanya yang dilihat cukup memberontak pada masanya, adalah kumpulan cerpennya “Saksi Mata” yang secara tidak langsung memberitakan keadaan di Timor Timur pada waktu itu. Berkat kejujurannya di buku ini, ia berhasil memperoleh Danny O’Hearn Prize for Literary di tahun 1997. Selain “Saksi Mata”, ia juga dikenal melalui karya lainnya seperti kumpulan cerpen “Pelajaran Mengarang”, “Manusia Kamar” dan juga novel “Matinya Seorang Penari Telanjang”.

Meskipun sastra merupakan bidang seni yang paling berbuah baginya, ia tak berhenti berkarya dengan cara itu saja. Berkat telah menyimpan minatnya pada berbagai bidang kesenian dari awal karirnya, di jaman SMA ia pernah mengikuti teater alam pimpinan Azwar A.N selama 2 tahun. Setelah itu, ia pun pernah masuk di Institut Kesenian Jakarta dengan jurusan Sinematografi.

WHY

Sebagai seorang penulis yang mengalami kekangan jurnalisme pada masa Orde Baru, Seno Gumira Ajidarma tetap menerobos batasan itu dengan terus menulis dan berkarya. Tidak hanya berani melawan aturan, tetapi juga mempunyai semangat untuk mengungkapkan kebenaran, hal tersebut merupakan kualitas yang patut dikagumi dalam seorang penulis. Tidak heran mengapa dirinya sangat dihormati dalam dunia jurnalisme dan juga sastra.

Jika mereka ingin berita tentang Dili berhenti, saya akan membuatnya abadi. Nah, yang abadi itu bukan jurnalistik kan? Yang abadi itu sastra. Mitosnya seperti itu.” – Seno Gumira Ajidarma .whiteboardjournal, logo