Menggiring Zaman ala Teater Payung Hitam

22.05.17

Menggiring Zaman ala Teater Payung Hitam

by Febrina Anindita

 

Teks oleh Ditya N. Subagja
Foto oleh Eva Tobing dan Dokumentasi DKJ

Teater Payung Hitam bukanlah nama baru, malah namanya seperti hantu yang ingin hidup kembali. Tahun lalu mereka melakukan pentas di rumahnya, Bandung untuk memperingati usia 34 tahun sejak Rachman Sabur mendirikannya. Rabu dan Kamis (17-18/5) lalu mereka tampil di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki setelah mungkin hampir 10 tahun tidak menggelar pertunjukan di sana.

Membawa pementasan yang sama dengan pementasan akhir tahun lalu yang diberi judul “Post-Haste”, Payung Hitam dengan cermat membaca kritik yang kontekstual. Manajemen ruang dan para pemain yang bergerak di atas panggung memberi gambaran yang gelap. Properti yang rusak dan arus gerak pemain adalah jalan Rachman Sabur memberi tekanan akan modernisme yang kita jalani. Sesuatu terjadi dan dengan tanpa ancang-ancang yang pasti sesuatu lain terjadi seperti kejadian dan berita yang kita lihat mewarnai media.

Kehidupan kini tak seperti kisah yang sederhana. Segalanya berjalan begitu cepat dan dengan tanpa gambaran yang jelas mengantar kita pada tujuan. Dengan membawa tubuh, gerak, dan gaya teater yang tak biasa, pesan satir justru bisa diterima oleh siapapun yang ingin sejenak berhenti dan menyadari bahwa kita telah diseret oleh kekuatan yang amat cepat. whiteboardjournal, logo