Bangkok Menggelar Art Biennale Perdananya

Art
04.02.19

Bangkok Menggelar Art Biennale Perdananya

Turut berkontribusi 75 seniman dari dari 33 negara dengan memamerkan karya pada 20 titik lokasi berbeda.

by Whiteboard Journal

 

Teks: Vestianty

Foto: Art News

Tak dapat dipungkiri lagi bahwa kemacetan di jalan-jalan kota besar Thailand telah membuat kesulitan pada para wisatawan maupun penduduk lokal untuk menjelajahi tempat-tempat menarik yang ada di sana. Namun, jika mengingat hal menarik yang disuguhkan dalam Bangkok Art Biennale yang diselenggarakan dari 19 Oktober 2018-3 Februari 2019, rasanya akan terbayar rasa suntuk macet dengan melihat hasil karya eksploratif nan imajinatif dari seniman Thailand yang juga turut menghadirkan karya seniman mancanegara. Diselenggarakan untuk pertama kalinya oleh Office of Contemporary Art and Culture dan Kementerian Kebudayaan, karya-karya seni kontemporer Thailand Biennale dipamerkan secara terpisah pada 20 titik lokasi berbeda yang dipajang pada luar ruangan dengan mengusung tema “Beyond Bliss.”

Dipilih oleh empat kurator yang dipimpin oleh Apinan Poshyanda selaku kepala eksekutif dan direktur artistik Bangkok Art Biennale, turut berkontribusi 75 seniman pada acara kali ini dari 33 negara yang setengahnya adalah dari Thailand, dan sisanya adalah bintang seni internasional, mulai dari Yayoi Kusama, Marina Abramović hingga Elmgreen & Dragset. Acara ini juga didukung oleh berbagai situs bersejarah seperti Wat Arun yang megah serta bangunan kolonial East Asiatic, hingga merambah pada bangunan hotel dari Mandarin Oriental Hotel dan mall ternama di Thailand, Siam Paragon.

Dengan mengambil pendekatan Buddhisme sebagai inti utama, pameran ini mengangkat tema tentang keinginan manusia dan praktik spiritual untuk bergerak melampaui ego dan keserakahan. Dalam esainya pada katalog pertunjukan, Poshyananda menulis, “Pada saat kita menghadapi kecemasan, trauma, dan kekecewaan dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya, sebuah pertanyaan sederhana diajukan — Apa itu kebahagiaan? Dan bagaimana seseorang dapat mempertahankan, memperpanjang, atau mengatasi hasrat di luarnya?” Sebagian besar karya dalam pameran tersebut tampaknya menjawab pertanyaan-pertanyaan semacam itu dengan memeriksa kebahagiaan yang mungkin tidak dapat dicapai dalam zaman ketidakpuasan politik saat ini. Hal ini terutama berlaku bagi para seniman Thailand yang, walaupun hidup dalam kediktatoran militer, dengan bebas mereka bisa mengomentari masalah sosial-politik di sekitar mereka.

Karya-karya 20 seniman dipajang di pengaturan museum Pusat Seni dan Budaya Bangkok. Artis Korea Cheo Jeong Hwa yang karyanya menakjubkan dapat terlihat di seluruh kota, menciptakan pengantar tepat untuk acara tersebut dengan Basket Tower (2018), pemasangan keranjang plastik multi-warna yang menjulang dengan lonceng yang tergantung di atrium enam lantai. Mark Justiniani dari Filipina menyumbangkan “The Settlement” yang mirip dengan infinity room (2016-17) menyeramkan, dengan tokoh budak dan tahanan dari masa lalu yang berlipat ganda tanpa henti dalam ruang cermin. Pengungkapan datang dari seniman Thailand. Dalam videonya “I Have Dreams” (2018), Chumpon Apisak dengan tajam menangkap harapan sederhana dari para pekerja seks yang berbicara di layar tentang keinginan mereka untuk suatu hari nanti memiliki bisnis mereka sendiri dan membeli rumah.

Rasanya sayang sekali jika melewatkan untuk menyaksikan pameran ini yang terakhir diselenggarakan pada minggu lalu. Dari pameran ini, pameran seni di Indonesia pun mungkin bisa mencontoh untuk para pegiat seni bergabung dan memamerkan karya-karya di lokasi-lokasi unik di perkotaan atau bahkan desa eksotis  di Indonesia. Terasa sekali pengalaman berbeda yang dihasilkan ketika mengunjungi suatu tempat yang terelasi dengan suatu karya dipamerkan yang akan membuat karya tersebut menjadi semakin bermakna.whiteboardjournal, logo