“Maaf Senin Tutup”: Upaya Anggun Priambodo Mengulik Sejarah Kelam Era Reformasi

Art
26.11.18

“Maaf Senin Tutup”: Upaya Anggun Priambodo Mengulik Sejarah Kelam Era Reformasi

Upaya seorang seniman untuk berjuang melawan lupa.

by Whiteboard Journal

 

Teks: Brigita Olga
Foto: Maaf Senin Tutup

Era reformasi sudah berlalu 2 windu yang lalu. Namun, bukan berarti serangkaian pelanggaran, kekerasan dan kebohongan yang dicekokkan pemerintah yang akhirnya menimbulkan trauma mendalam bagi masyarakat, bisa dibiarkan berlalu begitu saja. Sebagai generasi yang lahir pada tahun 70-an akhir dan mengalami sendiri rasanya hidup di bawah kepemimpinan Soeharto, Anggun Priambodo tahu benar bahwa waktu sama sekali bukan penyembuh yang mujarab bagi luka-luka yang ditimbulkan rezim otoriter Orde Baru tersebut.

Dasar itulah yang menjadi generator utama karya pameran tunggal Anggun Priambodo ini. “Maaf Senin Tutup” merupakan upaya Anggun, atau yang akrab disapa Culap, untuk menempatkan dirinya dalam kondisi politik bangsa, melalui imaji masa lalu. Dibuka dengan film berdurasi kurang lebih 60 menit, Anggun memposisikan dirinya sebagai Eva, seorang seniman perempuan yang berbeda generasi dengannya. Berbekal ingatan samar-samar dan pengalaman seadanya semasa reformasi, Eva berusaha mengulik kembali sejarah kelam bangsanya, lewat pengalaman-pengalaman orang di sekitarnya, untuk merefleksikan kembali hubungan antara dirinya dengan sejarah politik Indonesia.

Bukan hanya lewat gambar bergerak yang ditayangkan secara berkala, Anggun juga berkarya lewat sebuah pameran seni rupa, di salah satu ruang pamer LIR Space. Uniknya, pameran tersebut tidak memberikan credit secara langsung kepada sang seniman. Eksebisi tersebut malah mengatasnamakan Eva Sopu, seorang tokoh fiktif dalam film pembuka di pameran “Maaf Senin Tutup”.

Melalui film dan pameran seni rupa tersebut, Eva, digambarkan oleh Anggun sebagai sosok yang sedang mengambil langkah pertama dalam mengambil sikap politiknya—sebuah perjuangannya melawan lupa.

“Maaf Senin Tutup”
1-16 Desember 2018
LIR Space, Yogyakartawhiteboardjournal, logo