Who, What, Why: Gulung Tukar

Art
13.03.20

Who, What, Why: Gulung Tukar

Yang pertama dari #Direktori, program kerja sama kami bersama British Council untuk membahas creative hub di Indonesia. Tentang kolektif berbasis di Tulungagung, yang memiliki misi untuk menghidupkan kembali ekosistem seni budaya Jawa Timur.

by Whiteboard Journal

 

Teks: Annisa Nadia Harsa
Foto: Gulung Tukar

WHO

Kolektif berbasis di Tulungagung, Gulung Tukar adalah kolektif seni rupa yang bertujuan untuk menyediakan ruang memadai bagi penggiat-penggiat seni di Jawa Timur. Nama unik dari kolektif ini sendiri memiliki arti yang merupakan semangat untuk bertukar pikiran dan ide, yang kemudian “digulungkan” sehingga berkelanjutan dan bisa menjangkau semua kalangan. Berawal dari upaya untuk memberikan bentuk support ke perhelatan Jatim Biennale 8 yang diselenggarakan pada tahun 2019 kemarin, kolektif ini sekarang kerap menyelenggarakan workshop, diskusi-diskusi, pameran-pameran, dan acara-acara lainnya. Sebagai founder dari kolektif ini, Benny Widyo dan teman-teman memutuskan bahwa kolektif Gulung Tukar tidak sepatutnya membatasi kerjasama mereka kepada perhelatan Biennale saja, melainkan memperluas visi dan misi mereka dalam berkontribusi ke lanskap seni rupa di Jawa Timur. Dari perkembangan teamwork ini, Gulung Tukar telah menggarap program-program yang mampu menghidupkan kembali lanskap seni rupa yang sudah dianggap stagnan. 

WHAT

Selain memiliki objektif untuk berkontribusi lebih besar dan menyeluruh lagi di luar Jatim Biennale, Gulung Tukar juga ingin menyediakan ruang yang inklusif bagi seniman-seniman atau penggemar seni lintas generasi, lintas medium, dan lintas disiplin. Melalui semangat inklusivitas inilah, Gulung Tukar menyediakan program-program yang beragam agar dapat memberi support ke seniman-seniman yang praktiknya beragam juga. Beberapa di antaranya adalah Turunkan Jangkar, Kembangkan Layar, Pameran Foto, Penayangan Film, dan Program Harian. Selain itu, Gulung Tukar juga mengadakan lokakarya-lokakarya dan acara-acara lain, seperti cukil kayu, doodling, zine, food photography, hingga memasak. Topik-topik diskusi dari Gulung Tukar pun beragam, dari topik-topik kuratorial, diskusi bersama seniman, fotografi analog, bedah buku, malam puisi, listening session dan diskusi karya-karya musik bersama komunitas musik underground dan eksperimental di Tulungagung. Guna mempertahankan semangat inklusivitas, kegiatan-kegiatan dan lokakarya tersebut dilaksanakan melalui panggilan terbuka. Dengan ini, Gulung Tukar berharap dapat membuka pintu lebih lebar dan dapat mengundang lebih banyak partisipan yang baru maupun yang sebelumnya pernah berkecimpung di dunia seni rupa.

Sebagai kolektif seni yang berbasis di kota Tulungagung, tentu ada rintangan yang kerap dilalui oleh Gulung Tukar, terutama dalam meningkatkan partisipasi dan antusiasme dalam masyarakat di kota kecil ini. Terlebih lagi, kolektif ini juga memiliki misi untuk menarik penggiat-penggiat seni di kota lain, yang berarti strategi sosialisasi pun harus dirancang setajam dan sebaik mungkin. Gulung Tukar juga menyadari akan kebutuhan penyesuaian tersendiri karena adanya fokus-fokus berbeda yang dimiliki tiap praktisi seni, dari seni aktivisme, disiplin musik, disiplin sastra, pendatang baru dalam ekosistem seni budaya hingga penggiat seni yang sudah lama tidak aktif. Isu-isu praktikal seperti infrastruktur dan pendanaan pun terkadang juga menjadi kendala. Oleh karena itu, Gulung Tukar berusaha untuk menggalang dana dari pemerintah, sponsor, atau crowdfunding melalui donasi yang dibuka secara umum. Gulung Tukar menyadari bahwa untuk dapat mencapai target yang besar dan merangkul partisipan yang banyak, dibutuhkan kerjasama dengan ekosistem sekitar mereka.

WHY

Dengan menciptakan ekosistem yang berkelanjutan di Jawa Timur sebagai objektif, Gulung Tukar tak hanya meningkatkan inklusivitas melalui ragam dan cakupan luas dari programnya saja. Dibalik pengadaan program dan kegiatan yang beragam, Gulung Tukar juga berusaha untuk memetakan lanskap seni yang ada di Jawa Timur secara menyeluruh. Adanya perbedaan dalam praktik dan pemikiran ini merupakan hal yang sangat diperhatikan oleh kolektif yang berbasis Tulungagung ini. Sebagai kolektif, mereka menyadari bahwa menyatukan dan menggerakkan tiap elemen yang unik dalam ekosistem yang besar ini tidak bisa dilakukan semalam. Pendekatan kolektif-kolektif di kota besar pun tidak bisa diadopsi mentah-mentah, karena mereka menyadari akan adanya budaya dan dinamika yang berbeda antar praktisi dan disiplin di tiap kota. Semangat komunitas dan kebersamaan yang inklusif serta merangkul inilah yang sangat terlihat  dari kolektif Gulung Tukar. Dengan upaya untuk menyatukan perbedaan-perbedaan dan keunikan yang ada dalam ekosistem seni budaya Jawa Timur, Gulung Tukar berharap dari pertukaran pikiran dan “penggulungan” ide akan lahir suatu ekosistem atau gerakan seni yang sustainable dan impactful.

Artikel ini adalah bagian dari rangka project kolaborasi British Council – DICE (Developing INclusinve Cretive Economy) dengan Whiteboard Journal yang berfokus pada Creative Hubs di Indonesia. Berjudul “Direktori” kolaborasi ini akan menceritakan profil komunitas dan kolektif lokal dalam berbagai format, mulai dari artikel pendek, interview mendalam, video series hingga buku. Tunggu rangkaian kontennya di sini.

 whiteboardjournal, logo