Akankan Fast-Fashion Benar-benar dapat Menjadi Produk Sustainable?

Fashion
26.07.22

Akankan Fast-Fashion Benar-benar dapat Menjadi Produk Sustainable?

Menyoroti produksi fast-fashion yang mencemari lingkungan, brand raksasa asal China, Shein, tetap berhasil memproduksi pakaian hingga melampaui unduhan aplikasi Amazon di AS, yaitu 22,4 juta pada paruh pertama tahun ini. 

by Whiteboard Journal

 

Teks: Adinda R. Syam
Foto: Shein/Surface Magazine

Industri fashion tidak pernah memberikan kenyataan dan transparansi mengenai dampak lingkungan yang terjadi. Statistik terbaru pun mengungkapkan hal yang lebih buruk. 

Melansir dari Surface Magazine, fakta ini juga didukung oleh pendapat Ellen MacArthur Foundation dan United Nations Environment Programme, bahwa industri ini bertanggungjawab atas sepuluh persen emisi karbon global tahunan yang angkanya lebih tinggi daripada gabungan semua penerbangan dan pelayaran internasional.

Tiap tahunnya bahkan ada sekitar 100 miliar pakaian yang diproduksi menggunakan 3,3 triliun feet kubik air. Dengan kata lain, ada setengah juta ton microfiber plastik yang dibuang ke laut atau setara dengan 50 miliar botol plastik yang memecah dan melarutkan mikroplastik ke seluruh pasokan air.

Banyak dari kita akan dengan mudah merundung brand popular seperti H&M atau Zara yang desain utamanya adalah mengulang runway design, dengan cepat menyetok pasang baju, dan mempertahankan harga agar tetap rendah. Apalagi keduanya telah mempublikasikan inisiatif mereka terhadap lingkungan yang ditunjukkan sebagai bentuk perbaikan “kesalahan” mereka.

Padahal, tuduhan ini tidak sepenuhnya benar karena tidak ada brand yang mampu menyokong banyak mode Gen Z selain Shein. Fast-fashion terbesar asal China ini menghasilkan 6.000 item per hari yang berarti lebih banyak daripada yang diperkenalkan Zara dalam setahun. Menariknya adalah produksi Shein masih menggunakan serat berbasis plastik, rantai produksi yang sangat cepat, bahkan kondisi pekerja yang buruk.  

Pengawas Swiss Public Eye melaporkan bahwa Shein menawarkan 259.264 produk pakaian wanita ketika mereka pada pemeriksaan di bulan Oktober. Sementara di minggu terakhir ini, produksi Shein telah melampaui unduhan aplikasi Amazon di AS, yaitu 22,4 juta pada paruh pertama tahun ini. Perusahaan ini juga mengincar IPO sesegera mungkin setelah mencapai 100 miliar penilaian di tahun 2024. 

Namun, menurut laporan akuntabilitas Remake, dengan masalah lingkungan, sosial, tata kelola dengan praktik pemborosan, 75 jam kerja per minggu, dan kurangnya kontrak kerja di antara supplier, Shein hanya mendapatkan 5 dari 150 poin untuk keberlanjutannya. Di tengah sikap skeptis ini, Shein mempekerjakan Ada Whinston sebagai kepala ESG yang digadang-gadang sebagai bentuk pembersihan citra brand ini menjelang IPO. Bukankah perusahaan seperti Shein seharusnya tidak diizinkan untuk menghasilkan milyaran dengan melanggar hukum?

Semua hal ini tentu menimbulkan pertanyaan tentang apakah mungkin fast-fashion akan bisa sustainable? Mengingat banyak brand ternama jelas menolak istilah ini dengan alasan “less unsustainable is not sustainable”.

Mengutip pernyataan mantan COO, Kenneth P. Pucker, dari Harvard Business Review dalam Surface Magazine untuk mencocokan minat dan kasi untuk membeli sustainable fashion tidak cukup jika hanya mengandalkan kenaikan harga. Ini hanyalah bentuk “greenwashing” dengan berharap bahwa investor akan menekan perusahaan fashion untuk lebih memperhatikan batas kemampuan bumi. “Kami berpikir bahwa teknologi akan mampu mengantarkan masa depan fashion yang lebih sustainable, produksi yang lebih bersih, dan konsinyasi.

Sementara beberapa brand sedang mengusahakan produk sustainable, teknologi saat ini hanya mampu memperpendek waktu produksi yang akhirnya menghasilkan lebih banyak jalur dan konsumsi produk.

Tags: Fast-fashion, Shein, Luxury Brand, Sustainable Productwhiteboardjournal, logo