‘Last Supper’ ala Rag & Bone Menampilkan AI dan Sensory Experience

Fashion
13.02.19

‘Last Supper’ ala Rag & Bone Menampilkan AI dan Sensory Experience

Apakah konsep ini mampu jadi tolak ukur fashion show akan datang?

by Febrina Anindita

 

Foto: Rag & Bone Films

Jika biasanya fashion show berjalan singkat dan membuat penonton di barisan depan saja yang bisa melihat koleksi pakaian secara detail, Rag & Bone menawarkan hal yang lebih gila lagi. Beberapa hari lalu brand ini menggelar fashion show untuk koleksi Fall 2019 dengan judul “A Last Supper”. ‘Last Supper’ yang dimaksud oleh Rag & Bone di sini bukan tema koleksi, melainkan konsep fashion show yang mereka tampilkan dibarengi dengan makan malam dengan AI.

Sensory experience pun menjadi highlight dari gelaran ini. Makan malam dilakukan pada meja berbentuk huruf U dan ruangan yang dipenuhi kamera untuk merekam interaksi para tamu. Secara real-time, segala obrolan yang terjadi pada meja tersebut beserta proyeksi diri para tamu berbentuk AI yang disebut Distinguished Guest. Selain proyeksi, tiap kata yang terucap ditampilkan sebagai sebuah karya digital.

Tentu tak mungkin tidak ada alasan mengapa gelaran ini disebut “A Last Supper”, karena sesi makan malam tersebut turut dilengkapi dengan tarian kontemporer yang dikoreografikan oleh Damien Jalet (Suspiria) dan santapan menu yang dikembangkan oleh chef Ignacio Mattos.

Setelah hampir 2 tahun setelah co-founder Rag & Bone, Marcus Wainwright mengumumkan bahwa ia ingin berhenti menggelar runway fashion show untuk brand-nya, rasanya konsep baru yang ia tawarkan jauh lebih baik. Tak hanya menawarkan pengalaman imersif, tapi juga cara baru untuk melihat pakaian dengan sudut pandang baru. Walau terasa aneh namun Rag & Bone seakan mencoba beradaptasi akan perubahan di masa depan. Sekarang pertanyaannya adalah, apakah konsep ini mampu jadi tolak ukur fashion show akan datang?whiteboardjournal, logo