Sion Sono Dituduh Atas Kasus Pelecehan Seksual, Apakah Kasus Serupa dalam Industri Film Telah Dinormalisasi?

Film
08.04.22

Sion Sono Dituduh Atas Kasus Pelecehan Seksual, Apakah Kasus Serupa dalam Industri Film Telah Dinormalisasi?

Tuduhan pelecehan seksual menyeret nama sutradara Jepang, Sion Sono. Apakah ada jalur penyelesaian yang dapat dipertanggungjwabkan?

by Whiteboard Journal

 

Teks: Inaya Pananto
Foto: Sion Sono

Berita menyangkut pelecehan seksual kembali menodai industri film Asia dengan terbitnya artikel panjang mengenai tuduhan kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh sutradara ternama asal Jepang, Sion Sono. Sono di industri film Jepang dikenal sebagai sosok di balik banyak film-film beraliran erotis indie dan eksperimental termasuk salah satu filmnya, “Love Exposure” yang memenangkan sejumlah penghargaan di festival film internasional. 

Artikel tuduhan yang melibatkan nama Sono ini dilansir oleh situs berita entertainment Shukan Josei PRIME berdasarkan laporan dari beberapa aktris yang telah bekerja bersama Sono dalam proyek-proyek filmnya. Menurut laporan yang dilakukan secara anonim ini, Sono dalam karirnya banyak menggunakan posisinya sebagai seorang sutradara untuk mendekati dan melakukan tindakan pelecehan terhadap banyak aktris yang ia ajak bekerja sama.

Sehari setelah terbitnya artikel, pihak Sono memberi tanggapan terkait deretan tuduhan ini yang mengatakan bahwa pihak mereka akan membuat pengumuman resmi setelah dapat waktu untuk mengumpulkan semua fakta. Pernyataan ini juga disertai oleh ucapan minta maaf atas ketidaknyamanan dan kekhawatiran yang ditimbulkan dari berita tidak menyenangkan ini.

Dalam sejarah dunia perfilman Jepang, Sono bukanlah nama pertama yang muncul dalam kasus pelecehan seksual. Nama-nama papan atas Jepang seperti aktor Kinoshita Houka, sutradara Sakaki Hideo, dan produser Umekawa Haruo dan masih banyak lagi pelaku dari tindakan serupa ini tidak mencapai berita internasional memberikan track record kelam bagi industri perfilman Jepang dari segi moral serta perlindungan perempuan dalam lingkungan kerja.

Di dunia perfilman Hollywood dan internasional pun banyak pemain-pemain kunci dalam industri film yang telah terseret kasus-kasus pelecehan seksual, tindakan cabul, atau tendensi predatorial. Tingginya angka kasus pelecehan seksual di balik kaca perfilman menjadikan industri ini salah satu lingkungan paling tidak kondusif untuk perempuan. Rentetan kasus ini menjadi salah satu isu yang diangkat oleh gerakan #MeToo yang memperjuangkan suara dan perlindungan korban kasus pelecehan seksual. 

Dari kiri atas searah jarum jam, Roman Polanski, Louis C.K, Nate Parker, dan Woody Allen. (Foto: Thomas Samson/Agence France-Presse, Chris Pizzello/Invision, Tristan Fewings/Getty Images, Luca Bruno/Associated Press disusun oleh Cara Buckley/NY Times)

Pada puncak pergerakannya, #MeToo movement berhasil menyudutkan sejumlah nama besar problematik seperti Harvey Weinstein yang kini sedang menghadapi pengadilan kriminal atas tuduhan kekerasan seksual dan pemerkosaan, Roman Polanski dan Woody Allen yang mendapatkan pembatalan kontrak film dari Amazon dan kini mengalihkan fokus untuk memulai distribusi film khusus di Eropa dimana efek dari gerakan #MeToo tidak sekuat di Amerika Serikat. Nama-nama lain yang juga telah terseret kasus serupa adalah aktor dan filmmaker, Nate Parker dan komedian, aktor, dan filmmaker Louis C.K. yang kemenangannya di acara grammy kemarin menuai kontroversi akibat riwayat tindakan pelecehan seksual.

Dari kasus-kasus pelecehan seksual yang melibatkan banyak sutradara, filmmaker, dan produser ini kurangnya penyelesaian tuntas dan pertanggungjawaban dari pihak agresor menjadi titik kekhawatiran bagi publik. Banyak mempertanyakan apakah budaya ini telah begitu mendarah daging dalam industri perfilman sehingga banyak pihak di dalamnya yang berperan sebagai silent enabler. Melihat Polanski dan Allen yang memilih meninggalkan Amerika hanya untuk kembali membuat film dan kembali mendapatkan banyak profit di Eropa sebagai bentuk penyelesaian masalahnya menjadi tanda bahwa hukum mengenai kekerasan seksual di dunia produksi film belum memiliki cengkraman yang semestinya. 

Terkait tuduhan terbaru yang menyangkut Sono, aktor Matsuzaki Yuki mengkritisi soal apakah ada studio-studio film dan tv besar di Jepang dapat menyalahkan dengan tugas tindakan predator seperti ini. Untuk sementara masa investigasi, langkah cepat yang telah diambil adalah membatalkan workshop akting Sono yang akan datang selagi proses tuduhan dan vonis berlangsung.whiteboardjournal, logo